Senin, 03 Juli 2017

risalah qusyairiyah 15

36.KEWALIAN
Allah swt. berfirman :“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Qs. Ynus : 62).





Diriwayatkan oleh Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda :“Allah swt. berfirman : “Barangsiapa yang menyakiri seorang wali, berarti telah memaklumkan perang terhadap-Ku melawan dia. Seorang hamaba bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Kuperintahkan kepadanya.Dia senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sampai Aku mencintainya. Tak pernah Aku merasa ragu-ragu melakukan sesuatu seperti keragguanku mencabut nyawa seorang hamba-Ku yang beriman, karena dia tidak menyukai kematian dan Aku tak suka menyakiti hatinya; tetapi maut itu adalah sesuatu yang tak bisa dihindarkan!.” (H.r. Ahmad, Hakim dan Tirmidzi).Kata wali mempunyai dua makna. Yang pertama berasal dari bentuk fa’iil (subyek) dalam pengertian maf’ul (obyek). Artinya orang yang diambil alih kekuasaannya oleh Allah swt. Sebagaimana telah difirmankan oleh-Nya : :...... dan Dia mengambil alih urusan (yatawalla) orang-orang saleh.” (Qs. Al-A’raf :196). Sejenakpun si wali tidak mengurusi dirinya.Arti yang kedua berasal dari bentuk fa’iil dalam pengertian penekanan (mubalaghah) dari faa’il. Yaitu orang yang secara aktif melaksanakan ibadat kepada Allah dan mematuhi-Nya secara terus menerus tanpa diselingi kemaksiatan. Kedua arti ini mesti ada pada seorang wali untuk bisa dianggap sebagai wali yang sebenarnya, dengan menegakkan hak-hak Allah swt. atas dirinya sepenuhnya, disamping perlindunganAllah swt. padanya, di saat senang maupun susah.Salah satu persayaratan seorang wali adalah bahwa Allah melindunginya dari mengulangi dosa-dosa (mahfudz), seperti halnya salah satu persyaratan seorang Nabi adalah bahwa dia terjaga dari segala dosa (ma’shum). Sipa pun yang berbuat dengan cara yang menyimpang dari stariat Allah swt. berarti telah tertipu.Suatu ketika Abu Yazid al-Bisthamy berangkat untuk mencariseseorang yang oleh orang-orang lain digambarkan sebagai seorang wali. Ketika sampai ke masjid orang tersebut, dia lalu duduk dan menunggu orang tersebut keluar. Orang itu pun keluar setelah meludahdi dalam masjsid. Abu Yazid pun pergi begitu saja tanpa memberi salam kepadanya, dan berkata : “Inilah orang yang tak bisa dipercaya untuk melaksanakan adab yang benar seperti dinyatakan dalam hukum Allah. Bagaimana mungkin dia bisa diandalkan untuk menjaga rahasia-rahasia Allah swt.?”Terdapat ketidakpercayaan di kalangan kaum Sufi mengenai apakah diperbolehkan bagi seseorang untuk menyadari bahwa dirinya adalah seorang wali atau bukan. Sebagian mereka mengatakan : “Hal itu tidak didperbolehkan. Sang wali harus selalu instropeksi dirinya dengan pandangan penuh hina. Jika suatu karamah terjadi melalui dirinya, dia merasa takut jika keadaan akhirnya berlawanan dengan keadaan sekarang.” Para Sufi yang berpendapat seperti ini menjadikan syarat kewalian, harus selaras dengan keteguhannya hingga akhir hayat.Akan tetapi, sebagian sufi mengatakan : “Boleh saja seorang wali mengetahui bahwa dirinya adalah wali, dan kesetiaan pada kewalian sampai akhir hayat sang wali bukanlah persyaratan untuk mencapai derajat kewalian di saat ini.”Jika kesetiaan seperti itu merupakan prasyarat untuk mencapai derajat kewalian, bahwa seorang wali akan dianugerahi suatu karamah tertentu yang dengannya Allah memberitahukan kepadaanya mengenai kepastian keadan akhirnya. Sebab, kepercayaan terhadap karamah seorang wali adalah wajib. Yakni, walaupun ia dipisahkan rasa takut akan keadaan akhirnya, namun sikapnya mengagungkan dan memahabessarkan bisa meningkatkan kondisi batin secara lebih efektif daripada banyaknya rasatakut itu sendiri.Ketika Nabi saw. bersabda : “Sepuluh orang sahabtku akan berada di surga.” Maka sepuluh orang itu sangat percaya kepada sabda Rasulullah saw. dan mengetahui kepastian nasib mereka.Hal ini tidaklah membuat cacat keadaan mereka. Sebab di antara syarat sahnya memahami secara benar mengenai kenabian menuntut pemahaman mengenai definisi mukjizat, di samping itu juga pengetahuan tentang hakikat karamah. Karena itu tidaklah mungkin bagi seorang wali, manakala dia menyaksikan suatu karamah terjadi di depan matanya, tidak mungkin ia tidak membedakan antara karamah dan lainnya. Jika menyaksikan hal seperti itu, sang wali mengetahui bahwa dia berada dijalan yang benar.Sang wali juga diperkenankan mengetahui realita yang akan datangdengan tetap konsisten pada kekinian perilakunya. Dianugerahi pengetahuan ini sendiri adalah suatu karamah. Ajaran tentang karamah wali adalah benar, sebagaimana dipersaksikan oleh banyak riwayat Sufi. Di antara syeikh yang menyapakati hal ini dan pernah saya jumpai adalah Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq.Ibrahim bin Adham pernah bertanya kepada seseorang : “Apakah engkau ingin menjadi wali Allah>” Dia menjawab : “Ya” Ibrahim bin Adham lalu berkata : “Kalau begitu janganlah engkau menginginkan harta kekayaan duniawi ataupun ukhrowi. Kosongkanlah dirimu untuk Allah swt. semata. Palingkanlah mukamu kepada-Nya agar Dia berpaling kepadamu dan menjadikanmu wali-Nya.”Yahya bin Mu’adz menggambarkan para wali sebagai berikut : “Mereka adalah hamba-hamba yang berpakaian kesukacitaan jiwa setelah mengalami penderitaan, dan yang memeluk ruhani setelah mujahadah ketika mereka mencapai tahapan kewalian.”Abu Yazid al-Bisthamy mengatakan : “Wali-wali Allah adalahpengantin-pengantin-Nya, dan tak seorang pun yang boleh melihat parapengantin selain mereka yang termasuk dalam keluarganya. Mereka ditabiri dalam ruang khusus di hadirat-Nya oleh kesukacitaan jiwa(uns). Tak seorang pun yang melihat mereka, baik di dunia ini maupun di akhirat.”Saya mendengar Abu Bakr ash-Shaidalany, salah seorang yang saleh menuturkan : “Suatu ketika aku berulangkali memperbaiki batu nisanmakam Abu Bakr at.Thamastany di pekuburan al-Hirah dan mengukir namanya pada nisan itu. Namun tiba-tiba digali dan dicuri orang meskipun makam-makam yang lain tidak. Karena bingung menghadapi hal ini, aku bertanya kepda Abu Ali ad-Daqqaq, yang kemudian menjelaskan kepadaku : “Syeikh itu lebih suka tidak dikenal orang di dunia ini, tapi engkau ingin memberinya batu nisan yang akan memperbaiki kenangan kepadanya. Allah swt. tidak ingin kecuali tetap menyembunyikannya sebagaimana keadaan dirinya yang lebih disukainya waktu hidupnya.”Sa’id bin Salam al-Maghriby mengatakan : “Kadang-kadang seorang wali termasyhur ke mana-mana, namun ia tidak akan tergoda oleh kemasyhurannya itu.”An-Nashr Abadzy berkata : “Para wali tidak mengajukan tuntutan; mereka justru merasa hina dan tersembunyi.” Dia juga mengatakan : “Pangkal perjalanan para wali adalah langkah pertama para Nabi.”Sahl bin Abdullah mengatakan: “Wali adalah dia yang selalu melakukan perbuatannya selaras dengan Allah swt.”Yahya bin Mu’adz menyatakan :“Seorang wali berbuat sesuatu tidak demi riya’, tidak pula munafik. Betapa sedikitnya sahabat-sahabat seseorang yang berwatak seperti itu!.”Abu Ali al-Juzajany berkata : “Seorang wali adalah yang fana’ keadaannya namun tetap dalam musyahadah akan Allah swt. Allah mengambil alih urusan-urusannya hingga, dengan pengarahan itu, cahaya kewalian melimpah. Dia tidaktahu apa tentang ddirinya sendiri, tak ada tempat berpijak selain Allah swt.”Abu Yazid mengabarkan:”Jatah para wali yang sudah ditentukan berasal dari empat Asma Allah. Masing-masing kelompok wali berbuat sesuai dengan salah satu Asma tersebut : Al-Awwal (Yang Terdahulu), Al-Akhir (Yang Akhir), Adz-Dzahir (Yang lahir) dan Al-Bathin(Yang batin). Manakala seorang Wlai fana’ dari nama-nama tersebut setelah memakainya, maka dialah manusia kamil yang sempurna. Wali yang jatahnya beasal dari Asma AllahAdz-Dzahir akan menyaksikan kekuasaan-Nya; Wali yag mendapatkan bagian dari Al-Bathin, akan menyaksikan hal-hal yang mengalir dalam rahasia batin dari cahaya-Nya. Wali yang bagiannya dari al-Awwal disebutkan dengan masa lampau; Wali yang namanya berasal dari al-Akhir akan berhubungan dengan masa yang akan datang. Masing-masing diberi keterbukaan menurut kemampuannya, kecuali wali yang telah dipilih oleh Alalh swt. dan dipelihara untuk diri-Nya.”Kata-kata Abu Yazid ini menunjukkan kelompok terpilih di antara hamba-hamba Allah derajatnya lebih tinggi dari bagian-bagian ini, tidak hanya sibuk dengan masa depan, atau pun masa lalu dalam benaknya, juga bukan karena jalan-jalan ruhani yang telah dilewatinya. Demikian keadaan ruhani mereka yang telah mencapai hakikat; mereka terhapus dari sifat-sifat  makhluk. Seperti difirmankan Allah swt. :“Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur.” (Qs. Al-Kahfi :18).Yahyan bin Mu’adz mengatakan : “Seorang wali adalah wewangian Allah di bumi, yang dicium banunya oleh pafa shiddiqin, hingga bau itu menyentuh kalbunya, smapai mereka terbelenggu rindu pada Tuhannya. Ibarat mereka senantiasa bertambah menurut derajat akhlaknya.Muhammad al-Wasithy ditanya: “Bagaimana seorang wali dibesarkan dalam kewaliannya?” Dia menjawab : “Pada awalnya, dia dibesarkan dengan ibdadatnya. Untuk mencapai kematangannya, diadibesarkan dengan tabir melalui kelembutan-Nya. Kemudian Dia mengembalikan ke dalam sifat-sifatnya yang terddahulu; dan akhirnya Dia menjadikannya menikmati rasa ketegauhannya dalam waktu-waktunya.”Dikatakan : “Tanda kewalian ada tiga : Disibukkan dengan Allah swt, dia lari kepada Allah swt, dan dia hanya bercita-cita kepada Allah swt.”Alh-Kharraz berkata : “Jika Allah swt. berkehendak mengangkat salah seorang hamba-Nya menjadi wali, maka Dia akan membuka baginya pintu gerbang dzikir kepada-Nya. Jia dia telah merasakan manisnya dzikir, maka Dia akan membukakan baginya pintu kedekatan. Lantas dinaikan ke atas kesukacitaan ruhani. Kemudian dia ditempatkan-Nya di atas tahta tauhid. Kemudian dibukakan tabir dan dimasukan ke dalam rumah Ketunggalan. Disibakkan baginya Keagungan dan Kebesaran Ilahi. Manakala matanya memandang Kebesaran dan Keagungan, ia tetap tanpa dirinya. Pada saat seperti itu sihamba menjadi fana’. Setelah itu ia akan berada di dalam perlindungan Allah swt, bebas dari keccenderungan dirinya sendiri.”Abu Turab an-Nakhsyaby mengatakan : “Manakala hati seorang menjadi terbiasa berpaling dari Allah swt. maka kejadian itu diketahui oleh para wali Allah swt.”Dikatakan : “Salah sifat seorang wali adalah bahwa dia tak punya rasa takut, sebab takut adalah suatu keadaan yang dibenci yang menempati di masa datang. Atau menunggu kekasih yang hilang di masa lalu. Sedangkan wali adalah anak waktunya, tak ada gambaran di depan hingga ia harus takut, atau tak ada harapan, karena harapan itu sendiri adalah menunggu yang tercnta untuk datang, atau bahkan yang dibenci kelak terbuka kedoknya.Hal itu juga berada di luar lingkup masa kini. Sang wali juga tak pernah merasa sedih, sebab sedih adalah penderitaan dalam waktu. Bagaimana mungkin orang yang telah merasakan cahaya ridha dan tentramnya selaras dengan-Nya akantertimpa kesedihan? Allah swt. berfirman : “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran pada mereka, dan tidak(pula) mereka bersedih hati.” (Qs. Yunus :62).

37.DO’AAllah swt. berfirman :“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan dalam kerahasiaan.” (Qs. A-A’raf :55).“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu.” (Qs. Al-Mu’min :60).Rasulullah saw. telah bersabda:“Doa adalah inti ibadat.” (H.r. Tirmidzi, dari Anans bin Malik).Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Doa adalah kunci bagi setiap kebutuhan. Doa adalah tempatberistirahat bagi mereka yang membutuhkan, tempat berteduh bagiyang terhimpit, kelegaan bagi perindu.”Allah s”Mereka menggenggamkan tangannya.” (Qs. At-Taubah :67).Ditafsirka bahwa ayat ini bermakna : “Mereka tidak mengangkat tangan mereka dengan terbuka untuk berdoa kepada kami.”Sahl bin Abdullah menuturkan :“Percayakanlah rahasai-rahasiamu kepada-Ku. Kalau tidak, maka melihatlah kepada-Ku, kalau tidak, maka dengarkanlah Aku, Kalau tidak, maka menunggulah di pintu-Ku. Jika tak satu pun dari ini semua yang engkau lakukan, ketakanlah kepada-Ku apa kebutuhan-mu.”Sahl juga berkata : “Doa yang paling dekat untuk dikabulkan dalah doa seketika.” Yang maksudnya adalah doa yang terpaksa dipanjatkan oleh seseorang dikarenakan kebutuhannya yang mendesak terhadap apa yang didoakannya.Abu Abdullah al-Makanisy berkata : “Aku sedang bersama al-Junayd ketika seorang wanita datang dan meminta kepadanya : “Berdoalah untukku agar Allah mengembalikan anakku kepadaku, karena dia telah hilang.” Al-Junayd mengatakan kepadanya : “Pergilah, dan bersabarlah.” Kemudian wanita itu berlalu, kemudian kembali lagi meminta al-Junayd agar beroda lagi. Al-Junayd menjawab : “Pergilah dan bersabarlah.” Hal ini berlangsung berkali-kali, dan setiap kali al-Junayd mengatakan agar wanita itu bersabar. Akhirnya wanita itu berkata: “Kesabaranku telah habis. Sudah tidak ada lagi sisa kesabaranku.” Al-Junayd menjawab : “Jika demikianhalnya, pulanglah sekarang, sebab anakmu telah kembali.” Wanita itu pun pulang, dan menemukan anaknya. Dia kembali kepada al-Junayd : “Bagaimana engkau bisa tahu?” Dia menjawab : “Allah swt. telah berfirman “Atau siapakah yang memperkenan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan.” (Qs. an-Naml : 62).”Orang berbeda pendapat mengenai mana yag lebih baik : Berdoa atau berdiam diri dan bersikap ridha. Di antara mereka ada sebagian yang berekata  : “Doa adalah otak ibadat.” Adalah lebih baik melaksanakan apa pun yang merupakan amal ibadat daripada melewatkannya. Di samping itu, berdoa adalah hak Tuhan atas manusia. Kalaupun Dia tidak mengabulkan doa si hamba dan si hamba tidak memperoleh manfaat dengan doa-nya, namun sang hambatelah melaksanakan hak Tuhannya, sebab doa adalah ungkapan lahiriah kebutuhan penghambaan.”Abu hazim al-A’raj berkata : “Dihalangi berdoa adalah lebih menyedihkan hatiku daripada terhalangi tidak dikabulkan.”Ada orang lain yang menegaskan : “Diam dan tidak berbuat apa-apa dalam menjalani ketetapan Tuhan adalah lebih sempurna daripada berdoa. Bersikapridha atas apa pun yang dipilih Allah untuk kita adalah lebih utama. Sehubungan dengan alasan ini, al-Wasithy mengatakan : “Memilih apa yang telah ditetapkan bagimu dalam zaman azali adalah lebih baik bagimu daripada menentang kedaan yang ada sekarang.”Nabi saw. berdsabda : “Allah swt. berfirman dalam hadits qudsi : “Aku memberi kepada orang yang terlalu sibuk mengingat-Ku hingga tak sempat berdoa, lebih banyak daripada yang Ku-berikan kepada mereka yang berdoa”.Ada kelompk kaum yang berkata : “Si hamba harus sberdoa dengan lidahnya, sementara pada saat yang sama dia juga bersikap ridha, dan dengan demikian menggabungkan keduanya itu.”Pendapat yang lebih utama dalam hal ini adalah mengatakan bahwa waktu dan situasi itu berbeda-beda. Dala situasi tertentu, doa adalah lebih baik daripada diam, yaitu sebagai perilaku adab seorang hamba. Sementara dalam keadaan alin, berdiam diri adalah lebih baik daripada doa, yaitu sebagai alasan etika pula. Ini hanya bisa diketahui dalam waktu, karena pengetahuan mengenai waktu, jika seseorang mendapati hatinya condong untuk untuk berdoa, maka berdoa adalah paling baik. Jika dia mendapati hatinya condong kepada diam diri, maka berdiam diri lebih baik.Benar juga dikatakan bahwa tidaklah patut bagi si hamba untuk tidak mengabaikan penyaksian terhadap Tuhannya Yang Maha Luhurketika berdoa. Dia juga harus memberikan perhatian cermat kepada keadaan berdoanya, maka berdoa adalah paling baik baginya. Jika ia mengalami semacam kendala dan hatinya merasa sempit ketika berdoa, maka yang paling baikbaginya adalah meninggalkan berdoa pada saat itu. Jika dia tidak mengalamami yang manapun dari kedua hal ini, maka terus berdoa ataupun meninggalkannya adalah sama saja baiknya. Jika kepeduliannya yang utama adalah pada keadaan ma’rifat dan berdiam diri, maka menghindari berdoa adalah lebih baik baginya. Dalam soal=soal yang menyangkut nasib kaum Muslimin atau yang berkaitan dengan kewajiban seseorang terhadap Allah, maka berdoa adalah lebih baik daripada tidak, tapi dalam perkara-perkara yang menyangkut kebutuhan diri sendiri, maka berdiam diri adalahlebih baik.Dalam sebuah Hadits disebutkan : “Apabila seorang hambayang dicintai Allah berdoa, maka Allah berfirman : “Wahai Jibril, tundalah memenuhi kebutuhan hamba-Ku itu, karena Aku senang mendengarkan suaranya.” Apabila seseorang yang tidak disukai Allah beroda, Dia berfirman : “Wahai Jibril, penuhilah kebutuhan hamba-Ku itu, karena Aku tak suka mendengar suaranya.”Diceritakan bahwa Yahya bin Sa’id al-Waththan bermimpi melihat Allah swt. dan ia berkata : “Wahai Tuhanku, betapa banyak kami telah beroda kepadamu, tapi Engkau tidak mengabulkan doa kami!.” Dia menjawab : “Wahai Yahya, itu karena Aku senang mendengarkan suaramu.”Nabi saw. menjelaskan :“Demi Dia yang jiwaku berada di tangan-Nya, apabila seseorang yang dimurkai Allah berdoa, Dia akanmenolaknya. Lalu orang itu berdoa lagi, akhirnya Allah swt. berfirman kepada para malaikat-Nya : “Hamba-Ku menolak untuk beroda kepada selain pada-Ku, maka Aku pun mengabulkan doanya.: (H.r. Ali ra. Dan dikeluarkan oleh al-Hakim).Al-Hasan meriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. yang menuturkan :“Pada masa Nabi saw. ada seorang laki-laki yang berdagang antara Syam dan Madinah serta dari Madinah ke Syam. Dia biasa bepergian, tanpa begabung dengan kafilah-kafilah demi tawakkal kepadaAllah swt. Sekali waktu, ketika dia bepergian dari Syam ke Madinah, seorang penyamun mencegatnya dan berkata kepadanya : “Berhenti!” Pedagang itu pun berhenti dan berkata kepada si penyamun : “Ambillah barang-barangku tapi jangan kau rintangi jalanku!” Si penyamun menjawab : “Urusan harta bukan urusanku, tapi dirimulah yang kukehendaki.” Maka pedagang itu menjawab : “Apa yang kau kehendakidariku, bukankah urusanmu itu hartaku?” Ambillah abrang-barang itudan enyahlah!>” Si penyamun mengulangi apa yang telah dikatakannya. Si pedagang berkata : “Tunggulah sampai aku berwudhu dan berdoa kepada Tuhanku.” Maka si pedagang pun bangkit, berwudhu, lalu shalat empat rakaat. Setelah itu dia mengangkat tangannya ke langit dan beroda :“Wahai Yang Maha Penyayang, wahai Yang Maha Penyayang, Wahai pemilik ‘Arasy yang Agung, wahai Yang dari-Nya segala sesuatu berasal dan kepada-Nya sesuatu kembali, Wahai Yang Maha melakukan apa yang dikehendaki-Nya, aku memohon kepada-Mu dengan cahaya Wajah-Mu yang memenuhi segenap penjuru ‘Arasy-Mu, aku memohon kepada-Mu dengan kekuasaan yang dengannya Engkau memerintah makhluk-Mu, dan dengan kasih sayang-Mu, tidak ada Tuhan selain Engkau, wahai Maha Penolong, tolonglah aku.!.Diucapkannya doa itu tiga kali. Ketika ia selesai berdoa, tiba-tiba muncullah seorang penunggang kuda yang berwarna abu-abu dan berpakaian hijau dengan memegang tombak yang terbuat dari cahaya. Ketika si penyamun melihat si penegndara kuda itu, ditinggalkannyasi pedagang dan disongsongnya si pengendara kuda itu. Ketika sudah dekat, si penunggang kuda itu menyerang si penyamun sehingga si penyamun terlempar dari atas kudanya. Kemudian penunggang kuda mendatangi si pedagang dan memerintahkan : “Bangkit dan bunuhlah dia!” Namun si pedagang itu balik berkata : “Siapa Anda?” Aku tak pernah membunuh seseorang, dan diriku tak layak membunuhnya.”Lalu penunggang kuda itu menuju si penyamun langsung membunuhnya. Kemudian mendatangi si pedagang, sambil memberi tahu : “Aku adalah seorang malaikat dari langit ke tiga. Ketika engkau berdoa untuk pertama kalinya, kami mendengar bunyi gaduh di pintu gerbang langit. Kami berkata “Sebuah kejahatan telah terjadi.” Ketika engkau berdoa untuk kedua kalinya, pintu langit terbuka dan terlihat seberkas nyala api. Ketika engkau berdoa untuk ketiga kalinya, Jibril As. Turun ke langit kami dan berteriak : “Siapakah yang mau menolong orang yang tertekan ini?” Aku memohon kepada Allah swt. agar diizinkan membunuh penyamun itu. Ketahuilah, wahai hamba Allah, bahwa Allah akan memberikan kelapangan dan pertolongan kepada siapa saja yang beroda dengan doamu tadi pada setiap saat yang penuh tekanan, malapetaka dan keputus-asaan.”Setelah itu si pedagang melanjutkan perjalanannya dengan aman sampai ke Madinah dan pergi menemui Nabi saw. serta menceritakan kisahnya kepada beliau, juga tentag doa yang diucapkannya. Nabi saw. bersabda kepadanya : “Allah telah mengilhamimu dengan Nama-Namanya yang paling Indah, yang jika disebutkan dalam Doa, niscaya Dia akan mengabulkannya. Jika Dia dimohon denga Nama-namaitu, Dia akan menganugerahkan-Nya.”Di antara etika berdoa adalah adanya kehadiran hati. Berdoa tak boleh dilakukan dengan hati yanglalai. Diriwayatkan bahwa Nabi saw. telah bersabda :“Sesungguhnya Alalh swt. tidakakan menjawab doa seorang hamba yang hatinya alpa.” (H.r. Tirmidzi dan Ahmad).Persyaratan lain adalah bahwa makanan si hamba haruslah diperoleh secara halal. Nabi saw. menegaskan :“Perbaikilah kerjamu, niscaya doamu dikabulkan.” (H.r. Thabrani).Dikatakan : “Doa adalah kunci bagi kebutuhan seorang pendosa; bagaimana aku bisa berdoa kepada-MU?” Bagaimana aku tidak akan berdoa kepada-Mu, sedang engkau Maha Pemurah?”Diceritakan bahwa Musa as. Berjalan melewati seorang laki-laki yang sedangberdoa dengan renah hati kepada Allah. Musa berkata, “Ya Allah, seandainya kebutuhannya ada dalam tangnaku, niscaya akan kupenuhi doanya.” Allah swt. mewahyukan kepada Musa : “Aku lebih pengasih kepadanya daripadamu. Dia memang berdoa kepada-Ku, tapi hatinya terpaut pada domba-dombanya. Sedang aku tidak akan mengabulkan doa seorang hamba-Ku yang hatinya terpaut pada selian Aku.” Ketika  Musa mengatakan kepada orang itu apa yang diwahyukan Allah swt. kepadanya itu, dia segera memalingkan hatinya dengan pernuhperhatian kepada Allah swt. dan urusannya pun selesai.Seseorang bertanya kepada Ja’far ash-Shadiq : “Apa sebabnya, kita berdoa tetapi tidak pernah dikabulkan?” Beliau menjawab : “Itu karena engkau berdoa kepada tuhan yang engkau tak punya pengetahuan tentang –Nya”Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan : “Ya’qub bin Lyats ditimpa penyakit yang mebuat para dokter tidak berdaya. Mereka lalu berkata kepadanya : “Di negeri tuan ada seorang laki-laki saleh bernama Shal bin Abdullah. Jika ia berdoa untuk tuan, niscaya Allah swt. akan mengabulkan doanya.” Ya’kub pun lalu mengundang Sahl dan memerintahkan, : “Berdoalah kepada Allah untukku.” Sahl berkata : “Bagaimana doaku untukmu akan dikabulkan, sedangkan engkau berlaku zalim kepada orang banyak di dalam penjaramu?” Maka Ya’kub lalu melepskan semua orang yang ada dalam penjaranya. Sahl lalu berdoa : “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperlihatkan kepadanya hinanya ketidakpatuhan kepada-Mu dengan menyembuhkan penyakitnya.” Ya’kub bin Layts lalu sembuh. Dia mencoba memberi Sahlharta kekayaan, tetapi Sahl menolak. Seseorang berkata kepada Sahl : “Jika saja engkau menerimanya, engkau bisa memberikannya kepada orang miskin.” Beberapa waktu kemudian, sat Sahl sedang memandangi kerikil-kerikil di padangpasir, kerikil-kerikil itu tiba-tiba berubah menjadi batu permata. Dia bertanya kepada para sahabatnya : “Apakah perlunya bagi orang yang telah diberi anugerah seperti ini, menerima harta kekayaan dari Ya’kub bin Layts?”Diceritakan bahwa Salih al-Marry sering menegaskan : “Barangsiapa yang gigih mengetuk pintu, berarti sudha dekat saat terbukanya pintu itu baginya.” Rabi’ah Adwiyah bertanya kepadanya: “Sampai kapan engkau akan mengatakan begitu?” Kapankah pintuitu tertutup hingga orang terpaksa memintanya agar dibuka?” Salih menjawan : “Seorang laki-laki yang sudah tua tak tahu akan kebenaran, dan seorang wanita mengetahuinya!”.As-Syary berkata : “Suatu ketika aku menghadiri pengajian Ma’ruf al-Karkhy. Seorang laki-laki datag kepadanya dan meminta : “Wahai Abu Mahfudz, berdoalah kepda Allah untukku, agar Dia mengembalikan kantongku. Kantong itu dicuri orang; isinya uang seribu dinar.” Ma’ruf tetapdiam. Untuk ketiga kalinya orang itu mengulangi permintaannya. Kemudian Ma’ruf menjawab : “Apa yang harus kukatakan?” Kukatakan, apa yang telah kuriwayatkan dari Nabi-Nabi-Mu dan Wali-wali-Mu yang suci?” Kemudain Ma’ruf mengembalikan kepda-Nya. Tapi orang itu tetap emndesak : “Berdoaah kepada Allahemudian aku bertemu dengan dia lagi, sedang matanya bisa melihat. Aku bertanya kepadanya “Bagaimana penglihatanmu bisa pulih kembali?” Dia menjawab, bahwa dalam mimpinya ada suara bersuara : “Katankalah wahai Yang Maha Dekat, wahai yang Maha Mengabulkan, wahai yang mendengarkan Doaku, wahai yang Maha Baik dalam kehendak-Nya, kembalikanlah penglihatanku.” Kuulangi doa ini dan Allah swt, lalu mengembalikan penglihatanku.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Aku menderita sakit yang parah di mataku ketika untuk pertama kalinya aku kembali dari Marv ke Anisabur. Sudah agak lama aku tak bisa tidur. Suatu pagi aku tertidur lelap dan kudengar seseorang bertanya kepadaku : “Tidakkah Allah mencukupi bagi hamba-Nya?” (Qs. Az-Zumar :36). Aku terbangun dan kudapati penyakitku telah hilang dari mataku dan rasa sakitnya pun telah berhenti. Sesudah itu aku tak pernah menderita sakit mata lagi.”Diceritakan bahwa Muhammadbin Khuzaymah berkata : “Aku sedang berada di Iskandiriyah ketika Ahmad bin Hanbal meninggal dunia. Aku betul-betul merasa sedih, hinggaaku bermimpi bertemu dengan Ahmad bin Hanbal. Klihat dia sedangmelenggang. Aku bertanya : “Wahai Abu Abdullah, gerakan apa ini?” Dia menjawab : “Ini adalah cara bergerakhamba-hamba di Rumah Kedamaian.” Aku bertanya : “Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu?” Dia menjawab : “Dia telah mengampuniku, menempatkan sebuah mahkota di atas kepalaku, dan memberikan sepasang sandal emas untuk kupakai.Allah berfirman kepadaku : “Wahai Ahmad, semua ini karena engkau telah menjaga Al-Qur’an sebagai firman-Ku.” Kemudian Dia berfirman : “Wahai Ahmad, berdoalah kepda-Ku dengan kata-kata yang engkau terima dari Sufyan ats-Tdaury, yang dulu engkau ucapkan waktu engkau madih hidup.”Maka aku pun berdoa : “Wahai Tuhansemesta, dengan kekuasaan-Mu atassegala sesuatu, ampunilah segala dosaku dan janganlah Engkau tanyai aku tentang sesuatu pun.” Kemudian Allah mempermaklumkan : “Wahai Ahmad, inilah surga. Masuklah! Lalu aku pun masuk.”Suatu hari ada seorang pemuda yang memegang kain penutup Ka’bah dan berkata : “Tuhanku, Tuhanku, tak ada seorang pun yang mesti didekati selain Engkau, tidak ada pula seorang perantara yang bisa disuap. Jika aku mematuhi-Mu, itu adalah karena limpahan rahmat-Mu, dan segala Pujiadalah bagi-Mu. Jika aku menetang-Mu, itu adalah karena kejahilan dan kesombonganku. Engkau punya rgumentasi yang tak terbantah terhadap diriku melalui bukti-Mu terhadap diriku dan melalui ketiadaan argumentasiku terhadap-Mu, kecuali jika engkau mengampuniku.” Kemudian dia mendengar seuah suara batin yang berseru : “Anak muda ini telah dibebaskan dari neraka.”Dikatakan : “Manfaat doa adalah menampakkan kebutuhan di sisi-Nya. Jika doa tidak dilakukan, Allah swt, akan melakukan apa yang dikehendaki-Nya.”Dikatakan juga : “Doa awam dilakukan dengan ucapan, doa kaum zahid dilakukan dengan tindakan, dan doa kaum ‘Arifin dilakukan dengan ihwal hati.”Juga dikatakan : “Doa terbaik adalah doa yang dikobarkan dengan kesedihan.”Salah seorang Sufi mengtakan: “Jika engkau berdoa kepada Allah swt. agar dianugerahkan sesuatu dandoamu dikabulkan, maka bedoalah, siapa tahu saat itulah memang saat dikabulkannya doamu.”Dikatakan : “Kidah kaum pemula terucap lewat doa, namun lidah mereka yang telah mencapai hakikat terbelenggu dalam kebisuan.”Ketika al-Wasithy diminta berdoa, dia menjawab : “Aku takut bahwa jika aku berdoa, Allah swt, akan berfirman kepadaku : “Jika engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang telah ditetapkan untukmu, berarti engkau meragukan Aku. Jika engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak ditetapkan bagimu, berarti engkau tidak memuji-Ku sebagaimana seharusnya. Namunjika engkau bersikap ridha terhadap keputusan-Ku, Aku akan memberikananugerah lebih dari harapanmu.”Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Mubarak berkata : “Sudah limapuluh tahun aku tidak beroda, dan aku tidak menginginkan orang lain berdoa untukku.”Dikatakan : “ Doa adalah tangga bagi orang-orang yang berdosa.”Dikatakan juga : “Doa adalah saling bertukar pesan. Selama keduapihak tetap bertukar demikian, semuanya akan baik.”Dikatakan : “Orang-orang yang berdosa mengucapkan doa dengan air mata.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengataka : “Jika seorang berdoa menangis, berarti dia telah membukahubungan dengan Allah swt.”Tentag hal ini, para Sufi bersyair berikut :Air mata pemuda mengungkapkanApa yang disembunyikan;Nafasmu menjelaskan hati;Yang menyembunyikan rahasia.erdoa berarti meninggalkan dosa-dosa.” Dikatakan : “Doa adalah cara seorang pecinta mengungkapkan kerinduannya.”  Dikatakan : “Diizinkan berdoa, lebih baik dari anugerah.”AL-Kattany menyatakan : “Allahswt. tidak menganugerahkan kaum beriman, untuk mengungkapkan rasabersalah, kecuali untuk membuka pintu kemaafan.”Dikatakan juga : “Beroda menyebabkan engkau hadir di hadorat Allah swt. Sedang dikabulkannya doamu menjadikan engkau berpaling menjauh. Dan berdiri saja di pintu, lebih baik daripada pergi dengan membawa balasan.”Dikatakan : Doa berarti menghadapAllah swt. dengan ungkapan rasa malu.”Dikatakan : “Satu persyaratan doa adalah bertumpu pada keputusan Allah swt. bersama ridha.”Dikatakan pula : “Bagaimana engkau akan menunggu ijabah doa, sedang engkau menghalangi jalannya dengan melakukan dosa-dosa?”Seseorang meminta kepada salah seorang Sufi agar didoakan : “Doakan aku.” Dijawab : “Engkau cukup dengan Allah swt. daripada unsur lain yang kau jadikan perantaraantara dirimu dengan Diri-Nya.”Abdurrahman bin Ahmad berkata : “Aku mendengar ayahku menceritakan bahwa seorang wanita datang kepada Tqy bin Mukhlad dan mengatakan kepadanya : “Orang-orang Binzantium telah menawan anakku. Aku tak punya apa-apa lagi di rumahku selain anakku itu. Aku juga tidak bisa menjual rumahku. Jika saja tuan bisa membawa saya kepada seseorang yang bisa menebusnya, sebab saya sudah tidaktahu lagi mana siang mana malam. Saya tidak bisa tidur ataupun beristirahat.” Taqy berkata kepadanya : “Baiklah, pergilah sampai-sampai aku melihat masalahini, Insya Allah.” Kemudian Syeikh itu menundukkan kepadalnya dan menggerak-gerakkan bibirnya. Kami menunggu bebereapa saat lamanya. Kemudian wanita itu datang lagi bersama anaknya dan bersseru kepada Syeikh tersebut : “Anakku telah kembali dengan selamat, dan dia punya cerita untuk tuan.”Anakknya itu lalu mengisahkan: “Saya sedang berada dalam tawanan seorang gpangeran Bizantium bersama dengan sekelompok tawanan. Sang Pangeran menegaskan seseorang untuk menyuruh kami bekerja setiap hari. Orang itu membawa kami kembali dari bekerja setelah matahari terbenam dengan dikawal oleh orang itu. Tiba-tiba rantai yang mengikat saya terputus dan jatuh dari kaki saya.”Anak muda itu menyebutkan hari dan saat di mana peristiwa itu terjadi, dan saat itu adalah persis ketika wanita itu mendatangi Syeikh Taqy saat beliau berdoa. Si pemuda melanjutkan ceritanya : “Pengawal memukul saya dan berteriak : “Engkau telah memutusakn rantai ini!.” Saya berkata : “Tidak, ia jatuh sendiri dari kaki saya!.” Orang itu kebingungan dan tak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia memanggil teman-temannya, lalu memanggil pandai besi. Mereka lalu merantai saya lagi. Tapi begitu saya berjalan beberapa langkah, rantai itu terlepas lagi dari kaki saya. Mereka tercengang dan kemudain memanggil para pendeta mereka. Para pendeta itu bertanya kepada saya : “Apakah engkau punya Ibu?” Saya katakan “Ya”. Mereka lalu berkata : “Doa ibumu telah dikabulkan. Alalh swt. telah membebaskanmu. Kami tak bisa lagimerantaimu.” Kemudian mereka memberi saya makanan dan bekal lalu menyruh seorang pengawal mengatarkan saya sampai ke daerah kaum Muslimin.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar