31.FUTUWWAH
Allah swt. berfirman :“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (Qs. Al-Kahfi :13).
Rasulullah saw. bersabda :“Allah swt. memberikan perhatian kepada seorang hamba selama hamba itu memperhatikan kebutuhan saudaranya yang Muslim.”(Hr. Thabrani, riwayat dari Abu Hurairah dan Zaid bin Tsabit).Menurut Syeikh ad-Daqqaq : “Futuwwah pada prinsipnya adalah kepedulian secara terus menerus yang dilakukans eorang hamba kepada orang lain.”Syeikh berkomentar : “Tidak ada kesempurnaan sifat Futuwwah. Kecuali hanya ada pada diri Rasulullah saw. saja, sebab pada hariKebangkitan semua orang akan mengatakan : “Nafsi.... nafsii... (aku hanya mengurus diriku, aku hanya mengurus diriku), sementara Rasulullah saw. akan mengatakan : “Ummati .... Ummati.... (ummatku ... ummatku...)”Al Junayd mengatakan : “Futuwwah dapat ditemukan di Syam, kefasihan bahasa di Iraq, dan kejujuran di Khurasan.”Al-Fudhail menegaskan : “Futuwwah berarti memafkan kesalahan sesama manusia.”Dikatakan pula : “Futuwwah berarti seseorang tidak menganggapdirinya lebih tinggi dan orang lain.”Abu Bakr al-Warraq menegaskan : “Orang yang bersifat Futuwwah adalah mereka yang tidak punya musuh.”Muhammad bin Ali at-Tirmidzy menjelaskan : “Futuwwah berarti engkau adalah musuh bagi dirimu sendiri, demi Tuhanmu.”Dikatakan : “Manusia yang memiliki sifat Futuwwah tidak akan pernah memusuhi siap pun.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mendengar an-Nashr Abadzy mengatakan : “Ashabul Kahfi (Mereka meninggalkan keluarganya, menuju kepada Tuhannya. Mereka kontra duniawinya, sehingga mereka dipuji karena meninggalkan duniawi demi Allah swt. Karenanya, mereka menentang arus kebiasaan, dan lelapdi gua selama 309 tahun, sama sekali tidak ada perubahan fisiknya). Mereka disebut fityah karena merekaberiman kepada Allah tanpa perantara.”Dikatakan : “Manusia yang futuwwah adalah orang yang menghancurkan berhala, sebab Allahswt. berfirman : “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini, yang bernama Ibrahim: (Qs. Al-Anbiya :60) dan : “Maka Ibrahm membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong (Qs. Al-Anbiya :58). Berhala setiap manusia adalah hawa nafsunya sendiri. Jadi, orang yang melawan hawa nafsunya sendiri adalah orang yang benar-benar futuwwah.Al-Harits al-Muhasiby berkata : “Futuwwah menuntut agar engkau berlaku adil kepada orang lain, tapi juga mau diadili oleh orang lain.”Amr bin Utsman al-Makky mengatakan :”Futuwwah adalah memliki akhlak yang baik.”Ketika al-Junayd ditanya tentang futuwwah, dijawabnya, “Futuwwah artinya engkau tidak membenci orang miskin tapi juga tidak konfontrasi dengan orang kaya.”AN-Nashr Abadzy berkomentar: “Muru’ah merupakan bagian dari futuwwah. Ia berarti berpaling dari dunia dan akhirat, dengan bangga menjauhi kedunya.”Muhammad bin Ali at-Tirmidzi mengatakan : “Futuwwah berarti bahwa ha-hal yang langgeng maupunyang musnah sama saja bagi diri Anda.”Ahmad bin Hanbal ditanya : “Apakah futuwwah itu?” dan beliau menjawab : “Futuwwah artinya meninggalkan apa yang engkau inginkan demi apa yang engkau takuti.”Ditanyakan kepada salah seorang Sufi : “Apakah futuwwah itu?” Ia menjawab : “Futuwwah artinya engkau tidak membedakan makan bersama dengan seorang wali ataukah seorang kafir.”Saya mendengar salah seorangulama mengabarkan : “Sorang Majusi mengundang Ibrahim as. Makan. Ibrahim menjawab : “Aku mau menerima undanganmu dengansatu syarat, yaitu bahwa engkau memeluk Islam.” Mendengar jawaban demikian, si orang Majusi itu lalu pergi. Kemudian Allah swt. menurunkan wahyu kepada Ibrahim : “Selama lima puluh tahun Kami telahmemberinya makan sekalipun ia kafir. Apa salahnya jika engkau meneriema seporsi makanan darinya tanpa menuntutnya mengganti agama? Ibrahimm lalu mengejar si orang Majusi itu sampai tersusul, lalu minta maaf kepadanya. Ketika si Majusi bertanya kepadanya mengapa meminta maaf, Ibrahim menceritakan kepadanya apa yang telah terjadi, dan orang Majusi itu pun akhirnya msuk Islam.Al-Junayd mengatakan : “Futuwwah artinya menahan diri dari menyakiti hati orang dan menawarkan kemurahan hati.”Sahl bin Abdullah menjelaskan: “Futuwwah artinya mengikuti sunnah.”Dikatakan : “Futuwwah artinya setia dan menjaga ketetapan Allah.”Dikatakan juga : “Futuwwah adalah perbuatan bijak yang engkau lakukan tanpa melihat dirimu dalam perbuatan itu.”Dikatakan : “Futuwwah artinya engkau tidak berpaling manakala seorang yang membutuhkan datang mendekatimu.”Ada yang berpendapat : “Futuwwah artinya engkau tidak menutup diri dari orang yang mencarimu.”Pendapat lain : “Futuwwah artinya engkau tidak menumpuk-numpuk harta kekayaanmu dan tidak mencari-cari alasan (jika diminta).”Dikatakan : “Futuwwah artinya menampakkan nikmat, dan menyembunyikan cobaan.”Yang lain berkata : “Futuwwah artinya bahwa jika engkau mengundang sepuluh orang tamu, maka engkau tidak akan terpengaruhjika yang datang sembilan atau pun sebelas orang.”Dikatakan : “Futuwwah artinya meninggalkan segala bentuk perbedaan.”Ahmad bin Khadhrawaih berkata kepada isterinya : “Aku ingin mengadakan pesta dengan mengundang seorang luntang-lantung yang terkenal di daerahnya dengan sebutan ‘pemimpin orang-orang muda.” Isterinya berkeberatan, ‘Itu tidak benar, mengundang seorang preman muda datang ke rumah.” Ahmad bersikeras. “Keinginanku mesti dilaksanakan!.” Istrinya berkata : “Jika demikian, maka smbelihlah kambing, sapi dan keledai, dan lemparkan saja dagingnya dari pintu orang itu ke pintu rumahmu!.” Ahmad bertanya : “Aku mengerti apa yang engkau maksudkan dengan kambing dan sapi, tapi apa maksudmu dengan menyembelih keledai?” Istrinya menjawab : “Engkau mengundang seorang preman muda ke rumah kita,maka paling tidak, lebih baik engkau membuat pesta bagi anjing-anjing di tempat ini.Dalam suatu kisah diceritakan, pada sebuah perjamuan yang dihadiri oleh beberapa orang Sufi, termsuk seorang Syeikh dari Syiraz. Ketika acara penyimakan (ceramah) dimulai, tamu-tamu tertidur. Syeikh dan Syiraz bertanya kepada tuan rumah : “Mengapa mereka tertidur?” Si tuan rumah menjawab : “Aku tidak tahu. Aku telah ebrtindak cermat dan memastikan semua makanan, kecuali terung.” Keesokan paginya mereka pergi mencari tahu tentang terung itu kepada pedagang sayuran,yang mengatakan kepada meraka : “Aku tidak punya sayuran. Maka aku lalu mencurinya dari kebun si Fulan dan menjualnya.” Merka lalu membawa si pedagang ke pemilik kebun untuk menebus halalnya. Si pemilik kebun berkata dengan heran: “Anda bersussah paya mendatangiku hanya untuk urusan seribu biji terung?” Baiklah, aku hadiahkan kepada pedagang ini kebunku ini, ditambah dua ekor sapi, seekor keledai dan bajak, agar ia tidak perlu mencuri terung lagi.”Dikatakan, bahwa seorang laki-laki menikahi seorang wanita. Sebelum bersetubuh, ia melihat adanya cacar pada tubuh istrinya itu. Laki-laki itu berseru kepada orang banyak : “Mataku terkena penyakit. Aku telah menjadi buta!” Pengantin wanita itu pun lalu dibawa ke rumah suaminya. Setelah dua puluh tahun berselang wanita itu meninggal. Laki-laki itu mendadak membuka matanya. Ketika seseorang bertanya kepadanya apa yang telah terjadi, ia menjelaskan, : “Aku sesungguhnya tidak pernah buta. Aku berpura-pura buta agar istriku tidak merasa malu.” Seseorang berkata kepadanya : “Engkau telah melampaui semua orang dalam hal futuwwah!.”Dzun Nuun al-Mishry mengajarkan : “Orang yang menginginkan perllaku yang utama hendaklah mencontoh para pemikul air dari Baghdad!>” Seseorang bertanya kepadanya : “Bagaimana mereka itu?” Ia menjawab : “Ketika aku dibawa ke hadapan khalifah atastuduhan sebagai zindiq, aku melihat seorang pemikul air yag memakai sorban, berpakaian kain Mesir yang bagus, memebawa kendi-kendi tanahliat yang bagus. Aku berkata kepada seseorang : Ini pasti pelayan minum Sutan!” Ia berkata kepadaku : “Bukan,ini adalah pelayan minum orang banyak>” Aku mengambil sebuah cangkir, minum darinya dan menyuruh sahabt-sahabtku : Berilah ia satu dinar!” Pembawa air itu menolaknya seraya berkata : “Anda adalah seorang tahanan. Bukanlah sikap futuwwah bila menerima sesuatu dari Anda.”Dikatakan oeh sebagian teman-teman kami : “Tidak da tempat dalam futuwwah bagi tindakan mengambil keuntungan dari sahabt sendiri.” IA adalah seorang pemuda bernama Ahmad bin Sahl si pedagang, dan saya membeli sepotong jubah linen darinya. Ia hanya memintaku membayar seharga modal yang dikeluarkannya untuk membeli jubah itu. Saya bertanya kepdanya : “Apakah Anda tidak mau mengambil sedikit keuntungan?” Ia menjawab : “Tentang harga jubah itu, aku mau menerima pembayaran Anda, tapi aku tidak mau membebankan kewajiban apa pun terhadap Anda. Aku tidak akan mengambil keuntungan, sebab tidak ada tepat dalam futuwwah bagi tindakan mengambil keuntungan dari sahabt sendiri.”Dikisahkan, seorang laki-laki yang mengaku futuwwah datang dariNaisabur ke Nasa, dimana seseorangmengundangnya makan bersama sekelompok orang yang memiliki sifat futuwwah. Ketika mereka selesai makan, seorang budak wanita datang untuk menuangkan airguna membasuh tangan mereka. Laki-laki dari Naisabur itu menarik tangannya dan berkata : “Berdasarkan aturan futuwwah, tidaklah diperbolehkan seorang gadis menuangkan air untuk laki-laki.” Tetapi orang lainnya yang hadir di sana berkata, : “Aku telah datang ke sini selama bertahun-tahun tanpa mengetahui apakah laki-laki atau wanita yang menuangkan air untuk membasuh tangan kita?”Manshur al-Maghriby menuturkan : “Seseorang ingin menguji Nuh al-Ayyar an-Naisabury. Ia menjual kepada Nuh seorang budak wanita yang diberi pakaian laki-laki, dengan pernyataan tersirat bahwa budak itu adalah budak laki-laki. Budak itu mempunyai wajahcantik yang bersinar cemerlang. Nuh membelinya dengan perkiraan bahwa budak itu laki-laki. Budak itu tinggal bersamanya selama berbulan-bulan. Seseorang bertanya kepadanya : “Apakah tuanmu tahu bahwa engkau adalah seorang gadis?” Ia menjawab : “Tidak, ia belum pernah menyentuhku, karena mengira bahwa aku laki-laki.”Dikatakan, seorang laki-laki beringas diperintahkan untuk menyerahkan seorang budak laki-lakimiliknya kepada sultan, tapi ia menolak. Ia lalu dihukum dera seribu kali, namun demikian masih tetap menolak menyerahkan budaknya. Malam itu udara sangat dingin dan iaterkena junub. Setelah bangun, ia punsegera mandi dengan air yang sangat dingin. Seseorang mengatakan kepadanya : “Engkau mengambil resiko mati dengan dengan mandi air dingin ini.” Dijawabnya : “Aku malu kepda Alalh swt. karena aku rela menderita seribukali pukulan cambuk demi seorang makhluk, tapi tidak bersedia menahan dinginnya mandi demi Dia.”Sekelompok ahli ahli futuwah pergi mengunjungi seorang laki-laki yang terkenal karena futuwwahnya. Laki-laki itu menyuruh pelayannya membawa tilam makanan. Si pelayan tidak mengerjakan perintahnya, maka orang itu lalu memanggilnya hingga berulang-ulang. Para tamu saling berpandangan seraya berkata : “Ini tidak benar. Dalam aturan futuwwah, seseorang tidak boleh mempekerjakan perintahnya, maka orang itu lalu memanggilnya sekali lagi dan sekali lagi.” Laki-laki itu bertanya kepda pelayannya : “Mengapa begitu lama engkau baru datang membawakan tilam itu?” Si pelayan menjawab : “Ada seekor semut pada tilma itu. Tidaklah patut menurut futuwwah, membentangkan tilam uantuk para tamu yang ahli futuwwah manakala ada semut di atasnnya, sebalikya, tidaklah benar pula mencampakkan semut dari kaintilam itu. Jadi, saya meunggu sampaisemut itu merayap meninggalkan tilam.” Para tamu berkata kepaa pelayan itu : “Engkau telah menunjukkan pemahaman yang tinggi. Orang sepertimu patut dilayani para ahli futuwwah.”Suatu ketika ada seorang jamaah haji yang bermalam di Madinah. Ia mengira kantong berisi uangnya dicuri orang. Ia keluar, melihat Ja’far ash-Shadiq dan memegang tangannya serta bertanya: “Apakah engkau yang mencuri kantongku?” Ja’far bertanya : “Apakah isi kantongmu itu?” Laki-lai itu menjawab : “Uang sebanyak seribu dinar!” Ja’far lalu membawa laki-laki itu ke rumahnya dan memberinya uang seribu dinar. Laki-laki itu kembali ke penginapan dan menemukan pundi-pundi yag dikiranya hilang tadi. Lalu ia pun pergi menemui Ja’far ash-Shadiq dan minta maaf kepdanya serta mengembalikan uangnya. Tapi Ja’farmenolak mengambil uangnya kembali dan berkata : “Aku tidak pernah menuntut kembali barang yang telah aku berikan.” Orang itu bertanya kepda seseorang yang ada di tempat itu : “Siapa laki-laki itu?” Yang daitanya menjawab : “Ja’far ash-Shadiq.”Diriwayatkan bahwa Syaqiq al-Balkhy bertanya kepada Ja’far bin Muhammad (ash-Shadiq) tentang futuwwah. Kata Ja’far balik bertanya: “Apakah pendapatmu?” Syaqiq menjawab : “Futuwwah, jika kita diberi sesuatu, kita bersyukur dan jika tidak diberi, kita bersabar.” Ja’farberkata : “anjing-anjing kita di Madinah juga bersikap begitu.” Syaqiq bertanya : “Wahai cucu Putri Rasulullah, kalau begitu apakah futuwwah itu dalam pandangan Anda?” Ja’far menjawab : “Futuwwahadalah, jika kita diberi sesuatu, kita berikan kepada orang lain, dan jika tidak diberi, kita bersyukur.”Al-Murta’isy mengabarkan : “Kami bersama Abu Hafs menjengukseorang yang sedang sakit, dan kamiberangkat serombongan. Abu Hafs bertanya kepada si sakit : “Apakah engkau ingin sembuh?” Ia menjawab: “Ya, Maka si sakit lalu bangkit dan berjalan bersama kami, demi kami semua lalu jatuh sakit dan dikunjungiorang-orang lain.”
32.FIRASATAllah berfirman :“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda (firasat)” (Qs. Al-Hijr :75).Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan : “Orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda” adalah orang-orang yang mempunyaifirasat.Diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khurdy, bahwa Rasulullah saw. bersabda :“Waspadalah terhadap firasat seorang Mukmin, sebab ia melihat dengan nur Allah swt.” (H.r. Bukhari dan Tirmidzi).Firasat adalah nuansa yang datang meyelusup secara tiba-tiba ke dalam hati, yang menafikan segala sesuatu yang berlawanan dengannya; dengan demikian ia memiliki ketentuan hukum dalam hati. Firasat mempunyai akar kata yang sama dengan kata farisah, yangberarti mangsa binatang buas. Jiwa si hamba tidak dapat menetang firasat, yang merupakan kriteria potensi keimanan. Siapa pun yang lebih kuat imnnya, lebih tajam pula firasatnya.Abu Sa’id al-Kharraz berkomentar : “Seseorang yang melihat dengan cahaya firasat identik melihat dengan cahaya Al-Haq; muatan ilmunya datang dari Al-Haq, tidak bercampur dengan kealpaan ataupun kelalaian. Bahkan, ketentuan Allah mengalir melaui lisan si hamba.”Adapun perkataan al-Kharraz : “Ia melihat dengan cahaya Al-Haq.” Adalah cahaya yang dikhususkan Allah kepadanya.Muhammad al-Wasithy mengatakan : “Firasat terdiri dari cahaya yang cemerlang dalam hati, yang membuat si ahli ma’rifat mampu membawa rahasia-rahasia dari satu alam ghaib lainnya, sedemikian rupa, hingga ia dapat melihat hal-hal dengan cara dimana Allah swt, memperlihatkan kepdanya,hingga ia dapat berbicara melalui sukma budinya..”Diriwayatkan bahwa Abul Hasan ad-Dailamy menuturkan : “Akupergi ke Anthakia karena mendengar keberadaan seorang kulit hitam yangberbicara tentag hal-hal rahasia. Aku tinggal di sana sampai ia turun dari Gunung Lukam. Ia membawa barang-barang halal yang dijualnya. Aku lapar karena sudah dua hari tidak makan. Maka aku lalu bertanya kepadanya; Berapa harganya ini?” Kubuat ia percaya bahwa aku akan membeli barang dagangannya. Ia berkata kepadaku, ‘Duduklah di situ, jika barang-barang ini sudah terjual aku akan memberimu uang yang dengannya engkau dapat membeli makanan!” Maka aku lalu meninggalkannya dan pergi ke pedagang yang lain untuk membuatnya mengira bahwa aku sedang menawar dagangannya. Kemudian aku kembali kepadanya dan berkata : “”Jika engkau bermaksud menjual barang ini, makakatakanlah kepadaku berapa harganya!.” Ia menjawab : “Engkau sudah dua hari kelaparan. Duduklah! Jika barang ini telh terjual, aku akan memberimu uang untuk membeli sesuatu.” Maka ku pun duduk, dan ketika barangnya telah terjual, ia memberiku uang dan pergi meninggalkanku. Aku mengikutinya, dan ia berpaling kepadaku serta berkata : “Jika engkau membutuhkansesuatu, mintalah kepada Allah swt! Tetapi bila hawa nafsumu memperoleh sesuatu dari terpenuhinya kebutuhan itu, maka engkau terhijab dari Allah swt.”Muhammad al-Kattany berkata: “Firasat adalah mukasyafah dalam tahap yakin, dan menyatakan kegaiban. Ia adalah salah satu tahapan keimanan.”Dikatakan bahwa asy-Syafi’y dan Muhammad bin al-Hasan – semoga Allah swt. merahmati mereka – sedang berada di Masjidil Haram ketika seseorang masuk ke Masjid. Muhammad bin al-Hasan berkata : “Aku punya firasat bahwa iaadalah seorang tukang kayu.” Dan asy-Syafi’y berkata : “Aku punya firasat bahwa ia adalah seorang tukang besi.” Ketika mereka bertanyakepada orang itu, ia menjawab, “Dahulu, aku pernah menjadi tukang besi, namun sekarang aku adalah tukang gkayu.”Abu Sa’id al-Kharraz berkata : “Orang gyang mampu menyimpulkan(al-mustanbith) adalah orang yang selalu menaruh perhatian kepada yang gaib. Tiada sesuatu pun yang tersembunyi atau terjaga dari pandangannya. IA adalah orang yangditunjuk dalam firman Allah swt.“......tentulah orang-orang yang mampu menemukan kebenaran akanmengetahui persoalannya.” (Qs. An-Nisa’ :83).”Orang yang membaca firasat, akan mengetahui intuisi dan juga mengetahui apa yang ada di lubuk hati yang dalam dengan cara menyimpulkan dan melalui alamat-alamat. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda (firasat).” (Qs. Al-Hijr :75), yakni bagi orang-orang ma’rifat terhadap tanda-tanda yang diungkapkan Allah mengenai dua kelompok manusia, yaitu wali-wali Allah dan musuh-musuh-Nya.Seseorang yang memiliki firasat, melihat dengan cahaya Allah swt, yang mendaklah kamu menjadi orang-orang gyang mengenal Tuhan (rabbaniyyin)” (Qs. Ali Imran :9), yakni para ulama ahli hikmah yang berakhlak dengan Allah swt. Yang Haq, baik secara ideologis maupun moral. Mereka bebas dari apa yang telah dikatakan orang lain, atau memberi perhatian kepada mereka, atau dipedulikan oleh mereka.Dalam suatu riwayat disebutkan, Abdul Qasim al-Munady sedang menderita sakit. Ia adalh syeikh besar di kalangan syeikh di Naisabur. Maka Abul Hasan al-Busyanjy dan al-Hasan al-Haddad pun pergi menjenguknya. Di tengah jalan mereka membeli sebutir apel setengah dirham dengan menghutang. Ketika mereka telah sampai ke rumahnya, Abul Qasim bertanya : “Kegelapan apa lagi ini?” Mereka lalu pergi ke luar dan saling bertanya, kesalahan apa yang telah mereka lakukan. Mereka berpikir dan kemudian menyimpulkan, barangkali kesalahan itu adalah bahwa mereka belum membayar harga apel itu. Maka mereka pun lalu pergi kepada si penjual buah, membayar apel itu dan kembali ke rumah Abul Qasim. Ketika Abul Qasim melihat mereka, ia berkata : “Aneh sakli. Orang dapat keluar dari kegelapan dengan begitu cepat. Ceritakan kepadaku apa yang telah kalian lakukan!” Ketika mereka telah menceritakan apa yang telah terjadi. Abul Qasim membenarkan, Ya” masing-masing dari kalian berdua mengharapkan yang lain membayar apel itu, tapi malu memintanya. Jadi pembelian apel itutidak tuntas. Alasan pembelian apel itu adalah karena diriku, dan hanya aku saja yang melihat kegelapan itu pada diri kalian berdua.” Sementara Abul Qasim sendiri pun biasa pergi ke pasar setiap hari untuk berjualan. Apabila ia telah memperoleh keuntungan yang cukup baginya .. antara seperenam hingga setengah dirham --- maka ia akan pulang dan kembali pada kesibukan utamanya, yaitu waktu utama dan mewaspadai hatinya.”Al Husain bin Manshur berkata: “Apabila Allah berkehendak untuk melimpahkan rahasia maka, Dia akanmengamanatkan rahasia-rahasia kepada hati, yang kemudian dipahaminya dan dipermaklumkannya.”Ketika salah seorang Sufi ditanya tentang firasat, ia menjawab, “Firaat berarti ada ruh-ruh yang bekeliling di dalam langit dan mengamati makna hakiki dari masalah-masalah gaib. Mereka berbicara tentang rahasia-rahasia penciptaan dengan bahasa nyata, bukan kata-kata yang bersifat speklulasi atau dugaan.”Diceritakan bahwa Zakariya asy-Syikhtany terlibat perselingkuhandengan seorang wanita sebelum ia berTaubat. Suatu ketika setelah menjadi salah seorang murid terkemuka Abu Utsman al-Hiry, ia berdiri di depan gurunya sambil berpikir tentang si wanita itu. Abu Utsman menganggkat dan memandangnya sambil bertanya : “Apakah engkau tidak merasa malu.”Pada awal hubungannya saya dengan Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq -- Semoga Allah merahmatinya -- sebuah majelis pengajian diadakan untuk diri saya di Masjid al-Mutarriz. Suatu ketika saya minta izin untuk pergi selama beberapa waktu ke Nasa, dan beliau mengizinkan. Suatuhari saya berjalan dengan beliau ke tempat pengajiannya, tiba tiba saya berpikir : “Seandainya beliau mau menggatikan saya mengajar di pengajian-pengajianku ketika saya pergi.” Beliau berpaling kepada saya dan berkata : “Aku akan menggantikanmu di pengajian salama engkau pergi.” Saya terus berjalan. Sejenak terlintas dalam pikiran bahwa beliau sakit, dan akan menyushkan jika beliau mengajar dua hari dalam seminggu. Saya inginagar beliau mengurangi kelas dan dan mengajar menjadi sekali (sehari)seminggu> Beliau berpaling kapda saya dan berkata : “Kalau aku tidak dapat menggantikanmu mangajar dua kali seminggu, aku hanya akan melakukannya sekali seminggu.” Selagi saya berjalan terus, sejenak pikiran lain terlintas dalam hati, dan beliau pun berpaling kepada saya dan mengatakan masalahnya sebagaimana yang sedang saya pikirkan.Syah al-Kirmany memiliki firasat sangat tajam dan tidak pernahkeliru. Bilau mengatakan :Firasat akan selalu benar bagi orang yang merendahkan pandangannya dari keinginan hawa nafsu, membiasakanwujud batinnya dari keinginan hawa nafsu, membiasakan wujud batinnya dengan muraqabah yang terus menerus dan lahiriahnya selaras denga Sunnah, dan membiasakan diri makan makanan yang halal saja.”Abul Husain an-Nury ditanya : “Darimana datangnya firasat ahli firasat? Ia menjawab, dengan menyebut firman Allah swt. ini, “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku.” (Qs. Al-Hijr :29). Jadi, bagi orang yang jatah cahayanya lebih besar, maka musyahadahnya lebih kuat, dan penilaian firatsatnya pun lebih dapat dipercaya. Apakah engkau tidak melihat bagaimana ruh ditiupkan ke dalam tubuh Adam menjadi sebab sujudnya para malaikat kepadanya dalam firman-Nya : “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (Qs. Al-Hijr :29).”Pendapat Abul Husain an-Nury ini mengundang kesamaran. Ia menyebutka peniupan ruh oleh Allah swt. ke dalam tubuh Adam bukan untuk mendukng pendapat mereka yang mempercayai qadimnya ruh, bukan pula seperti yang tampak bagiorang-orang berhati lemah. Apa pun yang dibenarkan adalah peniupan ruh, pertemuan dan perpisahan, maka ia juga dapat dikenai pengaruhdan perubahan yang pada gilirannya merupakan sifat-sifat makhluk. Allah swt. menganugerahi orang-orang beriman dengan kemampuan penglihatan batin dan firasat, yang sesungguhnya adalah ma’rifat. Inilah maksa sabda Nabi saw. : “Sebab ia (orang beriman) melihat dengan nur Allah swt.” yaitu dengan pengetahuan dan kearifan. Dia memberikan kepada Mukmin kedudukan yang unik dan berbeda dari semua makhluk lainnya. Penamaan ilmu pengetahuan dan kearifan hati ini bisa disebut dengan “Cahaya-cahaya.” Bukanlah suatu yang bid’ah. Juga, diskripsi cahaya tersebut sebagai “peniupan ruh.”, bukanlah hal yang mengada-ada, yang dimaksudkan adalah penciptaan.Al-Husain bin Manshur mengatakan : “Orang yang mempunyai firasat dapat mengenai sasarannya dengan panah pertama yang dilepasakannya. Ia tidak penah berpaling pada penafsiran, spekulasi,ataupun dugaan.”Dikatakan : “Firasat para murid adalah spekulasi yang menghasilkankeyakinan, dan firasat ahli ma’rifat adalah pembenaran yang melahirkanhakikat.Ahmad bin Ashim al-Anthaky mengajarkan : “Jika engkau bermajelis dengan orang-orang jujur, maka berlaku jujurlah terhadap mereka, sebab mereka adalah mata-mata hati. Mereka masuk ke dalam hatimu dan meninggalkannya tanpa engkau sadari.”Abu Ja’far al-Haddad berkata : “Firasat adalah kilasan pertama intuisi tanpa kontra hati. Jika suatu intuisi datang kemudian dan berlawanan, itu tidak lebih dari kata hawa nafsu.”Diceritakan bahwa Abu Abdullah a-Razy an Naissabury mengabarkan : “Ibnu Anbary memberi pakaian wol untukku. Kulihat asy-Syibly memakai sebuah sorban yagn sangat serasi dengan wolku. Diam-diam aku menginginkanagar dapat memiliki jubah dan sorban itu sekaligus. Ketka asy-Syibly meninggalkan kumpulan pengajiannya, ia berpaling padaku, Aku pun mengikutinya, sebab sudah menjadi kebiasaannya untuk berpaling kepadaku jika menginginkan agar aku ikut dengannya. Ketika ia masuk ke dalam rumahnya, aku mengikutinya. “Lepaskan wol itu” katanya. Aku pun melepaskan wolku, yang kemudian dilipatnya. Setelah itu dilemparkan sorbannya ke atas wolku, disuruhnya orang menyalakan api, lalu dibakarnya wol dan sorban itu.”Abu Hafs an-Naisabury menegaskan : “Adalah keliru bagi siapa pun untuk mengikuti orang yang memiliki firasat. Tetai maksudnya adalah berwaspada kepada orang yang memiliki firasat, sebab Rasulullah saw. telah bersabda. “Waspadalah terhadap firasat orang Mukmmin.” Beliau tidakbersabda : “Gunakanlah firasat kamu sekalian!.” Bagaimana mungkin dibenarkan pengakuan firasat, bagi orang yang berada pada tahap waspada terhadap firasat.?”Abul Abbas bin Masruq menuturkan : “Ketika aku pergi menjenguk seorang tua yang merupakan salah seorang sahabat kami, kutemukan ia tinggal di lingkungan yang kumuh. Aku bertanya kepada diri sendiri, “Bagaimana orang tua ini menolong dirinya?” Si orang tua itu lalu berkata kepadaku : “Wahai Abul Abbas, campakkanlah bisikan kotor itu! Allahmemiliki kebaikan-kebaikan lembut yang tersembunyi.”Az. Zubaidy mengabarkan : “Aku sedang berada di dalam sebuahmasjid di Baghdad bersama sekelompok fakir, sudah berhari-hari kami tidak menerima sesuatu pun. Aku datang kepada al-Khawwas untuk meminta sesuatu. Ketika pandangannya jatuh kepadaku, ia bertanya : “Kebutuhan yang membawamu ke sini, diketahui Allah atau tidak?” Aku menjawab : “Tentu saja Dia mengetahuinya.” Maka al-Khawwas pun memerintahkan : Kalau begitu, jagalah ketenanganmu dan jangan perlihatkan kebutuhanmukepada sesama makhluk! Aku pun pergi, dan tidak alma kemudian kamidiberi makanan yang melebihi kebutuhan kami.”Dikatakan, “Suatu hari Sahl bin Abdullah sedang berada di dalam masjid jami.” Ketika seekor burung merpati jatuh dari angkasa karena panas dan lelah. Sahl berseru : “Syeikh al-Kirmany baru saja wafat atas kehendak Allah swt. Orang-orang yang berada di tempat itu menuliskan ucapannya, dan memangbenarlah apa yang dikatakannya itu.”Dikatakan : “Abu Abdullah at-Targhundy, salah seorang pembesar pada masanya, bepergian ke Thous. Sesampai di kHarwa, ia menyuruh temannya : “Belilah sedikit roti!.” Temannya itu pun membeli rotisecukupnya untuk merek berdua, tetapi Abu Abdullah berkata kepadanya : “Belilah lebih banyak lagi!.” Temannya dengan segera membeli roti lagi sekiranya cukup untuk sepuluh orang, seolah-olah ia sengaja menganggap ucapan Abu Abdullah sebagai isapan jempol semata. Ketika mereka tiba di atas gunung, bertemulah dengan sekelompok orang yang telah diikat oleh kawanan penyamun. Karena sudah agak lama mereka tidak menelan sesuap makanan, orang-orang tersebut pun meminta makanan kepada mereka berdua. Abu Abdullah berkata : “Bentangkanlah tilam untuk mereka!.”Aku berada bersama Syiekh Imam Abu Ali ketika orang-orang yang hadir mulai membicarakan tentang bagaimana Syeikh Abu Abdurrahman as-Sulamy bangit dari tempat duduknya ketika acara penimakan, sebagaimana layaknya para fakir. Syeikh Abu Ali berkata, : “Mengenai erilaku Abu Abdurrahman,apakah diam tidak lebih baik baginya?” Barangkali beliau memerintahkan kepadaku : “Pergilah kepada as-Sulamy! Engkau akan menemukannya sedang duduk di perpustakaannya. Di atas buku-buku itu ada sebuah buku empat persegi yang kecil berwarna merah birisi puisi-puisi karya al-Husain ban Manshur. Ambillah buku itu, tanpa berkata apapun kepadanya dan bawalah kepadaku!” Waktu itu siang hari. Ketika aku pergi kepada as-Sulamy, ia sedang berada di perpustakaannya, dan buku yang disebutkan Abu Ali ada di tempat yagbeliau sebutkan.Ketika aku duduk, Syeikh Abu Abdurrahman as-Sulamy mulai berkata, Suatu ketika ada seseorang yang mencela salah seorang ulama karena perilakunya dalam penyimakan. Orang yang sama ini pada suatu hari terlihat sedang berada sendirian di rumahnya, menari berputar-putar seperti halnya orang yang sedang mengalami keleburan ruhani. Ketika seseorang bertanya akepadanyamengapa ia berlaku demikian, ia menjawab : “Akumenemui sebuah masalah yang membingungkan. Tiba-tiba penyelesaiannya diungkapkan kepadaku. Aku begitu gembira sehingga tidak mampu menguasai diri dan mulai menari berputar-putar.Mereka berkata tentang orang ini : “Seorang dengan kedudukan seperti itu bertindak seperti biasanya.”Ketika kuperhatikan apa yag diperintahkan oleh Syeikh Abu Ali kepadaku dan semuanya dalam keadaan seperti yang beliau gambarkan, maka aku menyadari apa yang dikatakaApa yang harus kulakukan, dalam keadaan terjepit di antara mereka begini?” Aku berpikir-pikir dan memutuskan bahwa tidak ada pandangan lain selain kejujuran.”Syeikh Abu Ali mengabarkan sebuah buku tertentu kepadaku dn menyuruhku mengambilnya tanpa meminta izin kepada Anda. Aku takutkepada Anda. Tapi juga tidak mau menurut Anda. Apa yang harus aku lakukan?”As-Sulamy mengambil jilid keenam dri buku wacana al-Husain dimana terdapat juga sebuah bab karangannya sendiri yang diberi judulAsh-Shayhur fi Naqdid Duhur dan berkata : “Bahwalah ini kepadanya dan katakan : “Saya menelaah buku ini, dan saya menyalin beberapa baris darinya ke dalam tulisan saya.” Maka aku pun pergi dari hadapannya.”AL-Hasan al-Haddad menuturkan : “Aku sedang berada bersama Abul Qasim al-Munady dan sekelompok fakir (Sufi) yang sedang menjadi tamunya ketika ia menyuruhku pergi ke luar dan mencarikan makanan untuk mereka. Aku merasa senang menerima tugas ini, sekalipun Abul Qasim tahu bahwabila aku adalah seorang yang sangat miskin. Aku membawa sebuha keranjang besar dan pergi ke luar.Di jalan menuju ke pasar Sayyar, aku berjumpa dengan seorang syeikh yang berpakaian sangat bagus. Aku mengucapkan salam kepadanya dan berkata : Ada sekelompok sufi yang sedang berkumpul di dekat sini. Mungkin anda punya sesuatu untuk diberikan kepada meraka?” Syeikh itu lalu menyuruh pelayannya membawa keluar persediaan makanannya berupa roti, daging dan angur. Ketika aku kembali ke rumah Aul Qasim al-Munady, ia menghmabur dari dalam rumah sambil berseru kepadaku : “Kembalikan makanan ituke asalnya di mana engkau memperolehnya tadi!”Aku kembali dan meminta maaf kepada syeikh yang memberi makanan itu dan berkata : “Saya tidak menemukan Sufi-sufi itu. Mungkin mereka sudah pergi.” Kukembalikan makanan itu kepadanya dan kuteruskan langkahku pergi ke pasar. Aku berhasil memperoleh sedikit makanan, yang segera ku bawa ke rumah Abul Qasim. Ia menyuruhku masuk ke dalam. Ketika aku menceritakan kepadanya semua yang terjadi, ia berkata : “Ya itulah Ibnu Sayyar, seorang pecinta dunia yang dekat dengan penguasa, Kalau engkau mencari makanan untuk paraSufi, carilah seperti ini, bukan seperti tadi itu.”Abul Husain al-Qarafi mengisahkan : “Aku mengunjungi Abul Khayr at-Tinaty, dan ketika aku berpamitan kepadanya, ia mengantarku sampai ke pintu masjiddan berkata : “Wahai Abul Husain, aku tahu engkau tidak membawa bekal, karenanya bawalah dua butir apel ini!” Kuterima apel itu, kumasukan ke dalam saku, lalu aku berangkat. Tiga hari lamanya aku tidak memperoleh makanan, karena itu kuambil satu apel dan kumakan. Kemudian aku berpikir-pikir mau memakan apel yang kedua, dan kudapati kedua apel itu masih ada dalam kantongku. Aku terus memakan apel-apel itu, dan kedua apel itu ada terus dalam kantongku sampai aku tiba di pintu gerbang kota Mosul.Aku berkata dalam hati : “Kedua apel ini telah merusak kondsitawakkalku kepada Allah, karena keduanya telah menjadi semacam bekal bagiku.” Maka aku terakhir kalinya kuambil kedua apel itu dan melihat sekelilingku. Tiba-tiba kulihatseorang fakir memakai jubah sedangmeratap.” Aku sangat menginginkan apel itu.” Maka kuberikan kedua apel itu kepadanya. Ketika aku merenung masalah apel tersebut, terlintas dalam pikiranku bahwa Syeikh Abu Khayr mungkin telah mengirim keduaapel itu kepada orang ini, dan aku hanya menjadi perantara kebaikannya itu. Kucari orang kafir itu, tapi ia sudah lenyap.Ada seorang pemuda yang belajar kepada Junayd. IA mampu membaca pikiran orang . Al-Junayd diberitahu akan hal ini, dan ia lalu bertanya kepada pemuda itu:Benarkah apa yang dikatakan orang tentang dirimu?” Pemuda itu lalu berkata kepada al-Junayd : “Yakinlah tentang sesuatu.” Al-Junayd menjawab : “Aku telah yakin.” Pemuda itu berkata : “Anda sedang meyakini ini dan itu.” AL-Junayd berkata, “Bukan.” Pemuda itu meminta al-Junayd mengulangi keyakinannya dua kali lagi, dan setiap kali Al-Junayd mengatakan bahwa tebakan si pemuda salah, dansaya yakin akan hati saya.” Al-Junaydmengakui : “Kamu memang benar ketika tiga kali kamu mengatakan apa yang sedang kuyakini, tetapi aku ingin menguji apakah hatimu akan berubah atau tidak.”Ibrahim ar-Raqqy jatuh sakit. Dibawakanlah obat kepadanya dalam sebuah mangkok, yang lalu diminumnya. Kemudia ia berkata : “Sebuah insiden yang besar telah terjadi di kerajaan hari ini. Aku tidak akan makan atau minum sebelum aku tahu insiden apa itu.” Setelah beberapa hari datanglah kabar bahwa al-Qurthuby telah memasuki Mekkah al-Mukarramah pada saat itu, dan ia terbunuh pada perang besar-besaran tersebut.Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a. bahwa ia mengabarkan : “Aku datang kepada Utsman bin Affan r.a. Setelah eku melihat seorang waniat di jalan. Aku telah membayangkan wajahnya yang cantik. Utsman berkata : “Salah seorang di antara kamu telah datang kepadaku hari ini dengan bekas-bekas zina di matanya.” Aku bertanyakepadanya : Apakah mungkin ada wahyu setelah Rasulullah saw. wafat?” Beliau berkata : “Tidak, tapi adan kemampuan mata hati, bukti dan firasat yang benar.”Ahmad al-Kharraz mengatakan: “Aku masuk ke Masjidil Haram di mana aku melihat seorang fakir yangmemakai dua potong jubah, sedang meminta-minta kepada orang gbanyak. Aku berkata dalam hati : “Orang seperti ini merupakan beban bagi orang banyak.” Si fakir itu melihat kepadaku dan berkata : “Ketahuilah bahwa Allah mengetahui semua yang ada di dalam jiwamu, karena itu berhati-hatilah terhadap-Nya.” (Qs. Al-Baqarah : 235). Setelah aku minta maaf kepadanya di dalam hati, lantas ia berkata : “Dan Dia-lah yang menerima Taubat dari hamba-hamba-Nya.” (Qs. Asy-Syuura :25).”Ibrahim al-Khawwas berkata : “Suatu hari ketika aku sedag berada di masjid besar Baghdad, ada sekelompok fakir di sana. Tiba-tiba,seorang pemuda gagah perkasa dengan keharumannya yang menyebar di samping juga sanat ramah serta tampan rupawan datangkepada kami sambil tersenyum. Aku berkata kepada sahabt-sahabtku : “Pikirankau mengatakan bahwa anakmuda ini seorang Yahudi.” Mereka semua tidak setuju dengan ucapankuitu. Aku keluar dan begi juga pemudaitu. Kemudian ia kembali kepada mereka dan bertanya : “Apa yang dikatakan syeikh itu tentang diriku?” Mereka semua merasa malu untuk mengatakan kepadanya, tetapi pemuda itu terus mendesak hingga akhirnya mereka mengungkapkan. : “Ia mengatakan bahwa engkau seorang Yahudi.” Setelah itu anak muda itu datang kepadaku, membungkuk di hdapanku, dan berikrar masuk Islam.”Ketika seseorang bertanya tentang perbuatannya tadi, ia berkata, “Kami membaca dalam kitab suci kami bahwa firasat orang-orang yang jujur tidak pernah keliru.” Lalu aku berkata : “Sebenarnya, aku menguji orang-orang Islam. Aku mencari-cari di antara mereka dan memutuskan, jika da seorang kyang jujur di antara mereka, maka ia adalah seorang Sufi, sebab para Sufi berbicara dengan firman Alalh swt. Aku menyembunyikan identitasku dan mengelabui mereka. Ketika Syeikh ini mengetahui siapa diriku sebenarnya dengan firasatnya, maka tahulah aku bahwa ia adalah penegak kebenaran yang jujur.” Dan pemuda ini kemudian menjadi salah seorang Sufi besar.”Ahmad al-Jurairy bertanya : “Adakah di antara kalian yang tahu apabila Alalh berkehendak membuat peristiwa besar di kerajaan memberitahunya, sebelum kejadian itu terjadi?” Kami menjawab : “Tidak”. Ia berkata : “Menangislah kamu sekalian karena adaya hati yang belum pernah menemukan sesuatu dari Allah swt!.”Abu Musa ad-Dailamy mengatakan : “Ketika aku bertanya kepada Abdurrahman bin Yahya tentang tawakkal, ia menjelaskan, Tawakkal berarti bahwa jika engkau memasukan tanganmu sebatas pergelangan tangan ke dalam mulut ular, engkau tidak merasa takut kepada apa-pun selain Allah swt. Kemudian aku pergi kepaa Abu Yaziduntuk bertanya kepadanya tentang tawakkal. Aku mengetk pintu rumahnya, dan dari balik pintu ia menjawab : “Apakah kata-kata Abdurrahman tidak cukup untukmu?”Aku meminta : “Bukakan pintu!.” Ia menjawab : “Engkau tidak datang untuk mengunjungiku, dan jawabannya sudah ada di balik pintu.” Pintu pun tidak dibukakan untuk-ku. Aku lalu pergi dan menunggu hingga satu tahun lamanya. Kemudian aku ingin pergi kepadanya lagi dan ia berkata. “Selamat datang. Sekarang engkau datang kepadaku sebagai tamu. “ Aku tinggal bersamanya selama sebulan, dan tidak ada bisikan hatiku yang tertuang, melainkan ia selalu mengatakannya kepadaku. Ketika mengucapkan selamat berpisah kepadaku, aku meminta kepadanya : “Berikanlah sepatah kata lagi yang bermanfaat!” Ia berkata : Ibuku mengatakan kepdaku bahwa ketika ia mengundang aku, setip kali ada makanan halal yang disuguhkan kepadanya, maka tangannya dapat mengambil makanan itu, tetapi jika ada sesduatu yang syubhat di dalamnya, tangannya tidak mau diulurkan.”Ibrahim al-Khawwas mengabarkan: “Aku pergi ke padang pasir, di mana kau mengalami banyak cobaan. Ketika tiba di Mekkah, aku menemukan keajaiban. Secara tidak terduga ada seorang tua berseru kepdaku : “Wahai Ibrahim, aku ada bersamamu ketika engkau di padang pasir, tetapi aku tidak berbicara kepadamukarena takut kalau-kalau aku menggangu keadaan batinmu. Sekarang, keluarlah waswas dari dirimu!.”Diakbarkan bahwa meskipun a-Furghani al-Murghinany pergi setiap tahun menunaikan ibadat haji, melewati Naisabur tanpa singgah ke kediaman Abu Utsman al-Hiry. Ia menjelaskan : “Suatu ketika aku pergimenjenguknya dan memberi salam kepadanya, tetapi ia tidak membalas salamku. Aku bertanya kepadanya : “Seorang Muslim datang menemui seorang Muslim lainya dan mengucapkan salam, namun tidak memperoleh balasan? Abu Utsman menjawab, “Apaakah seperti itu, seseorang yang gmelakukan ibadat haji, meninggalkan ibunya dan tidak memperlakukannya dengan penuh horamt? Mendengar ucapannya itu, aku kembali ke Furghanah dan tinggal di sana menemani ibuku hingga akhir hayat beliau. Kemudian aku pergi menemui Abu Utsman, danketika masuk ke rumahnya, ia menerimaku dan menyuruhku duduk.” Setelah itu, al-Furghani tinggal bersamanya terus menerus. Ia meminta agar ditugaskan merawat piaraannya, yang menjadi pekerjaannya sampai Abu Utsman wafat.”Khayr an-Nassaj berkata : “Suatu hari aku sedang duduk-duduk di rumahku ketika instinkku mengatakan bahwa al-Junayd sedang berada di depan pintu. Tapi aku mengingkari instinkku itu. Untuk kedua dan ketiga kalinya instinkku itumuncul lagi, hingga akhirnya aku berjalan ke arah pintu, dan benarlah ia ada di sana. Al-Junayd bertanya : “Mengapa engkau tidak datang pada instink yang pertama?”Muhammad ibnul Husain al-Bisthamy mengabarkan : “Ketika aku pergi menjenguk Abu Utsman al-Maghriby, aku berkata dalam hati : “Barangkali ia menginginkan sesuatudariku.” Abu Utsman berkata : “Manusia tidak cukup puas bahwa aku menerima pemberian mereka. Sehingga mereka menambah permintaanku pada diri mereka,”Salah seorang fakir menuturkan : “Aku sedang berada di Baghdad. Terketuk olehku bahwa al-Murta’isy akan datang kepadaku dengan membawa uang limabelas dirham hingga aku dapat membeli kantong makanan, tali dan sandal yang dapat kupergunakan untuk pergi ke padang pasir. Tba-tiba kudengar pintu diketuk orang. Aku membukanya, dan kulihat al-Murtha’isy berdiri di sana, membawa sebuah pundi-pundi kain. Ia memerintahkan “Ambillah ini” Aku berkata : “Wahai syeikh, aku tidak menginginkannya.” Ia bertanya, Lantas mengapa engkau mengganggu aku? Berapa uang yangengkau inginkan? Aku menjawab : “Limabelas dirham.” Ia berkata : “Inilah uang itu, lima belas dirham.”Salah seorang Sufi berpendapat mengenai firman Allah swt. “ Dan apakah orang-orang yang sudah mati kemudian ia Kami hidupkan?” (Qs. Al-An’am :122), dimaksudkan adalah mati hatinya. Kemudian Allah menghidupkannya melalui cahaya firasat, dalam hati itu pula ditampakkan cahaya musyahadah, yang tentu tidaklah sama dengan orang yang berjalan dalam keadaan alpa dengan kealpaannya.Dikatakan : “Firasat seseorang benar, berarti ia telah naik ke tahapanmusyahadah.”Abul Abbas Ahmad bin Masruqberkata : “Seorang yang cukup tua datang kepada kami. IA berbicara tentang tasawuf secara menawan, dan instinknya sanat bagus. Ia menyuruh kami, dalam suatu ucapannya : “Katakanlah kepadaku apa yang ada dalam benak kalian!.” Pikiranku mengatakan bahwa ia adalah seorang Yahudi. Pikiran itu seakan-akan merupakan peringatan yang mendesak, maka aku pun mengungkapkannya kepada al-Jurairy. Ungkapanku itu membuat perasaannya tertekan, tetapi aku menegaskan : “Aku tidak punya pilihan lain, kecuali mengatakannya kepada orang ini.” Maka aku pun berkata kepadanya : “Engkau menyuru kami mengatakan kepadamu apa pun yang ada dalam pikiran kami. Pikiranku mengatakan baha engkau adalah seorang Yahudi.” Sesaat ia menundukkan kepala, lalu mengangkatnya, dan mengaku : “Engkau benar, dan aku sekarang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” Ia menjelaskan: “Aku telah mencoba menempuh jalan semua agama, dan aku berkata dalam hati L “Jika berada dengan suatu kaum, diantaranya memiliki suatu kebenaran, maka kebenaran aan bersamamnya. Maka aku lalu bergaul dengan kalian untuk menguji kalian. Ternyata kalian berada dalam kebenaran. “ Ia kemudian menjadi Muslim yagn sangat baik.Diriwayatkan oleh al-Junayd bahwa as-Sary suka mendorong al-Junayd agar berceramah kepada orang banyak. Al-Junayd berkata, : “Aku merasa takut berbicara di depan mereka? Pada suatu malam jum’at aku bermimpi bertemu dengan Nabi saw. Beliau memerintahkan kepadaku “Berkhutbahlah kepada orang banyak!” Aku terbangun, lalu pergi ke rumah as-Sary sebelum subuh, dan mengetuk pint rumahnya. Ia bertanya: “Engkau tidak percaya kepadaku, hingga Nabi sendiri yang mengatakannya kepadamu?” Pagi itual-Junayd duduk di depan orang banyak di masjid, dan tesebarlah kabar bahwa al-Junayd sedang berceramah. Seorang pemuda Nasrani yang menyamar datang kepada al-Junayd dan bertanya : “Katakanlah kepadaku, wahai syeikh, apa makna perkataan Rasulullah : “Waspadalah terhadap firasat orang Mukmin, karena ia melihat dengan cahaya Alalh swt?” LA- Junayd mendundukkan kepalanya, kemudianmenganggkatnya dan berkata “Masuklah ke dalam Islam. Saat keislamanmu telah tiba.” Si Pemuda Nasrani itu pun masuk Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar