19.YAKIN
Allah swt. berfirman :“.... Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitabyang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Qs. Al-Baqarah:4).
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, bahwa Rasulullah swt. telah bersabda :Janganlah engkau berusaha menyenangkan hati siapa pun dengan cara membuat murka Allah, dan janganlah memuji siapa pun ataskeutamaan Allah yang diberikan, janganlah mencari kepada siapa pun atas anugerah yang tidak diberikan Allah swt. kepadamu, sebab rezeki Allah tidaklah dibawakan kepadamu oleh kerakusan orang yang rakus, tidak pula bisa ditolak darimu oleh kebencian orang yang membencimu.Dengan keadilan-Nya, Allah swt, telahmenempatkan ketenangan dan kesenangan hati itu dalam rasa ridha dan yakin, dan menempatkan penderitaan serta kesedihan itu dalam keraguan dan marah.”(Hr. Thabrani, Ibnu Hibban dan Baihaqi).Abu Abdullah al-Anthaky berkata : “Keyakinan minimal adalah bahwa manakala ia memasuki hati, maka ia memenuhinya dengan cahaya dan mengusir setiap keraguan dari dalamnya; dan dengan yakin, hati menjadi penuh rasa syukurdan takut kepada Allah swt.”Ja’far al-Haddad menuturkan : “Abu Turab an-Nakhsyaby melihatku ketika aku berada di pdang pasir, duduk didekat sebuah mata air. Aku sudah enambelas hari lamanya tidak makaengapa engkau duduk di sini?” Aku menjawab : “Aku terombang-ambing di antara ilmu dan yakin, menunggu mana yang akan menang agar aku dapat bertindak sesuai dengannya. Jika ilmu menguasai diriku, aku akan minum; jika keyakinan yang akan menang, aku akan terus berjalan.” Ia berkata kepadaku : “Engkau akan mendapatkan suatu derajat.”Abu Utsman al-Hiry menjelaskan : “Keyakinan adalah tidak adanya kepedulian terhadap hari esok.”Sahl bin Abdullah menjelaskan: “Keyakinan datang dari tambahan iman dan realisasinya.” Dikatakannyapula : “Keyakinan adalah cabang iman dan yakin itu berada di bawah penegasan kebenaran iman (tashdiq).Salah seorang Sufi mengatakan : “Keyakinan adalah pengetahuan yang dipercayakan pada hati.” Ia mengisyaratkan perkataan ini, bahwa keyakinan bukanlah sesuatu yang diperoleh dengan usaha (muktasab).Sahl menjelaskan : “Permulaankeyakinan adalah mukasyafah.” Karena itu salah seorang kaum salaf mengatakan : “Jika tabir terungkap, maka hal itu tidaklah akan menambah keyakinanku.” Kemudian beralih ke pembuktian dan penyaksian (musyahadah).Abu Abdullah bin Khafif menegaskan : “Keyakinan adalah pemastian oleh rahasia hati melalui hukum-hukum kegaiban.”Abu Bakr bin Thahir mengatakann : “Ilmu datang melalui penentangan terhadap keraguan, tetapi dalam keyakinan tidak ada keraguan sama sekali.” Dengan demikian ia mempertentangkan ilmu yang diperoleh melalui usaha, dengan apa yang diperoleh melalui ilham. Jadi pengetahuan seorang Sufi pada awalnya bersifat usaha, dan pada akhirnya bersifat langsung.Saya mendengar Muhammad Ibnul Husain menceritakan, bahwa salah seorang Sufi mengatakan : “Maqam pertama aalah ma’rifat, kemudian keyakinan, lalu pembenaran, disusul ikhlas, dan kemudian penyaksian (musyahadah) danya Tuhan, lalu taat. Istilah iman, mencakup keseluruhan istilah-istilah tersebut.”Orang yang mengucapkan kata-kata ini menunjukkan bahwa halpertama yang diperlukan adalah ma’rifat Allah swt. yang tidak dapat ddiperoleh, kecuali dengan memenuhi persyaratannya. Persyaratan tersebut adalah wawasan yang benar. Kemudian manakala bukti-bukti datang susul-menyusul dan menghasilkan bukti, orang tersebut terlimpahi silih bergantinya cahaya batiniah, bebas dari semua kebutuhan untuk merenungkan bukti-bukti; itulah keadaan yakin, Mengenai pembenranAl-Haq (tashidiqul haq), hal iini berhubungan dengan apa yang diinformasikan-Nya kepada seseorang dengan penuh perhatian terhadap panggilan-Nya, berkenaan dengan apa yang diinformasikan-Nyakepada seseorang mengenai af’al-Nya pada tahap awalnya. Sebab tashdiq, sifatnya informatif, sedangkan ikhlas memiliki akibat dalam pelaksanaan berbagai perintah. Setelah itu, pengungkapan tanggap si hamba dengan penuh musyahadah yang indah, setelah itu menyusul pelaksanan tindakan-tindakan kepatuhan, dengan dasar perintah tauhid, sekaligus menghindari yang terlarang dalam tauhid. Dalam konteks tersebut Imam Abu Bakr bin Furak menyinggung pengertian ini ketika saya mendengar beliau mengatakan: Dzikir dengan lisan adalah luapan yang meliputi dari kalbu.”Sahl bin Abdullah berkomentar: “Adalah haram bagi hati untuk mencium bau keyakinan yang di dalamnya masih ada kepuasan terhadap yang selain Allah swt.”Dzun Nuun al-Mushry berkata : “Keyakinan menyeru orang untuk membatasi keinginan duniawi, dan pembatasan ini menyeru pada zuhud, dan zuhud mewariskan kebijaksanaan, dan kebijaksanaan mewariskan kemampuan untuk memandang akibat-akibatnya.” Ia juga mengatakan : “Ada tiga tanda keyakianan : Mengurangi bergaul dengan manusia; Mengurangi pujian kepaa mereka saat memperoleh hadiah; dan menghindari perbuatan mencari-cari kesalahan mereka, jika mereka tidak memberi (hadiah). Selanjutnya ada tiga tanda keyakinanatas keyakinan (yaqinul yaqin), Melihat kepada Allah swt, dalam segala sesuatu, kembali kepada-Nya dalam setiap persoalan, dan berpaling dengan-Nya untuk memohon bantuan dalam segala hal.”Al-Junayd mengatakan : “Keyakinan adalah tetapnya ilmu di dalam hati, ia tidak berbalik, tidak berpindah dan tidak berubah.”Ibnu Atha’ mengatakan : “Sebatas derajat dimana mereka mencapai takwa kepada Allah swt, sebtas itu pula mereka akan memperoleh keyakinan.” Tandasan takwa kepada Allah adalah penentangan terhadap perkara yang haram, dan menentang perkara yang haram identik dengan menentang dirisendiri. Jadi, sejauh derajat pemisahan mereka dari diri sendiri, sejauh itulah batas yang mereka capai dalam hal keyakinan.”Salah seorang Sufi mengatakan : “Keyakinan adalah mukasyafah, dan mukasyafah dengan tiga cara : Mukasyafah yang bersifat informatif; mukasyafah penampilan qudrat, dan mukasyafah hati terhadap hakikat iman.”Ketahuilah bahwa dalam bahasa Sufi, muksyafah dari segi pengungkapan sesuatu ke dalam hati, manakala hati dikuasai oleh dzikir kepada-Nya tanpa adanya keraguan sedikit pun. Terkadang istilah Kasyf yang mereka maksud adalah sesuatu yang mirip dengan apa yang dilihat dalam kondisi antaratidur dan bangun. Seringkali mereka menyebut keadaan ini dengan sebutan sabaat.Imam Abu Bakr bin Furak meriwayatkan : “Aku bertanya kepada Abu Utsman al-Maghriby : “Apakah ini, yang Anda telah mengatakan itu?” Ia menjawab : “Akumelihat orang-orang tertentu seperti ini dan seperti itu.” Lalu aku bertanya: “Anda melihat mereka dengan wujud nyata Anda atau dengan penyingkapan (mukasyafah)?” Ia menjawab : “Dengan mukasyafah.”Amir bin Abdul Qays menjelaskan : “Seandainya tabir (kebenaran) disingkapkan, nsicaya hal itu tidak akan menambah keyakinanku.”Dikatakan : “Keyakinan adalah penglihatan langsung yang dihasilkan oleh kekuatan iman.” Dikapatakan pula : “Keyakinan adalahmusnahnya tindak-tindak perlawanan.”Al Junayd menegaskan : “Keyakinan adalah berhentinya keraguan dalam penyaksian Yang Gaib.”Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkaa mengenai sabda Rasulullah saw. tentang Isa bin Maryam as. “Seandainya ia bertambah dalam hal keyakinan, nisacaya ia akan dapat berjalan di udara.”Syeikh menjelaskan bahwa denga ucpannya itu Nabi saw. merujuk kepada keadaan beliau padamalam Mi’raj, sebab berkaitan dengan misteri-misteri Mi’raj itulah beliau mengatakan : “Kulihat buraq tinggal di belakang sedang aku terus berjalan.”Al-Junayd mengabarkan bahwaketika as-Sary ditanya tentang keyakinan, ia menjawab : “Keyakinan adalah ketenangan hatimu yang tidaktergoyahkan ketika pikiran-pikiran bergerak menembus dadamu dikarenakan keyakinanmu bahwa gerakan apa pun yang engkau lakukan tidak akan mendatangkan manfaat bagimu ataupun menolak darimu apa yang telah ditetapkan (Allah).”Ali bin Sahal berkata : “Berada di dalam hadirat Allah swt. (Hudhur) lebih diutamakan daripada keyakinan. Karena hudhur bersifat menetap, sedangkan yakin bersifat bisikan.” Dengan ucapan ini seakan-akan Ali bin Sahl menempatkan keyakinan di awal kebenaran hudhur, dan menjadikan hudhur sebagai kelanjutan dari keyakinan. Ini seakan-akan ia memandang mungkin dicapainya keyakinan terlepas dari keadaan hudhur, tapi situasi sebaliknya adalah tidak mungkin. Karena itu an-Nury berkata : “Keyakinan adalah musyahadah.” Maksudnya, bahwa dalam musyahadah ada keyakinan dan tiada keraguan di dalamnya, sebab musyahadah menafikan kepercayaanyang tidak kokoh.Abu Bakr al-Warraq berkomentar : “Keyakinan adalah landasan hati, dan iman disempurnakan?” Ia menjawab : “Wahai orang yang lemah keyakinan, apakah Dia yang mampu memeliharalangit dan bumi tidak mampu menyampaikan aku ke Mekkah tanpabergantung bekal?” Ibrahim selanjutnya menuturkan : “Ketika aku tiba di Mekkah, kulihat pemuda itu sedang melakukan thawaf sambil berkata :Wahai mata yang senantiasa menangis,Wahai jiwa kematian yang begitu berduka,Janganlau engkau cintai seiapapunSelain Dia Yang Maha Agung, Tempat Bergantung.Dan ketika ia meliahtku, ia pun bertanya : “Wahai orang tua, apakah setelah ini engkau masih berada dalam kelemahan keyakinanmu?”Ishaq an-Nahrajury berkata : “Jika seorang ghamba menyempurnakan pengertian batiniahnya tentang yakin, maka cobaan akan menjadi nikmat baginya, dan kenyamanan menjadi malapetaka.”Abu Bakr al Warraq berkata : “Ada tiga aspek keyakinan : Keyakinan informatif; keyakinan akanbukti (dalalat) dan keyakinan musyahadah.”Abu Thurab an-Naksyaby menuturkan : Ketika aku melihat seorang pemuda berjala di apdang pasir tanpa bekal, aku berkata dalam hati : “Jika ia tidak punya keyakinan, niscaya akan binasa.” Aku bertanya kepadanya : “Wahai anak muda, apakah engkau berada di tempat seperti ini tanpa peerbekalan?” Ia menjawab : “Wahai orang tua, angkatlah kepalamu. Apakah engkau melihat sesuatu selain Allah swt.?” Aku pun berkata kepadanya : “Sekarang pergilah ke mana engkau mau?”Abu Sa’id al-Kharraz menjelaskan : “Ilmu adalah apa yang membuatmu mampu untuk bertindak, dan keyakinan adalah apa yang mendorongmu bertindak.”Ibrahim al-Khawwas berkomentar : “Pernah aku berupaya mencari nafkah yang memungkinkanaku memperoleh makan yang halal. Aku menjadi nelayan. Pada suatu hari seekor ikan berenang memasuki jaringku, dan aku mengambilnya lalu meleparkan kembali jalaku ke air. Kemudain masuklah ikan lain ke dalamnya, dan sekali lagi aKemudainterdengar sebuah suara gaib berseru: “Apakah engkau tidak bisa mencari penghidupan selain dengan cara menangkap mereka yang berdzikir kepada Kami, kemudian membunuhnya?” Mendengar itu, aku lalu merobek-robek jalaku dan berhenti mencari ikan.”
20.SABARAllah swt. berfirman :“Bersabarlah, dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah.” (Qs. An-Nahl:217).Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Aisyah menuturkan hadis berikut ini dari Rasulullah saw. Yang bersabda :“Sabar (yang sebenarnya) itu adalah pada saat mengahadapi cobaan yang pertama.” (H.r. Bukhari, Tirmidzi dan Nasa’i).Kemudian sabar dibagi dalam beberapa macam : Sabar terhadap apa yang diupayakan, dan sabar terhadap apa yang tanpa diupayakan.Mengenai sabar dengan upaya, terbagi menjadi dua : Sabar dalam menjalankan perintah Allah dan sabar dalam menjauhi larangan-Nya. Mengenai sabar terhadap hal-hal yang tidak melalui upaya dari si hamba, maka kesabarannya adalah dalam menjalankan ketentuan Allah yang menimbulkan kesukaran baginya.AL-Junayd menegaskan : “Perjalanan dari dunia ke akhirat adalah mudah bagi orang beriman, tetapi hijrahnya dari sisi Allah swt. adalah sulit. Dan perjalanan dari diri sendiri menuju Allah swt. adalah sulit. Dan perjalanan dari diri sendiri menuju Allah swt. adalah sangat sulit, tetapi yang lebih sulit lagi adalah bersabar bersama Allah swt.”Ketika ditanya tentang sabar, al-Junayd menjawab : “Sabar adalah meneguk kepahitan tanpa wajah cemberut.”Ali bin Abu Thalib r.a. mengatakan : “Hubungan antara sabar dengan iman aalah seperti hubungan antara kepala dengan badan.”Abu Qasim al-Hakim menjelaskan : “Firman Allah swt. “Dan bersabarlah, adalah perintah untuk beribadat, dan firman-Nya, “Dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah.” (Qs. an-Nahl :127) adalah untuk ubudiyah. Barangsiapa naik dari derajat “bagi-Mu” menuju derajat“dengan-Mu” maka ia telah beralih dari derajat ibadah ke ubudiyah. Rasulullah saw. bersabda :“Dengan Mu aku hidup dan dengan-Mu aku mati.”Abu sulaiman tentag sabar , dan ia mengatakan : “Demi Allah, Kita tidak dapat bersabar dengan apa yang kita sukai, jadi bagaimana pula halnya dengan apa yang tidak kita sukai?”Dzun Nuun berkata : “Sabar adalah menjauhi pelanggaran dan tetap bersikap rela sementara merasakan sakitnya penderitaan, dansabar juga menampakkan kekayaan ketika ditimpa kemiskinan di lapangan kehidupan.”Ibnu Atha’ berkata : “Sabar adalah tetap tabah dalam malapetaka dengan perilaku adab.” Dikatakan : “Sabar adalah fana’ jiwa dalam cobaan, tanpa keluhan.”Abu Utsman berkomentar : “Orang yang paling sabar adalah yang terbiasa dalam kesengsaraan yang menimpa dirinya.” Dikatakan : “Sabar adalah menjalani cobaan dengan sikap yang sama seperti menghadapi kenikmatan.”Abu Utsman juga berkata : “Pahala paling besar bagi ibadat adalah pahala utuk kesabaran. Tidak ada pahala lain yang melebihinya. Allah swt. berjanji : “Dan sesungghnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (Qs. An-Nahl :96).Amru bin Utsman mengatakan: “Sabar adalah berlaku teguh terhadap Allah swt, dan menerima cobaan-cobaan-Nya dengan sikap lapang dada dan tenang.”Al-Khawwas menjelaskan : “Sabar adalah menetapi ketentuan-ketentuan Kitabullah dan Sunnah Rasul.”Yahya bin Mu’adz mengatakan: “Sabar para pecinta adalah lebih besar daripada sabar orang zuhud. Betapa mengagumkan, bagaimana mereka bersabar?”Mereka telah menyenandungkan :Kesabaran begitu indah di mana saja,Kecuali kepadamu,Sabarmu tidaklah indah.Ruwaym berkata : “Sabar adalah meninggalkan keluh kesah.”Dzun Nuun berkata : “Sabar adalah meminta pertolongan kepadaAllah swt.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Sabar adalah seperti namanya.” Syeikh Abu Abdurrahman melantunkan syair kepada saya, dari Abu Bakr ar-Razy, dari syair Ibnu Atha’ :Aku akan bersabar untuk ridha-Mu,Sedang rindu menghancurkan diriku.Cukuplah bagiku bahwa Engkau ridha.Meskipun diriku hancur karena sabarku.Abu Abdullah bin Khafif mengatakan : “Sabar ada tiga macam : Sabar orang yang berjuang untuk bersabar (mutashabbir), sabar orang yagn sabar (shabir) dan sabarnya orang yang sangat bersabar )Shabbar).”Ali bin Abu Thalib r.a. berkata : “Sabar adalah gunung yang tak pernah terguling.”Ali bin Abdullah al-bashry menuturkan : “Seorang laki-laki datang kepada as-Syibly dan bertanya : “Sabar macam manakah yang tersulit bagi orang bersabar?” Iamenjawab : “Yaitu sabar terhadap Allah swt. Tetapi orang itu menyanggah : “Bukan!” Asy-Syibly menyarankan : “Sabar untuk Allah.” Orang itu menyanggah lagi : Bukan!” Asy-Syibly menjawab : “Sabar bersama Allah.” Sekali lagi orang itu menyanggah : “Bukan!” Asy-Syibly bertanya : “Lantas, sabar yang mana?” Orang itu menjawab : “Sabar berjauhan dengan Allah.” Mendengar jawaban itu asy-Syibly berteriak sedemikian rupa sehingga nyaris ruhnya melayang.”Abu Muhammad Ahmad al—Jurairy menjelaskan : “Sabar tidaklah membedakan keadaan bahagia atau menderita, disertai dengan ketenteraman pikiran dalam keduanya. Bersikap sabar adalah mengalami kedamaian ketika menerima cobaan, meskipun denganadanya kesadaran akan beban penderitaan.”Salah seorang Sufi menyenandungkan :Aku bersabar dan aku belum melihat kehendak-Mu atas sabarkuDan kusembunyikan petaka yang Kau kenakanPada diriku, di tempat sabar.Takut bahwa hatiku akan mengeluh tentag deritaku.Sampai air mataku mengalir, penuh rahasiaDan aku tak tahu.Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkomentar : “Orang yang sabar akan mencapai derajat yang tinggi didunia dan di akhirat, sebab mereka telah mendapat derajat kesertaan di sisi Allah swt. sebagaimana firman-Nya : “Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar.” (Qs. Al-Nafal :46). Dikatakan mengenai arti firman Allah swt. : “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan kaitkanlah (dirimu kepada Allah)>” (Qs. Ali Imran : 200). Bahwa sabar (shabr) adalah berada di bawah tahap berteguh hati dalam kesabaran (mushaabarah) dan dibawah tahap mengaitkan diri kepada Allah (muraabathah).” Dikatakan juga : “Bersabarlah’ dengan dirimu dalam taat kepada Alalh swt. Berteguhlah dalam kesabaran’ dengan hatimu dalam menghadapi cobaan-cobaan yang berkaitan dengan Allah swt. dan “kaitkanlah’ jiwamu terhadap kerinduan kepada Allah swt. Juga dikatakan : “”Bersabarlah” kepada Alalh, ‘berteguhlah dalam kesabaran’ dengan Allah, dan ‘kaitkanlah’ jiwamu dengan Allah.”Dikatakan bahwa Allah swt. mewahyukan kepada Daud as. : “Berakhlaklah dengan Akhlak-Ku. Di antaranya adalah bahwa Aku adalah Yang Maha Penyabar.”Dikatakan : “Seraplah kesabaran. Jika ia membunuhmu, engkau akan mati sebagai syahid. Jika ia menghidupimu, maka engkau akan hidup sebagai seorang yang mulia.”Dikatakan juga : “Kesabaran untuk Allah adalah kesukaran, sabar dengan Allah adalah baqa’, sabar jauh di dalam Allah adalah cobaan, dan sabar jauh dari Allah adalah sangat hampa.”Para Sufi bersyair :Kesabaran berjauhan dengan-Mu tercela akibatnya,Namun terpujilah segala kesabaran yang lain.Mereka juga membacakan :Bagaimana sabar, orang yang lepas dari-KuLaksana utara dan selatanKetika orang-orang bermain-main di segala halAku melihat cinta bermain dengan orang-orang itu.Dikatakan : “Sabar dalam mencari pemenuhan hidup adalah tanda kemenangan, dan sabar dalamkesukaran adalah tanda keselamatan.”Dikatakan : “Bersikap teguh dalam kesabaran adalah sabar dalam bersabar, sampai kesabaran tenggelam dalam kesabaran dan kesabaran berputus asa dari kesabaran, sebagaimana dikatakan syair :Sabar orang yang sabar hinggakesabaran memintaPertolongan kepadanyaSang pecinta berseru kepada kesabaran :Sabarlah!.”Suatu ketika Syibly sedang ditahan di rumah sakit jiwa, dan sekelompok orang daang menjenguknya. Ia bertanya : Siapakah kalian?” Mereka amenjawab : “Kami adalah sahabat-sahabat tercintamu yang datang untuk mengunjungimu.” Maka syibly lalu mulai melempari mereka denganbatu hingga mereka pun berlarian. Ia berteriak, : “Wahai para pendusta, jika kalian memang sahabt-sahabatku, niscaya kalian akan sabarketika aku uji.”Dalam suatu riwayat disebutkan : “Demi penglihatan-Ku, apa yang dipukul oleh mereka yang memikul beban demi Aku, adalah dalam penglihatan-Ku.”Allah swt. berfirman :“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kamu.” (Qs. Ath-Thuur :48).Salah seorang Sufi mengabarkan : “Aku sedang berada di Mekkah – semoga Allah swt. menjaganya – dan kulihat seorang fakir sedang melakukan thawaf. Ia mengeluarkan selembar kertas dari saku bajunya, melihatnya, kemudian meneruskan thawafnya. Hari berikutnya kulihat ia melakukan hal yang sama. Aku memperhatikannya selama beberapa hari, dan ia terus berbuat demikian. Lalu pada suatu hari ia berjalan mengelilingi Ka’bah, melihat kertas itu, mundur beberapa langkah, kemudian jatuh dan mati. Aku mengambil kertas yang ada di sakunya, dan dilamnya tertulis : “Dan bersabarlah menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami.”Sebagian Sufi berkata : “Aku masuk ke negeri India dan aku melihat seorang pemuda bermata satu, yang dijuluki orang “Si Fulan yang Sabar.” Ketika aku bertanya tentangnya, orang mengatakan kepadaku, : “Semasa muda, seorang sahabtnya berangkat untuk bepergian jauh. Ketika sahabtnya itu berpamitan, meneteslah air mata dari salah satu kelopak matanya, namun kelopak matanya yang sebelah lagi tidak. Ia katakan kepadabola matanya yang tidak menangis itu : “Mengapa engkau tidak menangis ata keberangkatan sahabatku?” Engkau kularang melihat dunia ini!” Lalu ditutupnya matanya itu, dan selama enampuluh tahun belum pernah dibukanya.”Dikatakan tentang firman Allah swt. : “Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.” (Qs. Al-Ma’arij :5), bahwa : Sabar yang baik” itu adalah sabar yang mencegah diketahuinya korban yang terkena penderitaan.Umar bin Khtahthab r.a. berkata : “Seandainya kesabaran dansyukur itu adalah dua ekor unta, bagiku akan sama saja mana yang akan kukendarai.”Ketika terkena cobaan, Ibnu Syabramah – semoga Allah swt. merahmatinya – biasa mengatakan : “Semua ini hanyalah awan.” Dan cobaan itu akan berlalu.”Ketika Rasulullah ditanya tentang iman, beliau menjelaskan :“(Iman) adalah keteguhan hati dalam bersabar dan bersikap murah hati.” (H.r. Abu Ya’la dan Baihaqi).As-Sary ditanya tentang sabar, dan ia mulai berbicara. Lalu seekor kalajengking merayap ke kakinya danmenyengatnya beberapa kali, namun ia sama sekali tidak bergeming. Seseorang bertanya kepadanya : “Mengapa engkau tidak mencampakkannya?” Ia menjawab : “Aku malu kepada Allah swt. untuk berbicara tentang sabar sedang aku sendiri tidak sabar.”Dalam sebuah Hadits dikatakan : “Orang-orang miskin yangsabar akan bersama di majelis Allah swt. di hari Kebangkitan.”Allah swt. mewahyukan kepadasalah seorang Nabi-Nya : “Aku menurunkan cobaan kepada hamba-Ku, lalu ia berdoa kepada-Ku. Tetapi aku menangguhkan doanya dan ia mengeluh kepada-Ku. Maka Aku lalu bertanya : “Wahai hambaku, bagaimana Aku mengasihimu dari suatu yang dengannya Aku mengasihimu?”Ibnu “Uyaynah berkomentar megeai arti firman Allah swt. : “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.” (Qs. As-Sajdah: 24). Bahwa artinya adalah : “Karena mereka memahami kepedulian pokok persoalan, maka kami angkat mereka sebagai pemimpin.”Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Kondisibersabar adalah jika engkau tidak berkeberatan terhadap apa yang telah ditetapkan (takdir), sedangkan menampakkan cobaan tanpa mengeluh, maka hal ini tidaklah menghilangkan sabar. Allah swt. berfirman dalam kisah Nabi Ayyub as, : “Sesungguhnya Kami dapati ia seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya ia senantiasa berpaling (kepada Kami).” (Qs. Shaad :44). Allah memfirmankan ini meskipun Ayyub berkata : “Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit.” (Qs. Al-Anbiya : 83).” Dan saya mendengar beliau mengatakan : “Allah menyebutkan ucapan Ayyub ini agar ucapan tersebut menjadi jalan ke luar bagi orang-orang yang lemah di antara ummat ini.”Salah seorang Sufi mengatakan, Allah swt. berfirman : “Sesungguhnya Kami dapati ia seorang yang sabar (shabir).” Dia tidak berfirman : “yang paling sabar (hsabur).” Sebab Ayyub tidaklah sabar sepanjang waktu. Sebaliknya, terkadang beliau merasa senang terhadap cobaan yang menimmpa dirinya dan mendapati cobaan tersebut menyenangkan. Pada saat menyenangi cobaan tersebut, beliau bukanlah orang yang sabar; karena itu Allah tidak menyebutnya, “yang paling sabar.”Syeikh Abu ali ad-Daqqaq menegaskan : “Hakikat sabar adalah jika si hamba keluar dari cobaan dalam keadaan seperti ketika memasukinya, sebagaimana dikatakan oleh Ayyub as. Pada akhir cobaan yang menimpa diri beliau. “Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua yang menyayangi.” Ayyub memperlihatkan sikap berbicara yang layak dengan ucapannya : “Dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua yag menyayangi.” Tetapi beliau tidak berkata secara jelas, dengan kata-kata : “Limpahkanlah kasih sayang-Mu kepadaku.”Sabar ada dua macam : Sabar para ahli ibadat (abidin) dan sabar para pecinta (muhibbin). Mengenai sabar para ahli ibadat, adalah lebih baik jika sabar macam ini dipelihara. Mengenai sabar para pecinta, sebaiknya ditinggalkan. Tentang makna kata-kata ini, para Sufi membacakan syair berikut :Di Hari perpisahan, bahwa keputusannyaUntuk bersabar adalah satu di antara duaSangkaan-sangkaan dan dustaMengeni arti syair ini, saya telah mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan : “Ya’kub as. Telah menyiapkan dirinya untuk bersabar. Karenanya, beliau lalu mengatakan : “Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Artinya : “Sikapku adalah bersabar dengan sabar yang baik.” Namun belum sampai malam tiba, beliau sudah mengatakan : “Aduhai duka citaku terhadap Yunus.” (Qs. Yusuf :84).
21.MURAQABAHAllah swt. berfirman :“Dan Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.” (Qs. Al-Ahzab :52).Diriwayatkan dalam suatu Hadits, bahwa malaikat Jibril datang kepada Rasulullah saw. dalam rupa sebagai seorang manusia. Ia bertanya :“Wahai Muhammmad, apakah iman itu?” Beliau menjawab : “Iman adalah bahwa engkau percaya kepada Allah swt. para Malaikat-Nya,kitab-kitab-Nya, utusan-utusan-Nya, dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit.” Jibril berkata : “Engkau benar.” Jariri (perawai Hadits ini) berkata : “Kami semua heran atas penegasannya terhadap kebenaran jawaban Nabi, sedangkan Jibril sendiri yang bertanya. Kemudian Jibril bertanya lagi : “Katakanlah kepadaku, apakah Islam itu?” Nabi saw. menjawab : “Islam yaitu hendaknya engkau menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan melaksanakan Ibadat Haji ke Baitullah.” Jibril berkata : “Engkau benar”. Keudian ia bertanya lagi : “Katakanlah kepadaku, apakah ihsan itu?” Nabi menjawab : “Ihsan yaitu hendaknya engkau menyembah Allahseolah-olah engkau melihat-Nya, (namun) jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Jibril berkata : “Engkau benar.” (Hr. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa’i).Syeikh Ali ad-Daqqaq berkomentar, bahwa sabda Nabi saw. “Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Merupakan petunjuk mengenai keadaan mawas diriepatnya ia dalamkesadaran ini merupakan muraqabahkepada Allah swt, dan inilah sumber kebaikan baginya. Ia hanya akan sampai kepada muraqabah ini setelah sepenuhnya melakukan perhitungan dengan dirinya sendiri mengenai apa yang telah terjadi di masa lampau, memperbaiki keadaannya di masa kini, tetapi berteguh di jalan yang benar, memperbaiki hubungannya dengan Allah swt. dengan sepenuh hati, menjaga diri agar setiap saat senantiasa ingat kepada Allah swt. taat kepada-Nya dalam segala kondisi. Baru setelah ia mengetahui keadaan-keadaannya. Dia melihat perbuatannya, dan Dia mendengar perkataannya. Orang yang alpa akan semua hal ini, ia akan jatuh dari titik awal wushul, lalu bagaimana ia akan mencapai taqarub?”Al-Jurairy berkata : “Orang yang belum mengukuhkan rasa takwa dan muraqabah dirinya kepada Allah swt. tidak akan mencapai mukasyafah dan musyahadah.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq – semoga Allah merahmatinya --- berkata : “Suatu ketika ada seorang raja mempunyai seorang menteri yang mendampingi di hadapannya. Sang menteri berpaling kepada salahseorang pelayan yang hadir, bukan karena curiga, tapi karena merasa adanya bisik-bisik di antara pelayang itu. Kebetulan sang raja juga sedang memperhatikan menterinya itu. Sangmenteri khawatir bila sang raja akan mengira ia melihat kepada para pelayan itu karena curiga. Karena itu, sang menteri tetap mengarahkan pandangannya kepada mereka. Sejakhari itu sang menteri selalu datang kepada raja dengan mata memandang ke satu sisi. Inilah mawas diri seorang manusia terhadap sessamanya; maka bagaimana pula halnya mawas diri hamba terhadap Tuhannya?”Saya mendengar sorang fakir mengabarkan : “Ada seorang raja mempunyai seorang pelayan yang mendapat perhatian lebih dari pelayan lainnya. Tidak seorang pun di antara mereka yang lebih berhargaatau lebih tampan dari pelayan yang satu itu. Sang raja ditanya tentang hal ini, maka ia lalu ingin menjelaskan kepada mereka kelebihan pelayan tersebut dari pelayan lainnya dalam pengabdian. Suatu hari ia sedang menunggu kudabersama para pengiringnya. Di kejauhan tampak sebuah gunung bersalju. Sang Raja menatap ke arah salju itu dan membungkukkan kepala. Si pelayan lalu memacu kudanya. Orang-orang tidak tau mengapa si pelayan memacu kudanya. Tidak lama kemudian ia kembali dengan membawa sidikit salju. Sang raja bertanya kepadanya :“Bagaimana engkau tau bahwa aku menginginkan salju?” Si pelayan menjawab : “Karena paduka menatapnya terus, dan seorang raja hanya melihat sessuatu jika mempunyai niat yang benar.” Maka sang raja lalu berkata : “Aku memberinya anugerah dan kehormatan khusus, karena bagi setiap orang ada pekerjaanya sendiri,dan pekerjannya adalah mengamati pandangan mataku dan memperhatikan keadaanku.”Salah seorang Sufi berkomentar : “Orang yang muraqabah kepada Allah dalam benaknya, niscaya Allah swt. akan menjaga anggota badannya.”Ketika Abu Husain bin Hind ditanya : “Kapankah seorang hamba mengusir domba-dombanya ari padang kebinasaan dengan tongkat panjangnya?” Ia menjawab : “Manakala ia tau bahwa seseorang sedang memperhatikannya.”Ketika Ibnu Umar r.a. sedang berada dalam perjalanan ia melihat seorang anak laki-laki sedang mengembalakan kambing. Ibnu Umar bertanya kepadanya : “Maukah engkau menjual seekor kambingmu kepadaku?” Si anak menjawab : “Kambing-kambing ini bukan milikku.” Ibnu Umar berkata : “Katakan saja kepada pemiliknya bahwa seekor serigala telah melarikannya.” Si anak berkata : “Lantas di mana Allah?” Setelah kejadian itu, untuk beberapa waktu lamanya Ibnu Umar selalu mengatakan : “Budak itu berkata : :Di mana Allah?”Al-Junayd berkata : “Barangsiapa mewujudan muraqabah, hanyalah takut akan hilangnya bagian dari Allah swt. tidakyang lain.”Salah seorang syeikh mempunyai beberapa murid, dan ia lebih menyukai salah seorang muridnya dn memberinya perhatian lebih daripada murid-murid yang lain.Ketika ditanya tentang hal itu, ia menjawab : “Aku akan menunjukkan kepaamu mengapa aku bersikap demikian terhadapnya.” Lalu diberikannya kepada setiap orang muridnya seekor burung dan memerintahkan kepada mereka : “Sembelihah burung-burung itu di suatu tempat di mana tidak seorang pun akan melihatnya!.” Mereka semua lalu berangkat, kemudian masing-masing kembali dengan burung sembelihannya. Tetapi murid kesayangannya itu kembali dengan membawa burung pemberian sang Syeikh yang masih dalam keadaan hidup. Ketika Syeikh bertanya : “Mengapa engkau tidak menyembelihnya?” Si murid menjawab : “Tuan memerintahkan saya untuk menyembelih burung ini di tempat yang tidak dilihat oleh siapa pun, dan saya tidak bisa menemukan tempat seperti itu.” Mendengar jawaban muridnya itu sang Syeikh lalu berkata kepada murid-murid yang lain : “Inilah sebabnya mengapa aku lebih memberikan perhatian kepadanya.”Dzun Nuun al-Mishry mengatakan : “Tanda muraqabah adalah memilih apa yang di pilih olehAllah swt. menganggap besar apa yang dipandang besar oleh-Nya dan menganggap remeh apa yang di pandang-Nya remeh.”Ibrahim an-Nashr abadzy menegaskan : “Harapan (raja’) mendorongmu untuk taat, takut (khauf) menghindarkanmu dari maksiat; dan muraqabah diri membawamu kepada jalan kebenaran hakiki.”Ketika ditanyakan kepada Ja’far bin Nashr mengenai muraqabah, ia berkata kepada saya : “Muraqabah adalah menjaga diri terhadap sirri dikarenakan adanya kesadaran akan pengawan Allah swt.terhadap setiap bisikan.”Al Jurairy menjelaskan : “Jalan kita didbangun atas dua bagian yaitu hendaknya engkau memaksa jiwamuuntuk muraqabah terhadap Allah swt.dan hendaknya ilmu tampak dalam perilaku lahiriahmu.”Abdullah al-Murta’isy berkomentar : “ Muraqabah adalah menjaga diti atas batin sendiri dikarenakan kesadaran akan Yang Ghaib dalam setiap pandangan dan ucaparn.”Ketika Ibnu Atha’ ditanya : “Amal ibadat apakah yang paling baik?” Ia menjawab : “Muraqabah terhadap Allah swt di setiap waktu.”Ibrahim al-Khawwas berkata : “Kemawasan diri menghasilkan muraqabah; muraqabah menghasilkan ketulusan bagin dan lahir, semata kepada Allah swt.”Abu Utsman al-Maghriby menegaskan : “Disiplin paling utama pada diri manusia dalam menempuh tharikat ini adalah instropeksi dan muraqabah, sedang aplikasinya dengan ilmu.”Abu Utsman menuturkan : “AbuHafs mengatakan kepadaku, : “Manakala engkau duduk mengajar orang gbanyak, jadilah seorang penasihat kepada hati dan jiwamu sendiri dan jangan biarkan dirimu tertipu oleh berkumpulnya mereka di sekelilingmu, sebab mereka hanya memperhatikan wujud lahiriahmu, sedangkan Allah swt. memperhatikan wujud batinmu.”Abu Sa’id al-Kharraz mengabarkan : “Salah seorang syeikh mengatakan kepadaku : “Engkau harus mengawasi batinmu dan bermawas diri terhadap Allah. Suaut ketika aku sedang bepergian melalui padang pasir, dan tiba-tiba aku mendengar suara keras yang menakutkan di belakangku. Aku inginmenoleh tapi, hatl itu tak kulakukan. Lalu aku melihat sesuatu jatuh ke atas pundakku, dan aku menoleh, sedang aku menjaga batinku, lantas aku menoleh dan kulihat seekor binatang buas yang besar.”Muhammad al-Wasithy berkata: “Amal ibadat terbaik adalah menjaga waktu. Artinya, si hamba tidak melihat ke luar batas dirinya, tidak memikirkan sesuatu pun selain Tuhannya, dan tidak menyertakan diridengan sesuatu pun selain waktunya.”
22.RIDHAAllah swt. berfirman :“Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.” (Qs. Al-maidah : 119; Al-Bayyinah :8).Jabir r.a. mengabarkan bahwa Rasulullah saw. bersabda :“Para Penghuni surga akan berada di dalam sebuah majelis ketika suatu cahaya dari pintu gerbang surga menyinari mereka, Mereka akan mengangkat kepala dan Allah swt. akan memandang mereka dan berfirman : “Wahai penghuni surga, mintalah kepada-Ku apa yang kalian inginkan!.” Mereka akan menjawab : “Kami mohon agar Engkau ridha kepada kami.” Allah swt. menjawab : “Keridhaan-Ku telah membawa kalian ke rumah-Ku, dan Aku telah memberi kalian kemuliaan-Ku. Ini adalah saat yang tepat, maka bermohonlah kepada-Ku!” Mereka menjawab : “Kami memohon tambahan selain ini.”Selanjutnya Rasul saw. bersabda : “Kemudian mereka akan dibawakan kednaraan istimewa dari mutu manikam, kendalinya dari zamrud hijau an manikam merah. Mereka menaikinya, dan kendaraan itu akan melesat cepet melebihi kecepatan peglihatan mata. Lalu Allah swt. memerintahkan buah-buahan yang lezat serta bidadari supaya dibawa kepada mereka, dan para bidadari itu akan berkata: “Kami adalah penghibur kenikmatan yang gemulai, dan kami tidak akan menjadi layu. Kami abadi dan tidak akan mati – jodoh bagi kaum beriman yang mulia.” Selanjutnya Allah akan memerintahkan agar didatangkan minyak misik putih yang harus semerbak, dan mereka akan berputarberkeliling dibawa angin yang disebut “al-Mutsirah” sampai akhirnya mereka di bawa ke Surga “Adn, yang merupakan pusat surga. Para malaikat akan menyerukan : “Wahai Tuhan kami, mereka telah datang .” Allah swt. berfirman : “Selamat datang orang-orang yang benar, selamat datang orang-orang yang taat!.”Lalu Rasulullah saw. bersabda :“Maka tabir pun akan disingkapkan bagi mereka. Mereka akan memandang kepada Allah swt. dan mereka akan menikmati Cahaya Yang Maha Pegasih hingga mereka tidak akan melihat satu sama lain. Kemudian Allah swt. memerintahkan: “Kembalikan mereka ke istana-istana mereka dengan hadiah.”Rasulullah saw. menlanjutkan : “Mereka akan dibawa kembali ke tempat tinggal mereka dan mereka akan dapat saling pandang lagi.” LaluRasulullah saw. menjelaskan : “Itulahyang dimaksud dengan firman Allah swt.” Sebagai hadiah dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Futhshilat : 32).” (H.r. Ibnu an-Najjar dan al-Bazzar).Ulama Irak dan Khurasan berbeda pendapat mengenai ridha. Apakah ia termasuk keadaan ruhani (ahwah) ataukah maqam? Ulama Khurasan mengatakan : “Ridha adalah salah satu maqam, sebagai puncak dari tawakkal kepada Allah swt. Ini berarti bahwa ridha dapat dicapai oleh si hamba dengan upayanya sendiri.” Sedang ulama Iraq mengatakan : “Ridha adalah ssalah satu ahwal, bukan sesuatu yang diperoleh dengan upaya si hamba. Ridha adalah sesuatu yang memasuki hati, seperti halnya haal-haal yang lain.” Sebuah kompromi antara dua pandangan ini dapat diajukan, dengan pernyataan demikian : “Awal ridha adalah sesuatu yang dicapai oleh si hamba dan merupakan maqam, meskipun pada akhirnya ridha merupakan kondisi ruhani (haal) dan bukan sesuatu yang diperoleh dengan upaya.”Banyak orang berbicara tentang ridha, masing-masing mengungkapkan keadaan dan konsumsi ruhaninya. Maka ungkapanpendapat mereka berbeda-beda, sebagaimmana berbedanya pengalaman meneguk ruhani dan bagian masing-masing.Sementara syarat ilmu, maka menjadi keharusan. Orang yang ridhadengan Allah swt. adalah orang yang sama sekali tidak menentang takdir-Nya.Syeikh Abu ali ad-Daqqaq mengatakan : “Ridha bukanlah bahwa engkau tidak mengalami cobaan, ridha hanyalah bahwa engkau tidak berkeberatan terhadap hukum dan qadha Allah swt.”Ketahuilah, kewajiban bagi hamba adalah rela terhadap ketentuan Alalh swt. yang telah diperintahkan agar ia ridha dengannya. Sebab tidaklah setiap ketentuan itu mengharuskan ia ridha, atau boleh ridha dengan qadha tersebut, misalnya kemakssiatan danbanyaknya fitnah yang menimpa kaum muslimin.Para syeikh berkomentar : “Keridhaan adalah gerbang Allah swt.yang terbesar.” Maksud mereka adalah, bahwa barangsiapa mendapat kehormatan dengan ridha,berarti ia telah disambut dengan sambutan paling sempurna, dan dihormati dengan penghormatan tertinggi.”Abdul ahid bin Zaid menjelaskan : “Keridhaan adalah gerbang Allah yang teragung dan surga dunia.”Ketahuilah bahwa si hamba tidak akan mendekati derajat ridha kecuali Allah swt. ridha terhadapnya, sebab Allah swt. telah berfirman : “Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun rela kepada-Nya.” (Qs. Al-Maidah :119).Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturan : “Seorang murid bertanyakepada gurunya : “Apakah si hamba mengetahui jika Allah ridha kepadanya?” Sang guru menjawab : “Tidak, bagaimana dapat mengetahuinya, sedang ridha-Nya gaib?” Si murid berkata : “Sungguh iatahu hal ini! Jika aku mendapati hatiku ridha kepada Alalh swt. maka aku tahu bahwa Dia ridha kepadaku.” Maka sang guru lalu berkata : “Sungguh baik sekali ucapanmu itu, anak muda.”Ketika Musa as. Berdoa : “Ilahi, bimbinglah aku kepada amal yang mendatangkan keridhaan-Mu.” Allah swt. menjawab : “Engkau tidak akan mampu melakukannya.” Musa bersujud dan terus memohon. Maka Allah swt. lalu mewahyukan kepadanya : “Wahai putra Imran, keridhaan-Ku ada pada keridhaanmu menerima ketetapan-Ku.”Abu Abdurrahman ad-Darany mengatakan : “Jika si hamba membebaskan dirinya dari ingatan terhadap hawa nafsu, maka ia akan mencapai ridha.”An-Nashr Abadzy menegaskan: “Barangsiapa ingin mencapai derajat kerelaan, hendaklah berpegang teguh apa-apa yang paanya Allah telah menempatkan keridhaan-Nya.”Abu Abdullah bin Khafif menjelaskan : “Ada dua macam ridha; ridha dengan Allah swt. dan ridha terhadap apa yang datang dari-Nya. Ridha dengan Alalh swt. berarti bahwa si hamba rela terhadap-Nya sebagai Pengatur. Dan ridha terhadap apa yang datang dari-Nya berkaitan dengan apa yang telah ditetapkan-Nya.”Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Jalan sang pengembara ruhani (salikin) itu lebih panjang, dan itulah jalan olah ruhani. Jalan kaum terpilih (khawwash) lebh singkat, tapi lebih sulit dan menuntut agar engkau bertindak sesuai dengan keridhaan dan juga ridha dengan takdir.”Riwaym mengatakan : “Keridhaan adalah jika Allah meletakkan neraka Jahanam di tangan kanannya, maka ia tidak akan meminta agar Dia memindahkannya ke tangan kirinya.”Abu Bakr bin Thahir berkomentar : “Keridhaan adalah menghilangkan kesedihan dari hati hingga tidak sesuatu pun yang tinggal selain kebahagiaan dan kegembiraan.”Al-Wasithy mengajarkan : “Manfaatkanlah keridhaan sebesar-besarnya, dan jangan biarkan ia memanfaatkan dirimu, agar kemanisan dan wawasannya tidak menabirimu dari kebenran batin yangmenyangkut penglihatanmu.”Ketahuilah bahwa kata-kta al-Wasithy tersebut sangat penting. Di dalamnya terdapat peringatan yang tersirat bagi ummat, sebab ridha terhadap keadaan ruhani belaka merupakan tabir yang gmenabiri Si Pemberi derajat keadaan ruhani. Jika seseorng menemukan kesenangan dalam ridha dan mengalami nikmatnya ridha dalam hatinya, maka ia telah tertabiri oleh keadaannya sendiri darimusyahadah kebenran batin. Al-Wasithy juga mengingatkan, : “Waspadalah terhadap perasaan nikmat karena amal ibadat, sebab ituadalah racun yang membawa maut.”Ibnu Khafifi berkta : “Ridha adalah tenangnya hati dengan ketetapan Alalh swt. dan keserassianhati dengan apa yang menjadikan Allah swt. ridha dan dengan apa yangdipilih-Nya.”Ketika Rabi’ah al-Adawiyah ditanya : “Bilakah seorang hamba dipandang ridha?” Ia menjawab : “Apabila baginya penderitaan sama menggembirakannya dengan anugerah nikmat.”Diceritakan bahwa asy-Syibly menegaskan di hdapan al-Junayd : “Tidak da daya dan kekuatan selain dengan Alalh, (la haula wa laa quwwata illa billah)” dan al-Junayd mengatakan kepadanya : “Ucapanmuitu merupakan ungkapan dada yang sempit, dan dada sempit (sedih) karena meninggalkan ridha pada ketentuan-Nya.” Asy-Syibly lalu terdiam.Abu Sulaiman ad-Darany mengatakan : “Ridha adalah jika engkau tidak meminta surga kepada Alalh swt. atau berlindung kepada-Nya dari neraka.Dzun Nuun al-Mishry menjelaskan : Ada tiga tanda ridha, tidak punya pilihan sebelumm diputuskannya keteapan (Allah), tidak merasakan kepahitan setelah diputuskannya ketetapan, dan tetap merasakan gairah cinta ditengah-tengah cobaan.”Dikatakan kepada al-Husain putra Ali bin Abu Thalib r.a. : “Abu Dzar mengatakan : “Kemiskinan lebihkucintai daripada kekayaan, dan sakitlebih kucintai daripada kesehatan.” Al-Husain menjawab : “Semoga Allahmengasihi Abu Dzar. Kalau aku sendiri berpendapat, Orang yang menruh pilihan baik Allah swt. baginya, tidak akan berkeinginan selaind ari apa yang telah dipilihkan Allah swt. baginya.”Al-Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan kepada Bisyr al-Hafi : “Ridha adalah lebih baik daripada hidup zuhud di dunia ini, sebab orangyang rela tidak pernah berkeinginan akan sesuatu di luar keadaannya.”Ketika Abu Utsman ditanya tentang sabda Nabi saw. : “Aku memohon kepada-Mu ridha setelah diputuskannya ketetapan-Mu.” Dijelaskannya, : “Ini karena ridha sebelum diputuskannya ketetapan Allah, berarti adanya niat kuat untuk ridha, tetapi ridha setelah diputuskannya ketetapan adalah ridha itu sendiri.”Abu Sulaiman berkata : “Seandainya aku ingin mengetahui sebagian kecil saja tentang ridha. Sekali pun itu akan menyebabkan aku masuk ke neraka, aku akan menjadi orang yang ridha.”Abu Umar ad-Dimasyqi mengatakan : “Ridha adalah hilangnya kesedihan terhadap perintah yang manapun.”Al-Junayd berkata : “Ridha berarti meniadakan pilihan.”Ibnu Atha menegaskan : “Ridhaadalah mengarahkan perhatian hati pada berlalunya qadha bagi si hamba, yaitu meninggalkan ketidak senangan terhdapnya.”Ruwaym berkata : “Ridha, tenangnya hati dalam menjalani ketetapan (Allah).”An-Nury mengatakan : “Ridha adalah senangnya hati atas pahitnya nasib.”Al-Jurairy mengatakan : “Barangsiapa ridha tanpa batas, Allahswt. akan mengangkat derajatnya di luar batas.”Abu Turab an-Nakhsyaby menjelaskan : “Siapa pun tidak akan pernah mendapatkan ridha manakaladalam hatinya ada seberat biji sawi dunia.”Diriwayatkan oleh al-Abbas bin Abdul Muthalib, bahwa Rasulullah saw. menjelaskan : “Orang yang ridhaAllah sebagai Tuhannya, akan merasakan nikmatnya iman.” (Hr. Muslim, Tirmidzi dan Ahmad).Diceritakan bahwa Umar bin Khaththab menulis surat kepada AbuMusa al-Asy’ary, “Amma ba’du”... bahwa segala kebaikan terletak di dalam keridhaan. Maka jika engkau mampu, jadilah orang yang ridha, jikatidak mampu jadilah orang yang sabar.Dalam sebuah kisah disebutkan bahwa Utbah al-Ghulam biasa menghabiskan malam-malamnya hingga pagi dengan berucap : “Jika Engkau menghukumku, aku akan mencintai-Mu, dan jika Engkau mengasihi aku, aku pun tetap mencintamu.”Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan : “Manusia dibuat dari lempung, dan lempung itu tiada bernilai untuk menentang keputusan Allah swt.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “ Seorang laki-laki mrah kepada salah seorang budaknya, maka si budak lalu minta bantuan seorang laki-laki lainnya untuk menjadi penengah. Ketika tuannya telah memaffkannya, si budak lalu menangis, dan si penengah bertanya: “Mengapa engkau menangis, sedangkan tuanmu telah memaafkanmu?” si tuan berkata kepadanya : “Ia menginginkan ridhaku, dan tidak ada jalan lagi baginya untuk memperolehnya. Karena itu ia menangis.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar