23.UBUDIYAH
Allah swt. berfiman :“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan.” (Qs. Al-Hijr :99).
Diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khurdry dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda :“Ada tujuh golonga manusia yag akan dinaungi Allah swt. dalam naungan-Nya pada hari ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya : Imam yang adil; pemuda yang bersemangat dalam ibadat kepada Allah swt; seseorang yang hatinya berkait dengan masjid sejak saat ia keluar hingga kembali (ke masjid); dan dua orang yang saling mencintai karena Allah, yang bertemu dan berpisah karena Allah, seseorang yang mengingat Allah swt. hingga airmatanya mengalir; serta seseorang yang digoda seorang wanita baik dancantik, lantas menjawab dengan ucapan : “Aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam; dan seseorangyang bersedekah dengan diam-diam hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kanannya.” (H.r. Bukhari – Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i).Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Ubudiyah adalah lebihsempurna daripada ibadat. Karena itu, pertama-tama adalah ibadat. Laluubudiyah, dan akhirnya abudah.” Ibadat adalah amalan kaum awam; Ubudiyah adalah amalam kaum terpilih (khawwash); dan Abudah adalah amalan kaum yang sangat terpilih (khawwashul khawwash).” Beliau juga mengatakan : “Ibadat adalah untuk orang yang memiliki ilmu yaqin, ubudiyah untuk orang yang memiliki ‘ainul yaqin, dan abudah untuk orang yang memiliki haqqul yaqin.” Beliau juga berkomentar : “Ibadat adalah untuk orang yang sedang berrjuang keras (mujahadah), ubudiyah untuk orang yang sangat tahan menanggung kesukaran (mukabidat) dan abudah adalah sifat ahli musyahadah. Jadi, orang yang tidak mengeluh kepada Allah, jiwanya berada dalam keadaanibadat, dan siapa yang tidak bakhil jiwanya dialah pemilik ubudiyah, dan siapa yang tidak bakhil ruhnya, dialahpemilik abudah.”Dikatakan : “Ubudiyah adalah menegakkan tindak-tindak ketaatan yang sejati, dengan khusyu’, memandang diri dengan mata yang terbatas, dan menydari bahwa amal-amal kebajikan hanya dapat terlaksana berkat ketentuan takdir.”Dikatakan pula : “Ubudiyah berarti meninggalkan ikhtiar sendiri ketika menghadapi takdir ilahi.”Dikaakan pula : “Ubudiyah adalah mengosongkan diri dari keyakinan akan kekuatan dan kemampuan diri sendiri dan mengakui kekayaan serta anugerah yang diberikan-Nya kepadamu.”Juga dikatakan : “Ubudiyah adalah menyambut apa pun perintah yang diberikan kepadamu dan memisahkan dirimu dari apa pun yang engkau dilarang atasnya.”Muhammad bin Khafifi ditanya: “Bilakah ubudiyah itu sah?” Ia menjawab : “Apabila seseorang telahmenyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah swt. dan memiliki kesabaran terhadap-Nya dalam menjalani cobaan-Nya.”Sahl bin Abdullah mengatakan: “Bagi siapa pun, ubudiyah tidaklah shahih sampai ia tidak memperdulikan empat hal : Kelaparan, ketelanjangan, kemiskinan dan kehinaan.”Dikaakan : “Ubudiyah adalah hendaknya engkau menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya dan menanggungkan segala perbuatan kepada-Nya.Dikatakan pula : “Salah satu tanda ubudiyah adalah bahwa engkau meninggalkan angan-angan sendiri dan mempersaksikan takdir.”Dzun Nuun al-Mishry menjelaskan : “Ubudiyah adalah bahwa engkau menjadi hamba-Nya dalam setiap kondisi, seperti halnya Dia adalah Tuhanmu di setiap kondisi.”Ahmad Jurairy menjelaskan : “Penghamba kenikmatan banyak sekali, tapi sedikit sekali yang menjadi penghamba Sang Pemberi nikmat.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Engkau akan menjadi hamba dari siapa pun yang mengikatmu. Jika engkau teerikat kepada dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi hamba bagi dirimu sendiri. Jika engkau terikat kepda kehidupan duniawi, maka engkau akan menjadi hamba bagi kehidupanduniawimu.” Rasulullah saw. bersabda :“Celakalah hamba dirham, celakalah hamba dinar, celakalah hamba pakaian bagus.” (H.r. Bukhari).Ismail bin Nujayd menegaskan: “Tidak satu pun langkah dapat murni di jalan ubudiyah sampai seseorang melihat bahwa amal-amalbaiknya adalah riya’ dan keadaan-keadaan ruhani (haal)-nya adalah berpura-pura.”Abdullah bin Munazil mengatakan : “Hamba adalah hamba, selala ia tidak menuntut apap pun untuk tunduk kepada dirinya. Jika ia telah menuntut pelayan bagi dirinya, ia benar-benar gugur dari batas ubudiyah dan telah meninggalkan adab ubudiyah.”Sahl bin Abdullah berkomentar: “Ubudiyah hanya dapat dipandang benar pada seorang hamba manakala pengaruh kemiskinan dalam kefakiran tidak tampak, tidak ada tanda kekayaan ketika ia kaya.”Dikatakan : “Ubudiyah adalah penyaksian rububiyah.”Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Aku mendengar Ibrahim an-Nashr Abadzymengatakan : “Nilai seorang penghamba karen Yang Dihamba, seperti nilai seorang ‘Arif karena Allah Yang Dima’rifati.”Abu Hafs berkata : “Ubudiyah adalah hiasan yang indah atas diri seorang hamba. Barangsiapa meninggalkan ubudiyah berarti terlarang dari perhiasan.”An-Nibajy mengatakan : “Prinsip ibadat itu didasarkan pada tiga hal : Hendaknya engkau tidak menolak aturan-Nya yang mana pun; tidak menahan sesuatu pun yang diminta-Nya; dan hendaknya Dia tidak mendengar engkau meminta kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhamu.”Ibnu Atha’ menjelaskan : “Ubudiyah ada empat perilaku : Kesetiaan pada janji, menjaga batas-batas yang telah ditetapkan Allah; ridha terhadap apa pun yang dimiiki; dan kesabaran terhadap apa pun yang hilang.”Amru bin al-Makky menuturkan: “Tidak pernah kutemui banyak manusia di Mekkah dan di tempat lain, atau yang datang mengunjungiku di berbagai waktu, tak seorang pun yang lebih besar mujahadahnya dan lebih memelihra ibadatnya dari al-Muzany – semoga Allah merahmatinya. Aku tidak pernah menjumpai seorang pun yanglebih baik dalam mengagungkan perintah-perintah Allah swt. daripadanya, yang lebih mengendalikan diri, atau yang sama pemurahnya kepada sesamanya, dibanding al-Muzany.”Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Tiada sesuatu pun yang lebih mulia dalam ubudiyah, juga tiada gelar yang lebih sempurna bagi seorang beriman selain sebuah nama , :ubudiyah”. Karena alsan ini Allah swt. ketika menggambarkan sifat Rasulullah saw. pada malam Mi’raj – saat paling mulia di dunia ini – berfimran “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.” (Qs. Al-Isra’ :1). Kemudian Allah swt. berfirman : “Lalu ia menyampaikan kepada hamba-Nya apa yang telah Allah wahyukan.” (Qs. An-Najm : 10). Makaseandainya ada gelar yang lebih agung daripada sifat ke “hamba” an, tentulah Dia telah menggunkanannyauntuk beliau.”Dalam konteks inilah syair dialntunkan :Wahai Amru, membalaskan tumpahnya darahkuDemi Zahra’kuMata dan telinga tahu semua ini.Jangan panggil dirikuKecuali “wahai hamba Zahra’”Sungguh nama termuliaPanggilan itu bagiku.Salah seorang Sufi berkomentar. “Ada dua hal : Ketenangan sampai pada kelezatan, dan keterkaitan Anda atas gerakan. Jika Anda menggugurkan diri dari dua hal tersbut, Anda bakal mendapati hak ubudiyah.”Muhammad al-Wasithy memperingatkan : “Waspadalah terrhadap anugerah yang ditimbulkanoleh pemberian, karne abagi manusia Sufi, itu merupakan tabir.”Abu Ali al-Jurjany berkata : “ Merasa ridha adalah rumah ubudiyah. Sabar adalah pintunya, penyerahan total adalah rumahnya. Suara di atas pintu, kegaduhan di dalam tempat tiggal, dan keringanan jiwa ada di rumah.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Sebagaimana rububiyah sebagai sifat Allah swt. yang tak pernah sirna, maka ubudiyah adalah sifat hamba yang tak penah pisah. Sebagian Sufi bersyair :Jika kau tanya padaku,Aku berkata, “Inilah, aku hamba-Nya.”Dan jika mereka tanya kepada-Nya,Dia berkata, “Inilah, dia hamba-Ku.”AN-Nashr Abadzy menegaskan: “Amal-amal ibadat lebih dekat padapencarian maaf dan ampunan atas kekurangan-kekurangan daripada permohonan imbalan dan pahala.” Ia juga mengatakan, “Ubudiyah berarti kehilangan kesadaran akan pengabdian ketika menyaksikan Yang Maha Disembah.”Al-Junayd mengatakan : “Ubudiyah adalah meninggalkan semua aktivitas dan kesibukan dengan cara menyibukkan diri pada hal-hal yang merupakan dasar kebebasan.”
23.UBUDIYAHAllah swt. berfiman :“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan.” (Qs. Al-Hijr :99).Diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khurdry dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda :“Ada tujuh golonga manusia yag akan dinaungi Allah swt. dalam naungan-Nya pada hari ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya : Imam yang adil; pemuda yang bersemangat dalam ibadat kepada Allah swt; seseorang yang hatinya berkait dengan masjid sejak saat ia keluar hingga kembali (ke masjid); dan dua orang yang saling mencintai karena Allah, yang bertemu dan berpisah karena Allah, seseorang yang mengingat Allah swt. hingga airmatanya mengalir; serta seseorang yang digoda seorang wanita baik dancantik, lantas menjawab dengan ucapan : “Aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam; dan seseorangyang bersedekah dengan diam-diam hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kanannya.” (H.r. Bukhari – Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i).Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Ubudiyah adalah lebihsempurna daripada ibadat. Karena itu, pertama-tama adalah ibadat. Laluubudiyah, dan akhirnya abudah.” Ibadat adalah amalan kaum awam; Ubudiyah adalah amalam kaum terpilih (khawwash); dan Abudah adalah amalan kaum yang sangat terpilih (khawwashul khawwash).” Beliau juga mengatakan : “Ibadat adalah untuk orang yang memiliki ilmu yaqin, ubudiyah untuk orang yang memiliki ‘ainul yaqin, dan abudah untuk orang yang memiliki haqqul yaqin.” Beliau juga berkomentar : “Ibadat adalah untuk orang yang sedang berrjuang keras (mujahadah), ubudiyah untuk orang yang sangat tahan menanggung kesukaran (mukabidat) dan abudah adalah sifat ahli musyahadah. Jadi, orang yang tidak mengeluh kepada Allah, jiwanya berada dalam keadaanibadat, dan siapa yang tidak bakhil jiwanya dialah pemilik ubudiyah, dan siapa yang tidak bakhil ruhnya, dialahpemilik abudah.”Dikatakan : “Ubudiyah adalah menegakkan tindak-tindak ketaatan yang sejati, dengan khusyu’, memandang diri dengan mata yang terbatas, dan menydari bahwa amal-amal kebajikan hanya dapat terlaksana berkat ketentuan takdir.”Dikatakan pula : “Ubudiyah berarti meninggalkan ikhtiar sendiri ketika menghadapi takdir ilahi.”Dikaakan pula : “Ubudiyah adalah mengosongkan diri dari keyakinan akan kekuatan dan kemampuan diri sendiri dan mengakui kekayaan serta anugerah yang diberikan-Nya kepadamu.”Juga dikatakan : “Ubudiyah adalah menyambut apa pun perintah yang diberikan kepadamu dan memisahkan dirimu dari apa pun yang engkau dilarang atasnya.”Muhammad bin Khafifi ditanya: “Bilakah ubudiyah itu sah?” Ia menjawab : “Apabila seseorang telahmenyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah swt. dan memiliki kesabaran terhadap-Nya dalam menjalani cobaan-Nya.”Sahl bin Abdullah mengatakan: “Bagi siapa pun, ubudiyah tidaklah shahih sampai ia tidak memperdulikan empat hal : Kelaparan, ketelanjangan, kemiskinan dan kehinaan.”Dikaakan : “Ubudiyah adalah hendaknya engkau menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya dan menanggungkan segala perbuatan kepada-Nya.Dikatakan pula : “Salah satu tanda ubudiyah adalah bahwa engkau meninggalkan angan-angan sendiri dan mempersaksikan takdir.”Dzun Nuun al-Mishry menjelaskan : “Ubudiyah adalah bahwa engkau menjadi hamba-Nya dalam setiap kondisi, seperti halnya Dia adalah Tuhanmu di setiap kondisi.”Ahmad Jurairy menjelaskan : “Penghamba kenikmatan banyak sekali, tapi sedikit sekali yang menjadi penghamba Sang Pemberi nikmat.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Engkau akan menjadi hamba dari siapa pun yang mengikatmu. Jika engkau teerikat kepada dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi hamba bagi dirimu sendiri. Jika engkau terikat kepda kehidupan duniawi, maka engkau akan menjadi hamba bagi kehidupanduniawimu.” Rasulullah saw. bersabda :“Celakalah hamba dirham, celakalah hamba dinar, celakalah hamba pakaian bagus.” (H.r. Bukhari).Ismail bin Nujayd menegaskan: “Tidak satu pun langkah dapat murni di jalan ubudiyah sampai seseorang melihat bahwa amal-amalbaiknya adalah riya’ dan keadaan-keadaan ruhani (haal)-nya adalah berpura-pura.”Abdullah bin Munazil mengatakan : “Hamba adalah hamba, selala ia tidak menuntut apap pun untuk tunduk kepada dirinya. Jika ia telah menuntut pelayan bagi dirinya, ia benar-benar gugur dari batas ubudiyah dan telah meninggalkan adab ubudiyah.”Sahl bin Abdullah berkomentar: “Ubudiyah hanya dapat dipandang benar pada seorang hamba manakala pengaruh kemiskinan dalam kefakiran tidak tampak, tidak ada tanda kekayaan ketika ia kaya.”Dikatakan : “Ubudiyah adalah penyaksian rububiyah.”Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Aku mendengar Ibrahim an-Nashr Abadzymengatakan : “Nilai seorang penghamba karen Yang Dihamba, seperti nilai seorang ‘Arif karena Allah Yang Dima’rifati.”Abu Hafs berkata : “Ubudiyah adalah hiasan yang indah atas diri seorang hamba. Barangsiapa meninggalkan ubudiyah berarti terlarang dari perhiasan.”An-Nibajy mengatakan : “Prinsip ibadat itu didasarkan pada tiga hal : Hendaknya engkau tidak menolak aturan-Nya yang mana pun; tidak menahan sesuatu pun yang diminta-Nya; dan hendaknya Dia tidak mendengar engkau meminta kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhamu.”Ibnu Atha’ menjelaskan : “Ubudiyah ada empat perilaku : Kesetiaan pada janji, menjaga batas-batas yang telah ditetapkan Allah; ridha terhadap apa pun yang dimiiki; dan kesabaran terhadap apa pun yang hilang.”Amru bin al-Makky menuturkan: “Tidak pernah kutemui banyak manusia di Mekkah dan di tempat lain, atau yang datang mengunjungiku di berbagai waktu, tak seorang pun yang lebih besar mujahadahnya dan lebih memelihra ibadatnya dari al-Muzany – semoga Allah merahmatinya. Aku tidak pernah menjumpai seorang pun yanglebih baik dalam mengagungkan perintah-perintah Allah swt. daripadanya, yang lebih mengendalikan diri, atau yang sama pemurahnya kepada sesamanya, dibanding al-Muzany.”Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Tiada sesuatu pun yang lebih mulia dalam ubudiyah, juga tiada gelar yang lebih sempurna bagi seorang beriman selain sebuah nama , :ubudiyah”. Karena alsan ini Allah swt. ketika menggambarkan sifat Rasulullah saw. pada malam Mi’raj – saat paling mulia di dunia ini – berfimran “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.” (Qs. Al-Isra’ :1). Kemudian Allah swt. berfirman : “Lalu ia menyampaikan kepada hamba-Nya apa yang telah Allah wahyukan.” (Qs. An-Najm : 10). Makaseandainya ada gelar yang lebih agung daripada sifat ke “hamba” an, tentulah Dia telah menggunkanannyauntuk beliau.”Dalam konteks inilah syair dialntunkan :Wahai Amru, membalaskan tumpahnya darahkuDemi Zahra’kuMata dan telinga tahu semua ini.Jangan panggil dirikuKecuali “wahai hamba Zahra’”Sungguh nama termuliaPanggilan itu bagiku.Salah seorang Sufi berkomentar. “Ada dua hal : Ketenangan sampai pada kelezatan, dan keterkaitan Anda atas gerakan. Jika Anda menggugurkan diri dari dua hal tersbut, Anda bakal mendapati hak ubudiyah.”Muhammad al-Wasithy memperingatkan : “Waspadalah terrhadap anugerah yang ditimbulkanoleh pemberian, karne abagi manusia Sufi, itu merupakan tabir.”Abu Ali al-Jurjany berkata : “ Merasa ridha adalah rumah ubudiyah. Sabar adalah pintunya, penyerahan total adalah rumahnya. Suara di atas pintu, kegaduhan di dalam tempat tiggal, dan keringanan jiwa ada di rumah.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Sebagaimana rububiyah sebagai sifat Allah swt. yang tak pernah sirna, maka ubudiyah adalah sifat hamba yang tak penah pisah. Sebagian Sufi bersyair :Jika kau tanya padaku,Aku berkata, “Inilah, aku hamba-Nya.”Dan jika mereka tanya kepada-Nya,Dia berkata, “Inilah, dia hamba-Ku.”AN-Nashr Abadzy menegaskan: “Amal-amal ibadat lebih dekat padapencarian maaf dan ampunan atas kekurangan-kekurangan daripada permohonan imbalan dan pahala.” Ia juga mengatakan, “Ubudiyah berarti kehilangan kesadaran akan pengabdian ketika menyaksikan Yang Maha Disembah.”Al-Junayd mengatakan : “Ubudiyah adalah meninggalkan semua aktivitas dan kesibukan dengan cara menyibukkan diri pada hal-hal yang merupakan dasar kebebasan.”
25.ISTIQAMAHAllah swt. berfirman :“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : “Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka amengeluhkan penderitaan mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka, ‘Hendaknya kamu sekalian tidak takut dan tidak gelisah, dan hendaknya kamu sekalian bergembira dengan surga yang telah dijanjikan untuk kamu sekalian.” (Qs. Fushilat :30).Riwayat dari Tsauban, bekas budak Rasulullah saw. menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda :“Berteguh hatilah (istiqamahlah) kamu, meskipun kamu tidak akan mampu melakukan sepenuhnya. Ketahuilah bahwa bagian terbaik dari agamamu adalah shalat, dan tiada seorang yang akan memelihara wudhu, kecuali orang yang beriman.” (H.r. Ahmad, Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi).Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Istiqamah adalah derajat yang menjadikan urusan-urusan seseorang menjadi baik dan sempurna, dan memungkinkannya untuk mencapai manfaat-manfaat secara tetap dan teratur. Upaya dan perjuangan orang yang tidak teguh hati akan sia-sia.”Allah swt. berfirman :“Dan janganlah kamu seperti seorang wanita yang menguarikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.” (Qs. An-Nahl :92).Orang yang tidak istiqamah dalam keberadaannya tidak akan pernah meningkat dari satu tahapan ke tahapan maqam berikutnya, dan suluknya tidak akan kokoh.Salah satu persyartan istiqamah dalam hukum kepemulaan. Sebagaimana bagi ‘arifin, istiqamah merupakan pangkalnya. Tanda istiqamah dari mereka yang mulai menempuh sulukadalah bahwa amal-amal lahiriah mereka tidak tercemari oleh kesenjangan. Bagi mereka yang berada pada tahap pertengahan (ahlul wasaith) adalah bahwa tidak ada kata “berhenti”. Tanda istiqamahmereka yang berada pada tahap akhir adalah, bahwa tidak ada tabir yang melindungi mereka dan kelanjutan wushulnya.Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menjelaskan : “Ada tiga derajat istiqamah. Menegakkan segala sesuatu (takwim), meluruskansegala sesuatu (iqamah) berlaku teguh (istiqamah). Taqwim menyangkut disiplin jiwa; iqamah berkaitan dengan penyempurnaan hati; dan istiqamah berhubungan dengan tindak mendekat kepada Allah dengan jalan sirri.”Abu Bakr ash-Shiddiq. Ra. Berkomentar : “Makna firman-Nya .... kemudian mereka ber istiqamah.’ Adalah bahwa mereka tidak menyekutukan Allah swt. dengan sessuatu pun.” Umar bin Khaththab r.a. mengajarkan : “:Artinya : “mereka tidak menipu orang lain seperti rubah.”Pendpat Abu Bakr merujuk pada pelaksanaan prinsip-prinsip tauhid, sedangkan pendapat Umar merujuk kepada sikap mencegah diridari penafsiran-penafsiran yang dipaksakan, dan pelaksanaan syarat-syarat perjanjian.Ibnu Atha’ mengatakan bahwa ayat di atas berarti : “Mereka istiqamah dalam membatasi hati mereka kepada Tuhan.”Abu Ali al-Juzajany berkata : “Jadilah pemilik istiqamah, bukan pencari karamah. Sebab nafsumu masih berkutat mencari karamah, padahal Allah swt, menuntutmu istiqamah.Abu Ali asy-Syabbuwy menuturkan : “Aku bermimpi bertemu dengan Nabi saw. dan aku berkata kepada Beliau : “Dikabarkan bahwa Paduka bersabda : “Surat Huud telah membuat rambutku menjadi putih.” Apakah (rambut Paduka menjadi putih karena) kisah-kisah para Nabi ataukah karena dimusnahkannya ummat-ummat (zaman dahulu?) Beliau menjawab : “Bukan, melainkan karena firman Allah swt.”“Maka beristiqamahlah kamu sebagaimana kamu telah diperintah!.” (Qs. Huud :112).Dikatakan : Hanya orang-orang besar saja yang dapat memelihara istiqamah, sebab hal ini meninggalkan perkara yang sebelumnya disepakati dan meninggalkan adat serta kebiasaan, menegakkan ketulusan secara esensial di sisi Allah swt. Karena itu, Nabi saw. bersabda : “Beristiqamahlah kamu, mekipun kamu sekalian tidak akan mampu melakukan sepenuhnya!.”Al-Wasithy mengatakan:Istiqamah adalah sifat akhlak sempurna, tanpa istiqamah akhlak akan menjadi buruk.”Asy-Syibly mengatakan : “Istiqamah berarti engkau menghadapi setiap waktu, sebagai wahana bangkitnya.”Dikatakan : “Istiqmah dalam berbicara berarti meninggalkan perbuatan menggunjing orang, dalam tindakan berarti menjauhi bid’ah, dalam amal saleh berarti meninggalkan kemalasan dan dalamkeadaan (haal) batin ia berarti menyingkap hijan.”Saya mendengar Syeikh Abu Bakr Muhammad bin al-Hasan bin Furak menjelaskan : “Huruf siin dalam lafadz ‘istiqamah’ adalah siin pencapaian. Artinya, mereka memohon istiqamah dalam bertauhid, kemudian dalam menepatijanji, dan dalam menjaga batas-batas perilaku mereka sesuai denganketetapan Allah swt.”Ketahuilah bahwa istiqamah melahirkan ketetapan akan karamah.Allah swt. berfirman :“Jikalau mereka tetap berjalan lurus (istiqamah) di atas tharikat itu, niscaya Kami akan memberi mereka minum dengan air yang berlimpah.” (Qs. Al-Jin :16),Allah swt, tidak berfirman : “Kami akan membairkan mereka minum.” Melainkan : “Kami akan memberi mereka minum dengan air yang berlimpah.” Yang menunjukkan keabadiannya.Al-Junayd berkata : “Aku berjumpa denegan salah seorang penempuh jalan Allah (salik) di padang pasir di bawah sebatang, dialah Ummu Ghailan. Kutanyakan kepadanya : “Mengapa Anda duduk di situ? Ia menjawab : “Ada peristiwa,aku kehilangan sesuatu, dan aku berlalu meninggalkannya. Ketika aku kembali dari ibadat haji, aku bersama pemuda, kutemukan barangtersebut telah berpindah ke sebuah tempat yang lebih dekat ke pohon itu.” Aku bertanya : “Mengapa Anda duduk di sini?” Ia menjawab : “Aku telah menemukan apa yang telah kucari di tempat ini, jadi tetap saja aku duduk di sini.” Al-Junayd berkata: “Aku tidak tahu mana yang lebih mulia, kegigihannya karena kehilangan keadaan, atau keteguhan hatinya tinggal di tempat di mana ia telah mencapai kehendaknya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar