6.ZUHUD
Nabi saw. bersabda :“Apabila kamu sekalian melihatseseorang yang telah dianugerahi zuhud berkenaan dengan dunia dan ucapan, maka dekatilah ia, karena ia dibimbing oleh hikmah.” (H.r. Abu Khallad dan di-Takhrij oleh Abu Nu’im dan Baihaqi).
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Pada umumnya banyak orang berbeda pendapat berkenaan dengan zuhud. Sementaraorang ada yang mengatakan, ‘Zuhud bersangkutan dengan perkara yang haram saja, sebab perkara yang halalditerima Allah swt. Apabila Allah swt.memberikan berkat kepada hamba-Nya berupa harta yang halal dan hamba itu bersyukur kepada-Nya atas berkat itu, maka ia meninggalkan menurut upayanya, tanpa harus mengajukan hak izin untuk mengekangnya.”Sebagian yang lain mengatakan : “Zuhud terhadap perkara yang haram adalah suatu kewajiban, sementara zuhud terhadap perkara yang halal adalah suatu keutamaan. Apabila hamba yang berzuhud miskin, tetapi sabar terhadap keadaannya, bersyukur serta merasa puas atas segala sesuatu yang telah dianugerahkan Allah swt. kepadanya maka hal itu lebih baik ketimbang berusaha menimbun kekayaan berlimpah di dunia.”Allah swt. telah menghimbau ummat manusia untuk bersikap zuhud berkenaan dengan pemerolehan kekayaan, melalui firmannya :“Katakanlah, Kesenangandi dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yangbertaqwa.” (Qs. An-Nisa’:77).Banyak ayat lainnya yang dapatdijumpai berkenaan dengan tidak berharganya dunia dan seruan untuk bersikap zuhud terhadapnya.Sebagian orang yang mengatakan : “Apabila seorang hamba membelanjakan harta dalam ketaatan kepada Allah swt. bersabar, dan tiak mengajukan keberatan terhadap larangan-larangan syariat untuk dilakukannya dalam menghadapi kesulitan hidup, maka adalah lebih baik baginya bersikap zuhud terhadap harta yang dihalalkan.”Sebagian yang lain berkomentar : “Seyogyanya bagi seorang hamba memutuskan untuk tidak memilih meninggalkan yang halal dengan bebannya, dan tidak pula berusaha memenuhi keperluan-keperluannya harta yang halal, ia harus bersyukur kepada-Nya. ApabilaAllah swt menentukan dirinya beradapada batas kecukupan hidup, maka hendaknya tidak memaksakan diri mencari kemewahan, karena kesabaran merupakan suatu yang paling utama bagi pemilik harta yanghalal.”Sofyan ats-Tsauri berkata : “Zuhud terhadap dunia adalah membatasi keinginan untuk memperoleh dunia, bukannya memakan makanan kasar atau mengenakan jubah dari kain kasar.Sari as-Saqathy menegaskan : “Allah SWT. menjauhkan dunia dari para auliya’-Nya, menjauhkan dari makhluk-makhluk-Nya yang berhati suci, dan menjauhkannya dari hati mereka yang dicintai-Nya lantaran Dia tidak memperuntukkannya bagi meraka.”Zuhud disinggung secara tidak langsung di dalam firman-Nya, (“Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (Qs. Al-Hadid :23). Sebab sang hamba tidak gembira atas apa yang dimilikinya di dunia, dan tidak pula bersedih atas apa yang tiada dimilikinya.Abu Utsman berkata : “Zuhud alah hendaknya Anda meninggalkan dunia dan kemudian tidak peduli dengan mereka yang mengambilnya.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Zuhud adaah hendaknya Anda meninggalkan duniasebagaimana adanya. ia bukan berkata “Aku akan membangun pondok Sufi (ribath) atau mendirikan masjid.”Yahya bin Mu’adz mengatakan: “Zuhud menyebabkan kedermawwanan berkenaan dengan hak milik, dan cinta yang mengantarkan pada semangat kedermawanan.”Ibnul Jalla’ berkomentar : “Zuhud adalah sikap Anda memandang dunia ini hina di mata Anda, maka berpaling darinya akan menjadi mudah bagi diri Anda.”Ibu Khafif berkata : “Pertanda zuhud adalah adanya sikap tenang ketika berpisah dari harta milik.” Dikatakannya pula : “Zuhud adalah ketidak senangan jiwa pada dunia, dan melepaskan urusan hak milik itu.”An-Nashr Abadzy berkata : “Orang zuhud selalu asing di dunia dan seorang ahli ma’rifat )’arif) adalah orang asing di akhirat.”Dikatakan : “Bagi orang yang benar-benar bersikap zuhud, dunia akan menyerahkan diri kepadanya dengan penuh kerendahan dan kehinaan.” Oleh sebab itu, dikatakan :“Apabila sebuah topi jatuh dari langit,ia akan jatuh di atas kepala seseorang yang tidak menghendakinya.”Al-Junayd mengajarkan : “Zuhud adalah kekosongan hati dari sesuatu yang tangan tidak memilikinya.”Ulama salaf berbeda pendapat soal zuhud. Sufyan ats-Tsaury; Ahmad bin Hanbal; Isa bin Yunus danlain-lainnya menegaskan bahwa zuhud di dunia berarti membatasi angan-angan dan keinginan. Ungkapan sebagaimana mereka tegaskan, cenderung dipahami sebagai faktor-faktor penyebab zuhud, sekaligus sebgai faktor pembangkit zuhud dan makna esensial yang mencakup disiplin zuhud itu sendiri.Abdullah ibnul Mubarak berkomentar : “Zuhud adalah tawakkal kepada Alalh swt. dipadu dengan kecintaan kepada kefakiran.Syaqiq al-Balkhy dan Yusuf bin Asbat juga mengatakan demikian. Jadi, ini juga merupakan satu dari tanda-tandan zuhud, lantaran si hamba tidak mampu merelakan kecuali dengan tawakkal kepada Allah swt.Abdul Wahid bin Zaid memberikan penjelasan : “Zuhud, adalah menjauhkan diri dari apa pun yang memalingkan Anda dari Allah swt.”Ketika AL-Junayd bertanya soalzuhud, Ruwaym menjawab, “Zuhud adalah meremehkan dunia dan menghapus bekas-bekasnya dari hati.”As-Sary berkata : “Kehidupan seorang zahid tidak akan baik apabila dirinya terpalingkan dari kepedulian terhadap jiwanya, dan kehidupan seorang ‘arif tidak akan baik apabila terlalu mementingkan jiwanya.”Al-Junayd berkata : “Zuhud adalah mengosongkan tangan dari harta dan mengosongkan hati dari kelatahan.”Ditanya tentagn zuhud, asy-Syibli menjawab : “Zuhud adalah hendaknya Anda menjauhkan diri dari segala sessuatu selain Allah swt.”Yahya bin Mu’adz berkata : “Tidak akan sempurna zuhud seseorang, kecuali memiliki tiga karakter ini : Berbuat tanpa diserta keterikatan, berbicara tanpa disetai ambisi, dan kemudian tanpa adanya kekuasaan atas orang lain.”Abu Hafs mengatakan : “Tidak ada zuhud kecuali dalam perkara yang halal, dan di dunia ini tiada yanghalal, karena tiada pula zuhud.”Abu Utsman berkata : “Allah swt. memberi seorang zahid sesuatulebih daripada sekedar yang diinginkannya, dan Dia memberikan sesuatu kepada hamba yang dicintai-Nya kurang dari yang ia inginkan, Dia memberi hamba yang mustqim sesuai yang diinginkannya.”Yahya bin Mu’adz berkata : “Orang zuhud adalah yang mengusik hidung Anda dengan bau cuka, tetapikaum ‘arif menyebarkan keharuman minyak kasturi.”Hasan al-Bashry berkata : “Zuhud di dunia, hendaknya Anda membenci muatan dan pendukungnya.”Seseorang bertanya kepada Dzun Nuun al-Mishry : “Kapan aya dapat menjauhkan diri dari dunia?” Daun Nuun menjawab : “Ketika Anda menjauhkan diri dari Nafsu.”Muhammad ibnul Fadhl mengatakan : “Sikap memprioritaskan orang lain bagi kaum zuhud adalah pada waktu mereka berkecukupan, sedangkan kaum ksatria adalah pada waktu sangat membutuhkan.”“Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” (Qs. Al-Hasyr : 9).Al-Kattany mengatakan : “Sesuatu yang tidak ditentang oleh orang Kufah, tidak oleh orang Madinah, orang Irak, juga tidak oleh orang Syria, adalah zuhud terhadap dunia, kedermawanan dan berdoa supaya ummat manusia mendapatkan kebaikan.” Artinya, tidak seorang pun yang mengatakan bahwa hal-hal ini tidak terpuji.”Seseorang bertanya kepada Yahya bin Mu’adz : “Bilakah saya akan memasuki kedai tawakal, mengenakan jubah zuhud dan duduk dalam majelis bersama kaum zuhud?” Yahya menjawab : “Ketika Anda tiba pada suatu keadaan dalamolah ruhani (riyadhah) dalam diri Anda secara rahasia, sehingga sampai pada batas ketika Allah memutuskan rezeki kepada Anda sebelum tiga hari tidak merasakan lemah. Tetapi apabila tujuan ini tidaktercapai, maka duduk di atas karpet kaum zuhud hanyalah kebodohan, dan saya tidak dapat menjamin bahwa diri Anda tidak akan terhinakan di tengah-tengah mereka.”Bisyr al-Hafi menegaskan : “Zuhud adalah seorang raja yang tidak menempati suatu tempat selainhati yang kosong.”Muhammad ibnul Asy’ats al-Bikandy berkata : “Barangssiapa berbicara tentang zuhud dan menyeru manusia kepada zuhud disamping juga menginginkan sesuatu yang mereka miliki, maka Allah swt. akan melepaskan kecintaan pada akhirat dari hatinya.”Dikatakan : “Manakala seoarang hamba menjauhkan diri dari dunia, maka Allah swt. mempercayakan dirinya kepada malaikat yang menanamkan kebijaksanaan di dalam hatinya.”Seorang ‘Sufi ditanya : “Mengapa Anda menolak dunia>” Ia menjawab : “Karena ia telah menolakku.”Ahmad bin Hanbal memberikan penjelasan : “Ada tiga macam zuhud : Bersumpah menjauhiperkara yang haram adalah zuhud kaum awam; Bersumpah menjauhi sikap berlebih-lebihan dalam perkarayang halal adalah zuhud kaum terpilih (Khawash), dan bersumpah menjauhi apa pun yang memalingkan sang hamba dari Allah swt. adalah zuhud kaum ‘Arifin.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan : “Salah seorang Sufi ditanya : “Mengapa Anda menolak dunia ?” Dijawab sang Sufi : “Karena aku menarik diri dari kemewahan danmenolak menginginkannya barang sedikit pun.”Yahya bin Mu’adz berkata : “Dunia ini bagaikan pengantin wanita. Orang yang menerimanya akan membelai rambutnya penuh kelembutan. Sedang bagi si zahid, di dalamnya akan tampak kusam, mengacak-acak rambutnya, dan membakar gaunnya. Kaum ‘Arifin, senantiasa sibuk dengan Allah swt. tidak sedikit pun menoleh pada sang pengantin wanita.”As-Sary berkata : “Aku melaksanakan seluruh aturan zuhud dan dianugerahi segala sesuatu yangkuminta dalam doa, keculai zuhud terhadap masyarakat. Aku belum mencapai ini, dan aku pun belum sanggup menanggungnya.”Dikatakan : “ Kaum zuhud telehmengucilkan diri dan berkumpul hanya dengan sesama mereka saja, sebab mereka menjauhi nikmat-nikmat sementara, demi nikmat-nikmat yang abadi.”An-Nashr Abadzy berkomentar: “Zuhud adalah memelihara darah kaum zahidin dan menumpahkan darah kaum ‘Arifin.”Hatim al-Asham mengatakan : “Kaum zuhud menghabiskan isi dompetnya sebelum dirinya, dan orang yang berperilaku zuhud menghabiskan dirinya sebelum dompetnya.”Al-Fudhailbin ‘Iyadh berkata : “Allah swt. menempatkan seluruh kejahatan dalam satu rumah dan menjadikan kecintaan kepada dunia sebagai kuncinya. Dia amenempatkan seluruh kebaikan di rumah yang lain dan menjadikan zuhud sebagai kuncinya.
7.D I A MDiriwayatkan oleh Abu Hurairahr.a. Bahwa Rasulullah saw. bersabda:“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia tidak mengganggu tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah menghomati tamunya. Dan barangsiapa beriman Kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah berkata baik atau diam.” (H.r. Bukhari-Muslimdan Abu Dawud).Dari Abu Umamah, bahwasanya ‘Uqbah bin ‘Amir bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu?”Beliau menjawab : “Jagalah lidahmu, berpuaslah dengan rumahmu, dan menangislah untuk dosa-dosamu.” (Hr.Tirmidzi).Syeikh ad.Daqqaq berkata : “Diam mencerminkan rasa aman danmerupakan aturan yang mesti dilaksanakan; penyesalan akan mengikutinya apabila orang terpaksamencegahnya. Seharusnya dalam diam, mempertimbangkan di dalamnya hukum syara’, perintah-perintah dan larangan-larangan harusdipatuhi di dalam sikap diam. Dalam waktu yang tepat adalah termasuk siffat para tokoh. Begitu pun bicara pada tempatnya merupakan karakter yang mulia.”Selanjutnya Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan : “Barangsiapa menahan diri untuk mengucapkan kebenaran dalah setan yang bisu.”Diam adalah salah satu sikap yang layak dalam menghadiri majelisSufi, karena Allah swt. berfirman : “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rakhmat.” (Qs. Al-A’raf :204). Dan Allah swt. menjelaskan pertemuan jin dan Rasul saw. Firman-Nya, “ ..... maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata, “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)” (Qs. Al-Ahqaf:29). Allah swt. berfirman : “...... dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.” (Qs. Thaaha :108).Betapa besar perbedaan antaraseorang hamba yang diam, menjaga dirinya dari kebohongan dan fitnah, dengan hamba yang diam karena takut kepada raja yang menakutkan. Mengenai makna pernyataan ini, dibacakan baris-baris syair berikut ini:Aku merenung, apa yang akan kukatakan saat kita berpisah,Dan terus menerus kusempurnakan ucapan hiba,Tiba-tiba kulupakan ketika kita berjumpa,Dan, kalau toh aku bicara, kuucapkan kata-kata hampa.Para Sufi juga mendendangkannada-nada ini :Betapa banyak kata-kata yang inginn kucurahkan padamu,Hingga ketika kesempatan bertemu denganmu,Segalanya jadi kelu.Juga baris berikut ini :Kulihat bicara menghiasi orangmuda,Sedang diam adalah paling baik bagi yang tenang,Karenanya, betapa banyak huruf yang membawa maut,Dan betapa banyak pembicara yang beranganSeandainya ia bisa DIAM.Ada dua jenis diam : Diam lahirdan diam batin. Hati orang yang tawakal adalah diam pada ketentuan rezeki yang diberikan. Sedang orang arif, hatinya diam untuk berhadapan dengan ketentuan melalui sifat keselarasan. Yang pertama adalah dengan senantiasa memperbagus pebuatannya secara kokoh, dan yangkedua, adalah merasa puas terhadapsemua yang ditetapkan oleh-Nya.Alasan untuk diam boleh jadi merupakan ketakjuban yang disebabkan oleh pemahaman secaramendadak, lantaran apabila masalahtertentu tiba-tiba tampak jelas, maka kata-kata menjadi bisu dan tidak ada kefasihan maupun ucapan. Dalam situasi seperti ini, kesaksian terhapuskan dan tidak dijumpai baik pengetahuan maupun penginderaan.Allah saw. berfirman :“(Ingatlah), hari di waktu Allah mengumpulkan pra Rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), ‘Apa jawaban kamu terhadap (seruan)mu?” Para Rasul menjawab, ‘Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu)” (Qs. Al-Maidah :109).Prioritas dalam mujahadah adalah diam, sebab mereka mengetahui bahaya yang terkandungdalam kata-kata. Mereka juga menyadari bahaya nafsu bicara, memamerkan sifat-sifat mengundang pujian manusia dan ambisi untuk meraih popularitas di kalangan sejawatnya karena keindahan tutur katanya. Mereka menyadari bahwa ini semua termasuk dalam kelemahan-kelemahan manusia. Ini merupakan gambaran orang yang terlibat dalam olah ruhani. Diam sebagai salah satu prinsip bagi aturan tahapan dan penyempurnaan akhlak.Ketika Dawud ath-Tha’y berkeinginan tetap tinggal di rumah, ia memutukan untuk menghadiri majelis Abu Hanifah, sebab ia adalahsalah seorang muridnya. Ia duduk bersama ulama yang lain, dan tidak memberikan komentar berkenan dengan masalah-masalah yang didiskusikan. Ketika jiwanya menjadi kuat dengan diam dan praktik diam yang dilakukan selama setahun, ia lalu tinggal di rumah dan memutuskan ber’uzlah.Bisyr ibnu Harits mengajarkan :“Apabila berbicara menyenangkan Anda, diamlah. Apabila diam menyenangkan Anda , berbicaralah.”Sahl bin Abdullah menegaskan: “Diam seorang hamba tidak akan sempurna, kecuali sesudah ia memaksakan diam atas dirinya.”Abu Bakr al-Farisy mengatakan: “Apabila tanah kelahiran seorang hamba bukanlah diam, maka hamba tersebut akan berbicara berlebihan, meskipun tidak mempergunakan lidahnya. Diam tidak terbatas pada lidah, tetapi meliputi hati dan semua anggota badan.”Salah seorang Sufi berkata : “Orang yag tidak menggunakan diamketika berbicara, adalah tolol.”Mumsyad ad-Dinawary berkata: “Orang-orang bijak mewarisi kebijaksanaan dengan diam dan kontemplasi.”Ketika Abu Bakr al-Farisy ditanya tentang diam sirri, dijawabnya : “Diam sirri adalah menjauhkan diri dari kepedihan terhadap masa lampau dan masa depan.” Dikatakannya pula : “Apabila seorang hamba berbicara hanya mengenai sesuatu yang menyangkut kepentingannya, dan keharusan-keharusan bicaranya, maka ia termasuk diam.Mu’az bin Jabal r.a. berkata : “Kurangilah berbicara berlebihan dengan sesama manusia dan perbanyaklah berbicara dengan Tuhanmu, mudah-mudahan hatimu akan (dapat) melihat-Nya.”Dzun Nuun al-Mishry ditanya : “Di antara manusia, siapakah pelindung terbaik bagi hatinya?” Dijawab Dzun Nuun : “Yaitu orang yang paling mampu menguasai lidahnya.”Ibnu ma’ud berkata : “Tidak ada sesuatu pun yang patut diikat berlama-lama lebih dari lidah.”Ali bin Bukkar mencatat : “Allahmenjadikan dua pintu bagi segala sesuatu, tetapi Dia menjadikan empat pintu bagi lidah, yaitu dua bibir dan dua baris gigi.”Konon Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. (Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. adalah Abdullah bin Abi Quhaah (51 s.H – 13 H/ 573 – 634 M) Khalifah pertama dari Khulafaur Rasyidin. Orang pertama yang masuk Islam. Lahir di Mekkah, merupakan tokoh Quraisy. Beliau memerangi orang murtad dan membuka syria dan Irak),biasa engulum sebutir batu selama beberapa tahun dengan tujuan agar lebih sedikit berbicara.Abu Hamzah al-Baghdady adalah seorang pembicara ulung. Pada suatu ketika sebuah suara menyeru kepadanya : “Engkau berbicara, dan bicaranya sangat bagus. Sekarang tinggalah bagimu untuk berdiam, sehingga engkau menjadi bagus!” Akhirnya ia tidak pernah lagi berbicara sampai wafat menjemputnya.Manakalah asy-Syibly sedang duduk di tengah lingkaran murid-muridnya dan mereka tidak mengajukan pertanyaan, maka ia bermaksud akan mengatakan : “Dan jatuhlah perkataan (azab) atas mereka disebabkan kezaliman mereka, maka mereka tidak dapat berkata (apa-apa).” (Qs.An-Naml:85).Terkadang seseorang yang terbiasa berbicara menjadi diam, karena ada kaum Sufi yang lebih layak dari dirinya untuk berbicara.Ibnu Sammak menuturkan, bahwa Syah al-Kirmany dan Yahya bin Mu’adz berteman, dan mereka tinggal di kota yang sama, tetapi Syah tidak menghadiri majelisnya. Ketika ditanya alasannya, ia menjawab : “Sudah sepatutnya begini.” Orang-orang pun lantas mendesaknya terus hingga suatu harial-Kirmany datang ke majelis Yahya dan duduk di pojok di mana Yahya tidak akan dapat melihatnya. Yahya pun mulai berbicara, naum secara tiba-tiba ia diam. Kemudian Yahya mengumumkan : “Ada seseorang yang dapat berbicara lebih baik dariku.” Dan ia tidak mampu melanjutkan perkataannya itu. Maka al-Kirmany berkata : “Sudah kukatakan kepada Anda semua bahwa, adalah lebih baik jika aku tidak datang ke majelis ini.”Terkadang seoarng pembicara memaksakan diri untuk diam karena keadaan tertentu yang ada pada salah seorang yang hadir. Barangkali seseorang gyang hadir tidak layak mendengar pembicaraan terkait, hingga Allah swt. mencegah lidah si pembicara demi ketentraman dan perlindungan dari mendengar pembicaraan itu. Shingga Allah swt. menjaganya terhadap pendengar yang bukan kompetennya.Para Syeikh yang ahli mengenai tharikat ini telah menjelaskan, “Terkadang alasan diamnya seseoang adalah karena ada jin yang hadir, yang bukan kompetennya. Karena majelis para Sufi tidak pernah sepi dari kehadiran sekelompok jin.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan : “Suatu ketika aku jatuh sakit di Marw, dan ingin kembali ke Naisabur. Aku bermimpi bahwa sebuah suara menyeru kepadaku : “Engkau tidak dapat meninggalkan kota ini. Ada sekelompok jin yang menghadiri majelis-majelis dan mereka memperoleh manfaat dari ceramah-ceramah yang engkau berikan. Demi mereka, tinggallah di tempatmu!.”Salah seorang ahli hikmah berkata : “Manusia diciptakan hanya dengan satu lidah, namun dianugerahi dua mata dan dua telinga, agar ia mendengar dan mau melihat lebih banyak dari berbicara.”Ibrahim bin Adham diundang ke sebuah pesta. Ketia ia duduk, orang-orang mulai bergunjing dan memfitnah satu sama lain. Ia lalu berkata : “Kebiasaan kami adalah makan daging sesudah makan roti. Anda ini malah makan daging lebih dahulu.” Ucapannya ini merujuk kepada firman Allah swt. :“Maukah salah seorang di antaramu memakan daging saudaranya yang mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepada perbuatan itu.” (Qs. Al-Hujurat :12).Salah seorang Sufi berkata : “Diam adalah bahasa ketabahan.”Sebagian mereka mengatakan: “Belajarlah diam sebagaimana kamu belajar berbicara. Jika bicara menjadi pembimbingmu, maka diammenguatkanmu.”Dikatakan : “Menjaga lisan adalah lewat diamnya.” Ada yang mengatakan : “Lisan ibarat binatang buas, jika tidak kamu ikat, akan menyerangmu.”Abu Hafs ditanya : “Keadaan manakah yang lebih baik bagi seorang wali, diam atau berbicara?” Ia menjawab : “Jika si pembicara mengetahui ada efek negatif dari pembicaraannya, hendaklah ia tinggal diam, bila mungkin selama usia Nabi Nuh as. Tetapi jika orang yang diam mengetahui efek negatif dari diamnya, hendaklah berdoa kepada Allah swt. agar diberi waktu dua kali usia Nabi Nuh as. Agar dapat berbicara (agar bisa menunjukkan kebaikan).”Dikatakan : “Diam bagi kaum awam dengan lidahnya; diam bagi kaum yang ma’rifat kepada Allah swt, dengan hatinya, dan diam bagi para pecinta (muhibbin) adalah menahan pikiran menyimpang yang menyelusup pada hati sanubari meraka.”Sebagian Sufi mengisahkan : “Aku mengekang lidahku selama tigapuluh tahun, sehingga aku tidak mendengar ucapan kecuali dari kalbuku. Kemudian aku mengekang kalbuku tiga puluh tahun, sehingga tidak mendengar kalbuku kecuali ucapanku.”Salah seorang Sufi mengatakan : “Jika lidah Anda didiamkan, maka belum tentu Anda telah diselamatkan dari kata hati Anda. Jika Anda telah menjadi batang tubuh yang kering kerontang,Anda masih belum terbebas dari kata-kata hawa nafsu Anda. Dan bahkan jika Anada berjuang dengan susah payah, jiwa Anda masih belumakan berbicara dengan Anda, sebab ia adalah tempat tersimpannya batin.”Dikatakan : “Lidah seorang tolol adalah kunci menuju kematiannya.” Dikatakan juga : “Jika seorang pecinta berdiam diri, maka ia akan binasa, dan jika seorang ‘arif berdiam diri, ia akan berkuasa.”Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata : “Barangsiapa memperhitungkan kata-katanya dibanding amalnya, maka kata-katanya akan menjadi sedikit, kecuali apa yang berarti (menurut kebutuhannya).”
8.KHAUFAllah swt. berfirman :“Mereka menyeru kepada Tuhan mereka dengan penuh rasa takut (khauf) dan harap.” (Qs. As-Sajdah :16).Diriwayatkan oleh Abu Hurairahr.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda :“Tidak akan masuk neraka, orang yang menangis karena takut kepada Allah swt, selama air susu masih mengalir dari susu seorang Ibu. Dan debu dari jalan Allah tidak akan pernah bercampur dengan asapapi neraka pada batang hidung seorang hamba selamanya.” (H.r. Ar-Rafu’y).Anas r.a. meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Seandainya kamu semua tahu apa yang kuketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (H.r. Bukhari dan Tirmidzi).Saya katakan bahwa takut (al-khauf) adalah masalah yang berkaitan dengan kejadian yang akandatang, sebab seseorang hanya merasa takut jika apa yang dibenci tiba dan yang dicintai sirna. Dan realita demikian hanya terjadi di masa depan. Apabila dalam seketikatimbul rasa takut, maka ketakutan itutidak ada kaitannya. Takut kepada Allah swt. berarti takut pada hukum-Nya, “Maka takutlah kepada-Ku, jika kamu orang-orang yang beriman.” (Qs. Ali Imran :175). Dia juga berfirman : “Maka hendaklah kepada-Ku saja kamu menyembah>” (Qs. An-Nahl :51). Juga firman-Nya : ereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka.” (Qs. An-Nahl:50).Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menjelaskan : Takut memliki berbagai tahapan. Yaitu, Khauf, khasyyah dan haibah.”Khauf merupakan salah satu syarat iman dan hukum-hukumnya. Allah swt. berfirman : “Takutlah kepada-Ku, jika kamu orang-orang yang beriman.” (Qs. Ali Imran :75). Sedangkan Khasyyah adalah salah satu syarat pengetahuan, karena Allah swt. berfirman : “Sesungguhnyayagn takut kepada Allahdi antara hamba-hamba-Nya hanyalah para Ulama.” (Qs. Fathir :28). Sedangkan Haibah adalah salah satu syarat pengetahuan ma’rifat, sebab Allah swt. berfirman : “Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)Nya.” (Qs. Ali Imran : 28).Abu Hafs menegaskan : “Takut adalah cambuk Allah swt. yang digunakan-Nya untuk menghukum manusia yang berontak ke luar dari ambang pintu-Nya.”Abul Qasim al-Hakim mencatat: “Ada dua jenis takut, yaitu gentar (Rahbah) dan takut (Khasyyah). Orang yang merasa gentar mencari perlindungan dengan cara lari ketika takut, Tetapi orang yang merasa takut (khasyyah) akan berlindung kepada Allah swt.”Memang benar kata-kata rahaba dan lari (haraba) memliki arti yang sama, sebagaimana halnya kata menarik (jadzaba) dan jabadza. Jika seseorang melarikan diri (rahaba), maka ia ditarik kepada hasratnya sendiri, seperti halnya pararahib (ruhban) yang mengikuti hasrat nafsu mereka sendiri. Tetapi jika kendali mereka adalah pengetahuan yang didasarkan pada kebenaran hukum, maka itu adalah takut (khasyyah).Abu Hafs berkata : “Takut adalah pelita hati, dengan takut akan tampak baik dan buruk hati seseorang.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkomentar : “Takut adalah bahwa Anda berhenti mengemukakan dalih dengan kata-kata “seandainya” (‘asaa) dan “mungkin sekali akan” (saufa).”Abu Umar ad-Dimasqi menegaskan : “Orang yang takut aalah yang takut akan dirinya sendiri. Lebih takut dari rasa takutnya kepadasetan.”Ibnul Jalla’ berkata : “Manusia yang takut (kepada Allah swt) adalahyang dirinya merasa aman dari hal-hal yang membuatnya takut.”Ditanyakan kepada Ibnu ‘Iyadh. “Mengapa kita tidak pernah melihat orang-orang yang takut?” Ia menjawab : “Jika Anda termasuk orang-orang yang takut, niscaya Anda akan melihat mereka, sebab hanya orang-orang yang takut saja yang melihat orang yang takut.” Hanya Ibu yang kehilangan anaknya saja yang mau memandang kepada ibu-ibu yang berkabung.”Yahya bin Mu’adz mengatakan: “Alangkah malangnya anak Adam. Seandainya ia takut pada neraka sebesar rasa takutnya pada kemiskinan, niscaya ia akan masuk surga/.”Syah al-Kiramny berkata “Tanda takut adalah sedih yang terusmenerus.”Abul Qaim al-Hakim berkata : “Orang yang takut kepada sesuatu akan lari darinya, tapi orang yang takut kepada Allah swt. akan lari kepada-Nya.”Dzun Nuun al-Mishry – semogaAllah merahmatinya – ditanya, “Bilakah jalan takut menjadi mudah bagi seorang hamba?” Ia menjawab :“Apabila ia mengibaratkan dirinya dalam keadaan sakit dan menghindari dari segala sesuatu yang dikhaatirkan justru akan menjadikan penyakit berkepanjangan.”Mu’adz bin Jabal r.a. menuturkan : “Seoang beriman tidak akan merasa tenteram, dan rasa takutnya tidak dapat ditenangkan sampai ia melewati jembatan sirathal mustaqim di atas neraka.”Bisyr al-Hafi berkomentar : “Takut kepada Allah swt. adalah raja yang hanya bersemayam di dalam hati seorang yang saleh.”Abu Utsman al-Hiry mengatakan : “Kekurangan yang dihadapi oleh seorang yang takut adalah justru dalam rasa takutnya.”Al-Wasithy mengatakan : “Takut adalah tabir antara Allah swt. dan hamba.” Pernyataan ini mengandung kemusykilan, tetapi maknanya ialah bahwa seorang yangtakut menunggu-nunggu saat yang akan datang, sementara “anak-anak waktu kini” tidak punya harapan akanmasa depan. Sedag keutamaan orang saleh adalah dosa bagi kaum yang dekat dengan Allah swt. (Muqarrabun).”Ahmad an-Nury menegaskan : “Seorang yang takut adalah orang yang lari dari Tuhannya kepada Tuhannya.”Salah seorang Sufi berkata : “Tanda rasa takut adalah kebingungan dan menunggu-nunggu di pintu gerbang kegaiban.”Ketika al-Junayd ditanya mengenai takut, ia menjawab : “Takut adalah datangnya deraan dalam setiap hembusan nafas.”Abu Sulaiman ad-Darany mengatakan : “Manakala takut telah meninggalkan hati, maka binasalah ia.”Abu Utsman berkata : “Ketulusan dalam takut adalah wara’ lahir maupun batin.”Dzun Nuun berkata : “Manusia akan tetap berada di jalan selama tiakut tidak tercabut dari hati, sebab jika takut telah hilang dari hati mereka, maka mereka akan tersesat.”Hatim al-Asham menjelaskan : “Setiap sesuatu ada perhiasannya, dan perhiasan ibadat adalah takut. Tanda takut adalah membatasi keinginan.”Seseorang mengatakan kepada Bisyr al-Hafi : “Saya lihat Anda takut mati.” Bisyr al-Hafi menjawab : “Datang ke hadirat Allah swt. adalah suatu perkara yang sangat dahsyat.”Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq bertutur : “Aku pergi mengunjungi Abu Bakr furak ketika iasakit. Ketika melihatku, air matanya amengalir bercucuran. Lalu aku pun berkata kepadanya : “Semoga Allah mengembalikan kesehatanmu dan menyembuhkanmu dari sakit.” Ia memprotes : “Anda pikir aku takut mati? Sebaliknya aku takut akan apa yang ada di balik kematina.”Diriwayatkan oleh Aisyah r.a. (Aisyah putri Abu Bakr ash-Shiddiq r.a. (wafat 58 H/678 M.) merupakan salah seorang wanita paling pandai di bidang agama. Beliau Istri Rasulullah saw. dan paling dicintainya. Disamping itu beliau terbanyak meriwayatkan hadits, dibanding istri-istri Rusalullah yang lain). Yang bertanya : “Wahai Rasulullah, (sambil membaca ayat) ‘dan orang-orang yang memberikan hartanaya dengan hati penuh rasa takut (karena mereka akan kembali kepada Tuhannya)’ (Qs. Al-Mu’minun: 60-1), apakah mereka itu orang-orang yang pernah mencuri dan berzina serta minum-minuman keras? Beliau menjawab : “Bukan, mereka adalah orang-orang yang berpuasa dan shalat dan membayar zakat, namun takut kalau-kalau semua amal mereka itu tidak diterima. ‘Mereka adalah orang-orang yang bergegas pada kebajikan dan sangat berpacu (menuju kebajikan itu”’ (Qs. Al-Mu’minun:60-1).”Abdullah ibnul Mubarak berkata : “Sesuatu yang menimbulkan rasa takut hingga bersemayam dalam hati adalah mengabadikan muraqabah secara terus menerus, baik secara lahir maupun batin.”Ibrahim bin Syaiban berkomentar : “Manakala takut menetap dalam hati, maka obyek nafsu akan terbakar habis darinya dan hasrat atas dunia akan terusir,” Dikatakan : “Takut adalah supramasi ilmu sesuai dengan hukum-hukum.”Dikatakan : “Takut adalah gerakkalbu dari keagungan Allah swt.”Abu Sulaiman ad-Darany menegaskan : “Seyogyanya kalbu tidak dikalahkan, kecuali oleh rasa takut. Sesungguhnya apabila harapan telah melimpah dalam kalbu, musnahlah kalbu.” Kemudian ia katakan : “Wahai Ahmad (muridnya), mereka naik melalui takut, dan jika mereka mengabaikan, mereka akan jatuh.”Al-Wasithy menegaskan : “Takut (khauf) dan harap (raja’) adalah kendali bagi diri agar ia tidak dibiarkan dengan kesia-siaan.” Ia punberkata : “Jika Tuhan menguasai wujud manusia yang paling dalam (sirr), maka harapan dan ketakutan tidak akan tersisa lagi. Sebab takut dan harap itu sendiri merupakan akibat-akibat belaka dari rasa indera hukum kemanusiaan.”Al-Husain bin Manshur berkata: “Barangsiapa takut akan sesuatu selain Allah swt. atau berharap akan sesuatu selain Dia, maka semua pintu akan tertutup baginya dan rasa takut akan mendominasinya, menabiri hatinya dengan tujuhpuluh tabir, yang paling tipis diantaranya adalah keragguan. Yang membuatnya takut adalah perenungannya atas akibat-akibat nanti dan ketakutannya jika perilakunya berubah.”Firman-Nya :“Dan jelaslah bagi mereka azandari Allah yang belum pernah merekaperrkirakan.” (Qs. Az-Zumar :47).Alalh swt. berfiman : “Katakanlah, Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Q.s. Al-Kahfi :103-4).Maka, betapa banyak orang yang akan merasa senang dengan keadaan mereka dan mereka diuji, sehingga perilakunya berbalik secaraantagonis. Ketika itulah muqarabah dengan perbuatan keji, dan hudhur menjadi ghaib.Saya sering mendengar Syeikh Abu Ali ad.-Daqqaq r.a. mendendangkan syair :Engkau duga hari-hari penuh kebaikan jika engkau baikTapi engkau tak pernah takut tentang takdir buruk yang bakal tibaMalam-malam hari memberikan ketentraman kepadamuHingga engkau tertipu olehnya,Sesudah malam yang cerah datanglah kesedihan.Saya mendengar Manshur bin Khalaf al-Maghriby, membacakan sebuah kisah :“Ada dua orang yang saling menemani dalam menempuh cita-cita spiritual. Kemudian salah seorang diantaranya pergi meninggalkan sahabatnya. Seiring perjalanan waktu yang cukup lama, tidak terdengar lagi kabar berita mengenainya. Sahabat yang ditinggal pergi itu kemudian ikut berperang bersama tentara Muslim memerangi balatentara Romawi. Dalam pertempuran itu, seorang tentara musuh yang memakai baju besi menyerang tentara Muslim dan menantang duel. Seorang ksatria Muslim maju ke depan dan tentara musuh itu membunuhnya. Kemudian maju lagi seorang ksatria Muslim, dan ia pun terbunuh. Kasatria Muslimyang ketiga maju ke depan, juga terbunuh. Kemudian majulah Sang Sufi ke depana dan keduanya lalu terlibat dalam pertempuran. Topeng yang menutupi wajah tentara Romawi itu terlepas, dan ternyata aiaadalah sahabat sang Sufi yang dulu telah menemaninya beribadah selama bertahun-tahun! Maka berserulah san Sufi : Model apa ini?”Musuhnya menjawab : “Aku telah murtad dan menikah dengan sorang wanita dari kaum ini. Aku sudah memiliki anak-anak dan harta kekayaan.”Sang Sufi berteriak : “Dan engkau adalah orang yang dahulu bisa membaca Al-Qur’an dengan berbagai gaya bacaannya!.”Ia menjawab : “Satu huruf pun aku tidak ingat lagi dari padanya.”Maka, sang Sufi lalu berkata kepadanya : “Berhentilah dari sikap perilakumu itu, bertobatlah!>”Ia menjawab dengan ketus : “Aku tidak mau, sebab aku telah memperoleh kemasyhuran dan kekayaan. Tinggalkan saja diriku, atau aku akan melakukan atas dirimusebagaimana yang telah kulakukan terhadap ketiga orang temanmu!.”Sang Sufi berkata : “Ketahuilah,bahwa engkau telah membunuh tiga orang Muslim. Tidak ada malu yang akan menimpamu jika kamu pergi saja dari sini. Karena itu, pergilah danaku akan memberimu tenggang waktu!.”Maka, orang itu pun mundur ke belakang dan berbalik. Sang Sufi mengikutinya dan membunuh dengan pedangnya. Sungguh ironis, setelah menempuh perjuangan dan disiplin spiritual yang cukup lama dan berat, orang itu akhirnya mati sebagai orang Nasrani!.”Dikatakan : “Ketika iblis tampail sebagaimana dirinya, Jibril dan Mikail – semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada mereka – tiba-tiba menangis cukup lama hinggal Allah swt berfirman kepada mereka : “Wahai kalian berdua, mengapa menangis sedemikian itu?”Mereka menjawab : “”Wahai Tuhan kami, kami tidak merasa aman dari cobaan-Mu.” Allah swt. berfirman : “Nah, kalian berdua ternyata tidak bisa aman dari cobaan-Ku.”Riwayat dari Sary as-Saqathy yang menjelaskan : “Aku melihat hidungku beberapa kali dalam sehari dengan cara seperti ini, karena takut hidungku menghitam karena hukuman yang kutakuti.”Abu Hafs menuturkan : “Selama empat puluh tahun aku benar-benar yakin bahwa Allah swt. memandangku dengan murkan dan semua amal perbuatanku membuktikan hal itu.”Hatim al-Asham menegaskan : “Janganlah kamu tertipu oleh tempat-tempat yang saleh, sebab tidak ada tempat yang lebih saleh daripada surga, dan pikirkanlah apa yang telah menimpa Adam as. Di tempat yang begitu saleh! Jangan Jangan pula kamu tertipu oleh banyaknya amal ibadat. Sebab, setelah iblis melakukan ibadat begitulama, ternyata ia harus mengalami nasibnya seperti itu. Juga, janganlah kamu tertipu oleh banyaknya ilmu, sebab Bal’am pun mengetahui NamaAllah Yang Teragung (Al-Ismul A’dzham), tapi lihatlah apa yag terjadi padanya? Jangan pula kamu tertipu karena bertemu dengan seorang yang saleh, sebab tidak ada orang yang takdirnya lebih agung daripada al-Musthafa Muhammad saw, sebab para kerabat dan musuh-musuhnya tidak mengambil manfaat atas perjumpaan dengannya.”Ketika bertemu dengan sahabt-sahabtnya pada suatu hari, Ibnul Mubarak melaporkan : “Aku begitu memberanikan diri kepada Allah swt.kemarin. Dan aku benar-benar meminta surga.”Dikatakan bahwa Isa as. Sedang bepergian, dan bersamanya ada seorang saleh dari bani Israil. Seorang yang terkenal karena kebobrokan akhlaknya, mengikuti mereka. Duduk agar jauh dari merekaberdua, ia beseru kepada Allah swt. dengan penuh kerendahan hati : “Wahai Tuhanku, ampunilah aku!” Sedang si orang saleh berdoa : Ya Allah, bebaskan aku dari orang berdosa yang mengikuti aku ini, mulai besok pagi.” Maka Allah swt. pun mewahyukan kepada Isa as. : “Aku telah menjawab doa keda orangyang berdoa ini; telah Ku tolak doa orang yang saleh ini, dan telah Kuampuni sipendosa ini.”Dzun Nuun al-Mishry menuturkan : “Aku bertanya kepada seorang yang alim : “Mengapa orang-orang mengatakan Anda gila?” Ia menjawab : “Ketika Dia mengusirku dari sisi-Nya untuk waktu yang lama, aku menjadi gila karena takut terpisahkan dari-Nya di akhirat.”Mengenai makna ucapan ini, para Sufi membacakan bait-bait berikut ini :Bahkan kalaupun aku terbuat dari batu,Niscaya aku akan melelehMaka, bagaimana satu makhlukYang terbuat dari tanahAkan menahannya?Salah seorang Sufi berkomentar : “Aku tidak pernah melihat seorang yang lebih besar harapannya di tengah-tengah ummat ini, dan lebih takut berkenaan dengandirinya sendiri daripada Ibnu Sirin.”Sufyan ats-Tsauri jatuh sakit. Ketika alasan sakitnya diberitahukan kepada tabib, tabib itu berkata : “Ini adalah orang yang hatinya telah tersobek karena rasa takut.” Tabib itudatang dan memeriksa denyut nadinya, lalu berkata : “Aku tidak tahubahwa di kalangan orang beragama ada manusia yang seperti ini.”Syibly ditanya : “Mengapa matahari warnanya pucat ketika akanterbenam?” Ia menjawab : “Sebab matahari telah tergelincir dari tempatkesempurnaan. Ia menjadi kekuning-kuningan karena ketakutannya terhadap tahapannya sendiri. Bagi orang yang beriman, saat menjelang keberangkatannya dari dunia ini telahdekat, warna kulitnya akan menjadi pucat karena ia takut akan berdiri di hadapan Tuhannya. Dan ketika matahari terbit, ia bersinar cemerlang. Sama halnya dengan seorang beriman, ketika dibangkitkan dari kubur, ia muncul dengan wajah yang bersinar.”Ahmad bin Hanbal r.a. berkata :“Aku memohon kepada Tuhanku swt.agar membukakan pintu takut. Dia membukakannya, dan aku pun lalu mengkhawatirkan kewarasan pikiranku. Karena itu aku beroda : “YaAllah, anugerahkan kepadaku rasa takut sebatas yang bisa kumampui.” Kemudian ketenangan menghapus kekhawatiranku.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar