2.MUJAHADAH
“Dan orang-orang yang berjihaduntuk (mencari) keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dansesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al-Ankabut : 69).
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khurdry, (Sa’id bin Malik bin Sananal-Nashari al-Kahzrajy (10.sH – 74 H/613 -693 M), seorang sahabat Rasulullah saw. Ikut berperang duabelas kali, dan meriwayatkan 1170 hadis. Meninggal di Madinah). Bhawa ketika Rasulullah saw. ditanyamengenai jihad terbaik, beliau menjawab, “Adalah perkataan yang adil yang disampaikan kepada seorang pengausa yang zalim.” (Qs. Hr. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah). Mka air mata berlinang dari kedua mata Abu Sa’id ketika mendengar hal ini.Syeikh Abu Ali ad.-Daqqaq r.a. berkata : “Barangsiapa menghiasai lahiriahnya dengan mujahadah, Allah akan memperindah rahasia batinnya melalui musyahadah. Siapa yang permulaannya tidak memiliki mujahadah dalam tharikat ini, ia tidak akan menemui cahaya yang mencar darinya.”Abu Utsman al-Maghriby mengatakan : “Adalah kesalahan besar bagi seseorang membayangkan bahwa dirinya akan mencapai sesuatu di jalan-Nya atau bahwa sesuatu di jalan-Nya akan tersingkap baginya, tanpa bermujahadah.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. menegaskan : “Orang yang tidak berdiri dengan mantap di awal perjalanan spiritualnya tidak akan diizinkan beristirahat pada akhir perjalanannya.” Dikatakannnya pula, “Gerak adalah suatu berkat.” Dan katanya kemudian, “Gerakan-gerakandzahir akan melahirkan barakah-barakah batin.”As- Sary berkata : “Wahai kaummuda, tekunlah kalian, sebelum kamu sekalian menginjak usia seperti diriku, sehingga kalian lemah dan lengah seperti diriku.” Padahal pada saat itu tidak seorang pun di antara para pemuda yang mampu menyejajari langkah as-Sary dalam bidang ibadat.Saya mendengar al-Hasan al-Qazzaz berkata : “Jangan makan kecuali amat lapar, jangan tidur kecuali amat kantuk, jangan bicara kecuali dalam keadaan darurat.”Ibrahim bin Adham mengatakan : “Seseorang akan baru mencapai derajat kesalehan, sesudah melakukan enam hal : (1) Menutup pintu bersenang-senang dan membuka pintu penderitaan; (2) Menutup pintu keangkuhan dan membuka pintu kerendahan hati; (3) Menutup pintu istirahat dan membuka pintu perjuangan; (4) Menutup pintu tidur dan membuka pintu jaga; (5) Menutup pintu kemewahan dan membuka pintu kemiskinan; (6). Menutup pintu harapan duniawi dan membuka pintupersiapan menghadapi kematian.”Abu Amr bin Nujayd berkata : “Barangsiapa menghargai hawa nafsunya berarti meremehkan agamanya dan pendengarannya.”Abu Ali ar-Rudzbary mengatakan : “Apabila seorang Sufi – sesudah lima hari kelaparan – berkata : “Aku lapar.” Kirimlah ia ke pasar untuk mencari nafkah. Prinsip mujahadah pada dasarnya adalah mencegah jiwa dari kebaisaan-kebiasaannya dan memaksanya menentang hawa nafsunya sepanjag waktu.”Jiwa; mempunyai dua sifat yang menghalangi dalam mencapai kebaikan; keberlarutan dalam memuja hawa nafsu dan penolakan pada tindak kepatuhan. Manakala jiwa menunggang nafsu, maka Anda harus mengendalikannya dengan kendali takwa. Manakala jiwa bersikukuh menolak untuk selaras dengan kehendak Tuhan, maka Andaharus mengendalikannya agar menolak hawa nafsunya. Manakala Jiwa bangkit memberontak, maka Anda harus mengendalikan keadaan ini. Tiada satu hal pun yang berakibatlebih utama selain sesuatu yang muncul menggantikan kemarahan yang kekuatannya telah dihancurkan dan yang nyalanya telah ddipadamkan oleh akhlak mulia. Manakala jiwa menemukan kemanisan dalam anggur kecongkakan, niscaya ia akan merana bila tidak sanggup menunjukkan kemampuannya dan menghiasai perbuatan-perbuatannya kepada siapapun yang melihatnya. Orang harus memutuskannya dari kecenderungan seperti ini dan menyerahkannya pada hukuman kehinaan yang akan datang tatkala diingatkan akan hargadirinya yang rendah, asal-usulnya yang hina dan amal-amalnya yang emnijikan. Perjuangan kaum awam berupa pelaksanaan tindakan-tindakan; tujuan kaum khawash adalah menyucikan keadaan spiritual mereka. Bertahan dalam lapar dan jaga, adalah sesuatu yang mudah. Sedangkan membina akhlak dan membersihkan semua hal negatif yang melekat padanya, sangatlah sulit.Satu dari sekian sifat jiwa yang merugikan dan paling sulit dilihat adalah ketergantungannya pada pujian manusia. Orang yang bermental seperti ini berarti menyangga beban langit dan bumi dengan satu alisnya. Satu pertanda yang mengisyaratkan mental seperti ini adalah apabila pujian orang tidak diberikan kepadanya, niscaya ia menjadi pasif dan pengecut.Dikabarkan bahwa Abu Muhammad al-Murta’isy berkata : “Aku berangkat haji berkali-kali seorang diri. Pada suatu ketika aku menyadari bahwa segenap upayaku terkotori oleh kegembiraanku dalam melakukannya. Hal ini kusadari saat ibu memintaku menarikan sguci air untuknya. Jiwaku merasakan hal ini sebagai beban yang berat. Saat itulah aku mengetahui bahwa apa yang kusangka merupakan kepatuhan kepada Allah swt. dalam hajiku selama ini tidak lain hanyalah kesenanganku semata, yang datang dari kelemahan dalam jiwa, karena apabila nafsuku sirna, niscaya tidak akan mendapati tugas kewajibanku sebagai suatu yang memberatkan dalam hukum syaritat.”Pada suatu ketika seorang wanita lanjut usia ditanya mengenai keadaan ruhaninya. Ia menjawab : “Semasa Muda, aku berpikir bahwa keadaan-keadaan ruhani itu berasal dari kekuatan dan semangat yang takkujumpai saat ini, ketika sudah tua, semua itu sirna sudah.”Dzun Nuun al-Mishry berkata : “Penghormatan yang Allah berkenan memberikannya kepada seorang hamba, maka Allah menunjukkan kehinaan dirinya, penghinaan yang Allah berkenan menimpakannya kepada seorang hamba, maka Allah menyembunyikan kehinaan dirinya dari pengetahuan akan kehinaan itu sendiri.”Ibrahim bin Khawwas menegaskan : “Aku tidak menghadapi seluruh ketakutanku, kecuali secara langsung menghadapinya dengan menungganginya.”Muhammad bin Fadhl mengatakan : “Istirahat total adalah kebebasan dari keinginan hawa nafsu.”Saya mendengar Abu Ali ar.Rudzbary berkata : “Bahaya yang menimpa manusia datang dari tiga hal : Kelemahan watak, keterpakuan pada kebiasaan, dan mempertahankan teman yang merusak.” Saya bertanya kepadanya, “Apakah kelemahan watak itu?” Ia menjawab. “Mengkonsumsi hal-hal-yang haram.” Lalu saya tanyakan : “Apakah keterpakuan pada kebiasaan itu?” Ia berkata : “Memandang dan mendengarkan segala sesuatu yang haram dan melibatkan diri dalam firnah.” Saya bertanya : “Apakah mempertahankanteman yang merusak itu? Dijawabnya : “Itu terjadi ketika Anda menuruti hasrat nafsu dalam diri, laludiri Anda mengikutinya.”An-Nashr Abadzy mengatakan :“Penjara adalah jiwa Anda. Apabila Anda melepaskan diri darinya, niscaya akan sampai pada kedamaian.” Ia juga berkata : “Aku mendengar Muhammad al-Farra’ berkisah bahwa Abul Husain al-Warraq mengatakan : “Ketika kamimemulai menempuh jalan-Nya lewat Tasawuf di Masjid Abu Utsman al-Hiry, praktek terbaik yang kami lakukan adalah bahwa kami mempriorotaskan kemudahan bagi orang lain; kami tidak pernah tidur dengan menyimpan sesuatu tanpa disedekahkan; kami tidak pernah menuntut balas kepada seseorang yang menyinggung hati kami, bahkankami selalu memaffkan tindakannya dan bersikap rendah hati kepadanya; dan jika kami memandang hina seseorang dalam hati kami, maka kami akan mewajibkan diri kami untuk melayaninya sampai perasaan memandang hina itu lenyap.”Abu Ja’far berkata : “Nafsu, seluruhnya gelap gulita, peliatanya adalah batinnya. Cahaya pelita ini adalah taufiq. Orang yang tidak disertai taufik dari Tuhannya, maka kegelapan akan menyelimutinya.” Ketika mengatakan, “Pelita adalah batinnya.” Dimaksudkan adalah rahasia antara dirinya dan Allah swt. yakni tempat keikhlasannya. Dengannya si hamba tersebut mengetahui bahwa semua peristiwa adalah karya Tuhan; peristiwa-peristiwa bukanlah ciptaan dirinya, tidak pula berasal darinya. Bila mengetahui hal ini, ia akan bebas dalam setiap keadaannya, dari kekuatan dan kekuasaannya sendiri dalam melestarikan manfaat waktunya. Orang yang tidak disertai taufik tidak akan memperoleh manfaat dari pengetahuan tentang jiwanya atau tentang Tuhannya. Itulah sebabnya mengapa para syeikh mengatakan “Orang yang tidak mempunyai sirr akan terus bersikeras menuruti hawa nafsunya.”Abu Utsman berkata : “Selama orang melihat setiap sesuatu baik dalam jiwanya, ia tidak akan mampu melihat kelemahan-kelemahannya. Hanya orang yang berani mendakwa dirinya terus menerus selalu berbuat salahlah yang akan sanggup melihat kesalahannya itu.Abu Hafs mengatakan : “Tidak ada jalan yang lebih cepat ke arah kerusakan, kecuali jalan orang yang tidak mengetahui kekurangan dirinya,karena kemaksiatan kepada Tuhan adalah jalan cepat menuju kekafiran.”Abu Sulaiman berkata : “Aku tahu bahwa tidak sedikit pun kebaikan dapat ditemukan dalam suatu perbuatan yang kulakukan sendiri, aku berharap diberi pahala karenanya.”As-Sary berkomentar : “Waspadalah terhadap orang yang suka bertetangga dengan orang kaya, pembaca-pembaca Al-Qur’an yang sering mengunjungi pasar, dan ulama-ulama yang mendekati penguasa.”Dzun Nuun al-Mishry mengatakan : Kerusakan merasuki diri manusia dikarenakan enam hal (1) Mereka memiliki niat yang lemah dalam melaksanakan amal untuk akhirat; (2) Tubuh mereka diperbudak oleh nafsu; (3) Mereka tidak henti-hentinya mengharapkan perolehan duniawi, bahkan menjelang ajal; (4) Mereka lebih sukamenyenangkan makhluk, mengalahkan ridha Sang Pencipta; (5) Mereka memperturutkan hawa nafsunya, dan tidak menaruh perhatian yang cukup kepada SunnahNabi saw. (6) Mereka membela diri dengan menyebutkan beberapa kesalahan orang lain, dan mengubur prestasi pendahulunya.
3.KHALWAT DAN ‘UZLAHDiriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. (Abdurrahman bin Shakhr ad-Dausy (21s.H – 59H/602-679 M), seorang sahabat sejak ia yatim. Masuk Islam tahun 7 H. Dan senantiasa mendampingi Nabi saw. serta meriwayatkan 5.374 hadits), Bahwa Nabi saw. besabda :“Di antara cara-cara terbaik bagi manusia dalam mencari penghidupan adalah seseorang mengendarai kuda di jalan Allah, dan apa bila ia mendengar suara manusia-manusia yang panik atau ketakutan dalam peperangan, ia memacu kudanya mencari mati syahid atau kemenangan di medan jihad; atau seseorang menggembalakan biri-biri dan kambing-kambingnya di puncak gunung atau di kedalamanan lembah, namum tetap mendirikan shalat, membayarkan zakat, dan beribadat kepada Tuhan sampai datang suatu keyakinan. Tidak ada urusan dengan sesama manusia kecuali didasarkan pada kebaikan.” (H.r. Muslim).Menyendiri dari pengaruh duniawi (khalwat) adalah sifat orang-orang suci. Sedangkan mengasingkan diri (‘uzla) adalah lambang orang yang ber-wushul kepada-Nya. Memisahkan diri dari manusia sangat diperlukan bagi murid pada awal kondisi ruhaninya, dan selnjutnya mengasingkan diri pada akhir kondisi ruhani, karena telah mencapai keakraban sukacita ruhani. Sikap seorang yang layak ketika memutuskan untuk memisahkan diri dari manusia adalah meyakini bahwa masyarakat akan terhindar dari kejahatannya (dengan tindakannya memisahkan diri dari mereka), bukan bahwa ia akan terhindar dari kejahatan mereka. Sikap pertama adalah hasil dari seseorang yang memandang rendah dirinya sendiri; sikap kedua adalah akibat seseorang merasa bahwa dirinya lebih baik dari masyarakat. Orang yang mengganggap dirinya tiak berharga adalah rendah hati, dan orang yang menganggap dirinya lebih bergarga ketimbang orang lain adalah takabur.Seseorang melihat seorang rahib dan berkata kepadanya : “Anda seorang rahib.” Ia menjawab : “Bukan, aku adalah anjing penjaga. Jiwaku adalah seekor anjing yang menyerang ummat manusia. Aku telah menjauhkannya dari mereka supaya mereka aman.”Seseorang lewat di hadapan syeikh yang shaleh. Sementara syeikh itu bergegas merapatkan jubahnya supaya tidak bersentuhan dengan pakaian orang tersebut. Orang tersebut bertanya : “Mengapa Anda menarik jubah Anda?” Pakaian saya tidak kotor.” Sang Syeikh menjawab : “Dugaan Anda salah. Saya menarik jubah supaya tidak menyentuh pakaian Anda karena jubah saya kotor, kalau tidak, jubah saya pasti mengotori pakaian Anda. Jadi bukan karena saya bermaksud menjaga jubah saya supaya tidak kotor.”Untuk dapat ber-Uzlah dengan tepat, seseorang harus mempunyai pengetahuan agama untuk memantapkan tauhidnya, agar setan tidak menggodanya dengan bisikan-bisikannya. Ia juga harus mempunyaipengetahuan yang dapat diperolehnya dari syariat – tentang kewajibannya, sgar segala urusannyaberada di atas dasar yang kokoh. Sesungguhnya, ‘uzlah adalah menjauhi sifat-sifat hina, mengubah sifat-sifat hina tersebut, bukannya amenjauhkan diri lewat jarak tempat.Itulah sebabnya mengapa lahir pertanyaan : “Siapakah orang ‘arif itu?” Mereka menjawab : “Orang yangada dan yang jelas, yakni ada bersama makhluk, jelas namun jauh dari mereka lewt rahasianya.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata : “Aku memakai pakaian sebagaimana orang banyak memakaianya, makan makanan yangseperti mereka makan. Namun aku menyendiri dari mereka dalam rahasia.” Saya mendengar ia berkata: “Ada orang yang datang kepadaku dan bertanya, ‘engkau datang dari jarak yang jauh?” saya menjawabnya,‘Pembicaraan ini bukannya peristiwa bepergian dengan jarak dan ukuran perjalanan.Berpisahlah dari diri Anda sendiri dalam satu langkah saja, dan Anda pasti mencapai tujuan Anda.”Abu Yazid mengatakan : “Aku melihat Tuhan dalam mimpi, lalu akubertanya : “Bagaimana aku musti menjumpai-Mu?” Tuhan menjawab : “Tinggalkan dirimu dan kemarilah.”Abu Utsman al-Maghriby berkomentar : “Adalah wajar bagi seseorang yang memutuskan memisahkan diri dari kesertaan bersama sesamanya supaya bebas dari segala jenis pengingatan, kecuali pengingatan kepada Tuhan, terbebas dari semua hawa nafsu kecuali keinginan mencari ridha Tuhan, dan terbebas dari tuntutan diriakan segala sebab duniawi. Apabila tidak demikian, maka tindakannya berkhalwat hanya akan melemparkannya ke dalam cobaan atau petaka.”Dikatakan bahwa sendiri dalamkhalwat sangat dekat pada ketenangan jiwa.Seseoarng mengunjungi Abu Bakr al-Warraq, dan sewaktu akan pulang, ia berkata : “Saya telah menemukan yang terbaik dari dunia dan akhirat dalam khalwat dan kemiskinan, dan saya telah menemukan yang terjelek dari keduanya (dunia dan akhirat) dalam pergaulan dengan manusia dan kemewahan.Ditanya tentang ‘uzlah, Abu Muhammad al-Jurairy menjawab : “’Uzlah adalah Anda masuk ke dalamkumpulan orang banyak sambil menjaga batin Anda supaya tidak diharu-biru oleh mereka. Anda menjauhkan diri dari dosa-dossa, danbatin Anda berhubungan dengan al-Haq.”Ada yagn mengatakan : “Siapa pun memlih ‘Uzlah akan mencapai kemuliannya.”Sahl mengatakan : “Khalwat tidak sah, kecuali dengan memakan makanan haalal, dan memakan makanan halal tidak sempurna kecuali menunaikan Hak Allah swt.”Dzun Nuun al-Mishry mengatakan : “Aku tidak menemukansesuatu hal pun yang lebih baik yang dapat melahirkan keikhlasan selain kahlwat.”Abu Abdullah ar-Ramly bekata :“Gantilah sahabat Anda dengan khalwat, makanan Anda adalah lapar,dan ucapan Anda menjadi munajat. Maka Anda akan mati atau mencapaiAllah swt.”Dzun Nuun al-Mishry mengatakan : “Orang yang menyembunyikan dirinya dari sesama manusia melalui khalwat tidaklah seperti orang yang menyembunyikan dirinya dari sesamanya melalui Tuhan.”Al-Junayd berkata : “Kesulitan dalam ‘uzlah lebih mudah diatasi ketimbang kesenangan berada bersama orang lain.” Makhul asy-Syaami mengatakan : “Memang bergaul dengan sesama manusia ada baiknya, tetapi ada rasa aman dalam ‘uzlah.”Yahya bin Mu’adz berkata : “Keheningan adalah sahabat orang jujur.”Abu Bakr asy-Syibly selalu mengatakan : “Rusak ... rusak, wahai sahabt!” Seseorang bertanya kepadanya : “Wahai Abu Bakr, apa pertanda kerusakan?” Ia menjawab : “Satu dari sekian kerusakan adalah berakrab-akrab dengan orang banyak.”Yahya bin Abu Katsir berkata : “Barangsiapa bergaul dengan orang banyak haruslah menyenangkan hati mereka, dan barangsiapa menyenangkan hati mereka, berarti telah bertindak munafik.”Sa’id bin Harb mengatakan : “Aku berangkat menemui Malik Bin Mas’ud di Kufah, dan ia sendirian di dalam rumahnya. Aku bertanya, “Apakah Anda tidak merasa takut sendirian?” Ia menjawab : “Aku tidak menganggap bahwa seseorang yangbersama Allah swt. adalah ketakutan.”Al-Junayd berkata : “Barangsiapa menginginkan agamanya sehat dan raga serta jiwanya tenteram, lebih baik ia memisahkan diri dari orang banyak. Sesungguhnya zaman yang penuh ketakutan, dan orang yang bijak adalah yang memiliki kesendiriannya.”Abu Ya’qub as-Susy mengatakan : “Hanya orang-orang yang sangat kuat sajalah yang harus menyendiri. Akan halnya orang-orangseperti kita, bergaul dengan orang banyak lebih menguntungkan.”Asy-Syibly memerintah Abu Abbas ad-Dimaghani demikian : “Praktikkan kesendirian dan hapuslahnama Anda dari khalayak, hadapkan muka Anda ke dinding sampai Anda meninggal dunia.”Seseorang menemui Syu’aib bin Harb, yang bertanya : “Mengapa Anda ke sini?” Orang tersebut menjawab : “Wahai sahabatku! Sesungguhnya ibadat tidaklah lestari lewat bergabung dengan yang lain. Seseorang yang belum menjalin kemesraan dengan Allah swt. tidak akan menjadi mesra dengan apa-pun.”Seseorang ditanya : “Hal mengagumkan apakah yang telah Anda temukan dalam perjalanan Anda?” Ia menjawab : “AlKhidhr menjumpaiku dan ia ingin menyertaiku. Aku khawatir ia mengacaukan tawakalku kepada Allah swt.”Salah seorang Sufi ditanya : “Adakah seseorang atau sesuatu di tempat ini yang dengannya Anda merasa akrab?” Ia menjawab : “Ada”.Dengan meletakkan Al-Qur’an di atas pangkuannya, ia menjawab : “Ini”, Berkenaan makna ucapannya itu, para Sufi membacakan baris-baris berikut :Buku-bukumu di sekitarkuTidak meningglakan tempat tidurkuDi dalamnya terdapat obat pelipurBagi sakit yang kusembunyikan.Salah seorang Sufi ditanya Dzun Nuun al-Mishry : “Kapan ‘uzlah yang tepat bagi diriku?” Ia menjawab: “Ketika Anda sanggup memisahkan diri Anda dari diri Anda sndiri.” Ditanyakan kepada Ibnul Mubarak : “Apakah obat bagi hati yang sakit?” Ia menjawab : “Berjumpa dengan sesama manusia sejarang mungkin.”Dikatakan : “Apabila Tuhan hendak memindahkan hamba-Nya dari kehinaan kekafiran menuju kemuliaan ketaatan, Dia menjadikannya intim dengan kesendirian, kaya dalam kesederhanaan, dan mampu melihat kekurangan dirinya. Barangsiapa telah dianugerahi semua ini berarti telah mendapatkan yang terbaik dari dunia dan akhirat.”
4.T A Q W AAllah berfirman :“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.” (Qs. Al-Hujarat :13).Diriwayatkan oleh Abu Sa’id ak-Khudry, bahwa seseorang menghadap Nabi saw. dan berkata : “Wahai Rasulullah, nsehatilah saya!.” Beliau menjawab :“Engkau harus mempunyai ketakwaan kepada Allah, karena ketakwaan adalah kumpulan seluruh kebaikan. Engkau harus melaksanakan jihad, karena jihad adalah kerahiban kaum Muslimin. Dan engkau harus dzikir kepada Allah, karena dzikir adalah cahaya bagimu.” (H.r. Ibnu Dharies, dari Abu Said).Anas r.a. meriwayatkan, seseorang bertanya kepada rasulullah saw. “Siaakah keluarga Muhammad?” Beliau menjawab “Setiap orang yang takwa.”Takwa merupakan kumpulan seluruh kebaikan, dan hakikatnya adalah seseorang melindungi dirinya dari hukum Tuhan dengan ketundukan kepada-Nya. Asal-Usul taqwa adalah menjaga dari syirik, dosa dan kejahatan, dan hal-hal yangmeragukan (syubhat), serta kemudian meninggalkan hal-hal utama (yang menyenangkan).Menurut Syeikh Abu Ali ad.-Daqqaq r.a. masing-masing bagian tersebut memiliki bab tersendiri. Dan dinyatakan di dalam tafsir menganei firman Allah swt. “Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya.” (Qs. Ali Imran : 102), ayat ini mempunyai makna bahwa Dia harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan, dan bahwa kita harus bersyukur kepada-Nya, dan tidak mengufuri-Nya.Sahl bin Abdullah menegaskan: “Tiada penolong sejati selain Allah; tidak satu pun pembimbing yang sebenarnya selain Utusan Allah; tak satu pun perbekalan yang mencukupiselain takwa, dan tidak satu pun amal yang langgeng keteguhannya selain bersabar.Al-Jurairy mengatakan : “Dunia dibagi secara adil sesuai dengan cobaan, dan akhirat dibagi secara adil sesuai dengan takwa.”AL-Jurairy mengatakan : “Orang yang belum menjadikan taqwa dan muraqabah sebagai hakim, antara dirinya dan Tuhan tidakakan memperoleh musyafah dan musyahadah.”An-Nashr Abadzy menjelaskan: “Taqwa adalah bahwa hamba waspada terhadap segala sesuatu selain Allah swt. Barangsiapa menginginkan takwa yang sempurna,hendaknya menghindari setiap dosa. Siapa pun yang teguh dalam taqwa akan merindukan pepisahan dengan dunia, karena Allah swt berfirman : “Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya.” (Qs. Al-An’am :32).Sebagian Sufi berkata : “Tuhan menjadikan berpaling dari dunia dengan mudah bagi orang yang benar-benar bertaqwa.” Abu Abdullahar-Rudzbary mengatakan : “Takwa adalah menghindarkan diri dari segala sesuatu yang menjadikan diri jauh dari Allah swt.”Dzun Nuun al-Mishry mengatakan : “Orang yang bertakwa kepada Allah adalah orang yang tidak menodai aspek lahirian dirinya dengan sikap keras kepala, tidak pula aspek batiniahnya dengan alamat-alamat keruhanian. Ia berdiri di sisi Allah dalam keadaan selaras.”Abul Hasan al-Farisy berkata : “Takwa mempunyai dimensi lahir dan batin. Dimensi lahir adalah pelaksanaan syariah, dan aspek batinnya adalah niat dan mujahadah.”Dzun Nuun membacakan baris-baris sejak berikut :Tak ada kehiduanSelain bersama merekaYang hatinya mendambakan takwaDan yang istirahat dalam dzikirTentram dalam ruh keyakinanSeperti anak menyusu di pangkuan ibunya.Dikatakan : “Takwa seseorang ditandai oleh tiga sikap yang baik : Tawakal terhadap apa yang belum dianugerahkan, berpuasa diri denganapa yang telah dianugerahkan, dan bersabar dalam menghadapi milik yang hilang.”Thalq bin Habib menjelaskan : “Takwa adalah bertindak sesuai dengan ketundukan kepada Allah sesuai dengan cahaya Allah swt.”Abu Hafs mengatakan : “Takwaadalah sikap seseorang membatasi dirinya terhdap hal-hal yang jelas diperbolehkan, hanya itu.”Abu Husyn az-Zanjany mengatakan : “Barangsiapa yang modal hartanya adalah takwa, ia akan lelah menghitung labanya.”Al-Wasithy menegaskan : “Takwa adalah sikap seseorang menjauhi ketakwaannya; artinya menghindari kesadaran akan taqwa. Contoh orang yang bertakwa adalah Ibnu Sirin. Suatu saat Ibnu Sirin membeli empat puluh kaleng mentega. Ketika salah seorang membantunya menyingkirkan seekortikus dari salah satu gucinya, Ibnu Sirin bertanya kepadanya, “Guci mana yang darinya tikus itu kamu singkirkan? Ia menjawab : “Saya tidak tau! Selanjutnya Ibnu Sirin memutuskan mengosongkan semua guci dengan menuang seluruh mentega ke atas tanah. Contoh orang saleh adalah Abu Yazid al-Bisthamy. Pada suatu hari ia membeli kunyit jingga di Hamadhan. Ia menjumpai hanya sedikit kunyit-jingga, dan ketika kembali ke Bistham, ditemukannya dua ekor semut di kunyit tersebut. Maka, ia kembali ke Hamadhan dan melepaskan kedua semut itu.”Abu hanifah tidak pernah mau berteduh di bawah kerindangan pohon milik orang yang gberhutang kepadanya. Ia menjelaskan, “sebuah hadits menyatakan :“Setia hutang yang pengembaliannya disertai kelebihan adalah riba” (Riwayat al-Ajluni, namun as-Suyuti menganggap haditsini dha’if).Abu Yazid sedang mencuci jubah di luar kota bersama seorang sahabat, ketika sahabatnya berkata : “Kita jemur jubah di dinding pagar kebun buah itu.” Abu Yazid menjawab : “Jangan menancapkan paku di dinding orang.!” Sahabatnya menyarankan : “Jemur saja di atas pohon.” Abu Yazid menjawab : “Aku khawatir ia akan menyebabkan cabang-cabangnya patah.” Ia berkata: “Bentangkanlah ia di atas rerumputan!” Abu Yazid menjawab : “Rerumputan itu makanan hewan ternak. Jangan kita menutupi denganjubah ini!>” Selanjutnya, ia menghadapkan punggungnya hinggasatu sisi jubahnya mengering, lantas membalik sisi yang lain hingga mengering pula.Dikisahkan, pada suatu hari Abu Yazid memasuki masjid dan menancapkan tongkatnya ke tanah. Tongkat itu roboh dan menimpa tongkat seseorang yang berusisa lanjut, yang juga menancapkannya ditanah, dan menyebabkan tongkat orang tersebut roboh. Orang tua itu membungkuk, lalu mengambil tongkatnya. Abu Yazid pergi ke rumah orang tua tersebut dan minta maaf kepadanya, dengan mengatakan : “Anda tentu merasa terganggu disebebkan oleh kelalaian saya, ketika Anda terpaksa membungkuk.Utbah al-Ghulam tampak bercucuran keringat di musim dingin.Ketika orang-orang di sekitarnya menanyakan hal itu kepadanya, ia memberikan penjelasan. “Ini adalah tempat di mana aku telah bermaksiatkepada Allah swt.” Ketika diminta memberikan penjelasan lebih lanjut, ia mengatakan : “Aku mengambil sebongkah lempung dari dinding ini, supaya tamuku dapat membersihkantangan dengannya, tetapi aku tidak meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik dinding ini.”Ibrahim bin Adham berkaa : “Pada suatu malam aku menggisi waktu di bawah kubah Masjid Kubah Batu Karang di Baitul Maqdis. Di tengah malam sepi turun dua malaikat. Malaikat pertama bertanya kepada sahabatnya : “Siapakah orang yang berdiam di sini? Sahabatnya menjawab : “Ibrahim bin Adham.” Malaikat pertama itu berkata : “Inilah orang yang derajatnya telah diturunkan Allah swt.satu tingkat! Maka, Malaikat ke dua bertanya : “Mengapa? Ia menjawab : “Karena ketika ia membeli sedikit kurma di Nashrah, sebutir kurma bercampur menjadi satu dengan kurma yang dibelinya, ia tidak mengembalikan kepada pemiliknya.”Kemudia Ibrahim melaporkan : “Aku berangkat ke Bashrah, membeli kurma dari orang tersebut, dan menjatuhkan se butir kurma ke dalam kurma-kurma miliknya. Aku kembali ke Yerusalem dan dan mengisi malam hariku di Masjid Kubah Batu Karang. Ketika sebagian malam berlalu, aku melihat dua malaikat turun dari langit, dan malaikat yang satu bertanya kepada sahabatnya : “Siapakah orang yang berdiam di sini? Sahabatnya menjawab : “Ibrahim bin Adham.” Malaikat yang bertanya berkata lagi : “Ini adalah orang yang telah dikembalikan dan dinaikan derajatnya oleh Allah swt.”Dikatakan bahwa takwa mempunyai bermacam-macam aspek; bagi kaum awam taqwa adalah menghindari syirik, bagi kaumterpilih (khawash) adalah menghindari dosa-dosa, bagi para auliya’ adalah menghindari ketergantungan pada amal, dan bagi para Nabi menghindari menisbatkan amal kepada selain Allah swt. Sebab taqwa mereka datang dari-Nya dan kembali kepada-Nya.Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib r.a. berkata : “Kaum termulia di dalam dunia adalah kaum dermawan dan yang paling mulia di akhirat adalah kaum yang taqwa.”Diriwayatkan oleh Abu Umamah, bahwa Nabi. Saw. menegaskan :“Apabila seseorang menatap kecantikan seorang wanita dan kemudian menundukkan matanya setelah tatapan pertama, maka Allah menjadikan tindakannya itu suatu ibadat yang rasa manisnya dirasakanoleh hati orang yang melakukannya.” (Hr. Ahmad dalam Musnad-nya).Al-Junayd sedang duduk-dudukbersama Ruwaym, Al-Jurairy dan Ibnu Atha’. Al-Junayd berkata : “Seseorrang tidak akan selamat kecuali bila berlindung secara ikhlas kepada Allah.” Allah swt. berfirman : “Dan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta (berjihad), hingga ketika bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Qs. At-Taubah :118).“Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa kaena kemenagan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita.” (Qs. Az-Zumar :61).Al-Jurairy berkata : “Seseorang akan selamat hanya dengan tekun beribadat. Allah swt. berfirman : “.... (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian.” (Qs. Ar-Ra’ad :20).Ibnu Atha’ menegaskan : “Seseorang akan tidak selamat kecuali dengan sikap malunya di hadapan Allah swt. Allah swt. berfirman : “Tidakkah ia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya.” (Qs. Al’Alaq:14). “Bahwa sanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari kami, mereka itu dijauhkan dari neraka.: (Qs. Al-Anbiya:101).Dikatakan, seseorang tidak akan selamat kecuali dengan pilihan yang telah ditetapkan atas dirinya. Allah swt. berfirman : “Dan kami telah memilih mereka (untuk menjadiNabi-nabi dan Rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Qs. Al-An’am :87).
5.W A R A’Diriwayatkan oleh Abu Dzar al-Ghiffary, (Abu Dzar adalah Jundub bin Junadah al-Ghiffary (wafat 23 H/652 M.) dari bani Ghiffar, seorang sahabat yang telah dulu masuk Islam. Beliau sangat jujur dan memiliki keteladanan. Tinggal di Damaskus), bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Sebagian dari kebaikan tindakan keIslaman seseorang adalah bahwa ia menjauhi segala sesuatu yang tidak berarti.” (H.r. Malik Bin Anas, Tirmidzi dan Ibnu Majah).Syeikh Abu Ali ad.daqqaq mengatakan : “Wara’ adalah meninggalkan apa pun yang syubhat.” Dmeikian pula, Ibrahim bin Adham memberika penjelasan : “Wara’ adalah meninggalkan segala sesuatu yang meragukan, segala sesuatu yang tidak berarti, dan apa pun yang berlebihan.”Abu Bakr ash.Shiddiq r.a. berkaa : “Kami dahulu selalu meninggalkan tujuhpuluh perkara yang termasuk ke dalam hal-hal yangdihalalkan, karena khawatir terjerumus ke dalam satu hal yang haram.”Diriwayatkan oleh Abu Hurairahr.a. bahwa Nabi saw. bersabda :“Bersikaplah wara’, dan kamu akam nejadi orang yang paling taat beribadat di antara ummat manusia.”(H.r. Ibnu Majah, Thabrani dan Baihaqi).As. Saru berkata : “Terdapat empat orang yang wara’ di zaman mereka : Hudzaifah al-Murta’isy, Yusuf bin Asbat, Ibrahim bin Adham dan Sulaiman al-Khawwas. Mereka bersikap wara’. Dan apabia usaha untuk mendapatkan sesuatu yang halal begitu sulit bagi mereka, mereka mencarinya seminimal mungkin.”Asy-Syibli berkomentar : “Wara’adalah sikap menjauhi segala sesuatu selain Allah swt.”Ishaq bin Khalaf mengatakan : “Wara’ dalam bicara lebih sulit ketimbang menjauhi emas dan perak, dan zuhud dari kekuasaan lebih sulit ketimbang menyerahkan emas dan perak, karena Anda siap mengorbankan emas dan perak demikekuasaan.”Abu Sulaiman ad-Darany mengatakan : “Wara’ adalah titik tolak zuhud, sebagaimana sikap puas terhadap apa yang ada adalah bagian utama dari ridha.”Abu Utsman mengatakan : “Pahala bagi wara’ adalah kemudahan penghitungan amal di akhirat.”Yahya bin Mu’adz berkata : “Wara’ adalah berpangku pada batas ilmu tanpa menakwilkannya.”Dikatakan : “Sekeping uang loga kecil milik Abdullah bin Marwan jatuh ke dalam sebuah sumur yang berisi kotoran, lalu ia meminta bantuan seseorang untuk mengambilnya dengan membayarnya tiga belas dinar. Ketika seseorang bertanya kepadanya, ia memberikan penjelasan : Nama Allah swt. tertera pada uang itu.”Yahya bin Mu’adz menegaskan: “Ada dua jenis wara’ : Wara’ dalam pengertian dzahir, yaitu sikap yang mengisyaratkan bahwa tidak ada satu tindakan pun selain karena Allahswt. dan wara’ dalam pengertian batin, yaitu sikap yang mengisyaratkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang memasuki hati Anda kecuali Allah swt.”Ia juga berkata : “Orang yang tidak memeriksa dan meahami selukbeluk wara’ tidak akan mendapatkan anugerah.”Dikatakan : “Orang yang pandangan atas agama jeli, akan memperoleh peringkat yang tinggi di Hari Kebangkitan”Yunus bin Ubaid mengatakan : Wara’ berarti keluar dari segala syubhat, dan merefleksikan diri dalam setiap pandangan.”Sufyan ats-tsaury berkomentar: “Aku belum pernah melihat sesuatu yang mudah selain wara’. Apap pun yang diinginkan oleh hawa nafsu Anda, tinggalkanlah!.”Ma’ruf al-Karkhy mengajarkan : “Jagalah lidah Anda dari pujian, sebagaimana Anda menjaganya dari cacian.”Bisyr ibnul Harits berkata : “Hal-hal paling sulit untuk dilaksanakan, ada tiga : Dermawan dimasa-masa sulit, wara’ adalah khalwat, dan menyampaikan kebenaran kepada seseorang yang Anda takuti dan Anda jadikan harapan.Saudara wanita Bisyr al-Hafi mengunjungi Ahmad bin Hanbal dan memberitahukan kepadanya : “Kami sedang memintal di atas atap rumah,ketika obor kaum Dzahiriyah berlalu dan cahayanya menyinari kami. Apakah diperbolehkan bagi kami memintal di dekat cahaya mereka?” Ahmad bertanya : “Siapakah Anda, (semoga Allah menjaga kesehatan Anda)?” Ia menjawab : “Saya adalah saudara wanita Bisyr al-Hafi.” Ahmadmenangis, lau berkata, “Wara’ yang jujur muncul dari keluarga Anda. Jangan memintal di dekat cahaya itu!.”Ali al-Atthar berkata : “Suatu ketika aku sedang berjalan melewati Bashrah melintasi sebuah jalan, dan aku melihat beberapa orang Syeikh sedang duduk, sementara beberapa pemuda bermain di dekatnya. Oleh karena itu aku bertanya kepada mereka, ‘Apakah Anda sekalian tidak malu bermain di depan Syeikh-Syeikh ini? Salah seorang pemuda tersebut menjawab, ‘Wara’ para syeikh ini demikian kecil sehingga kami memandang kecil mereka.”Dikatakan bahwa Malik Bin Dinar tinggal di Bashrah selama empatpuluh tahun, ia tidak pernah memakan kurma kering maupun yang masih segar dari kota tersebut. Sampai saat musim berlalu, ia berkata, ‘Wahai penduduk Bashrah, inilah perutku, tidak kurang juga tidakpernah bertambah!.”Seseorang bertanya kepada Ibrahim bin Adham, “Mengapa Anda tidak minum Zam-zam?” Ia menjawab : “Apabila aku mempunyaitimba, aku akan meminumnya.”Apabila al-Harits al-Muhasiby mengambil makanan yang syubhat, maka urat di ujung jarinya berdenyut, dan ia menganggap bahwa makanantersebut syubhat.Suatu ketika Bisyr al-Hafi diundang ke jamuan makan, dan dihidangkan makanan di depannya. Ia hendak menyantap makanan itu, tetapi tangannya tidak dapat digerakkan, Ia berusaha menggerakkannya hingga tiga kali. Seseorang yang akrab dengan situasiini mengatakan : “Tangannya tidak pernah mengambil makanan yang syubhat. Percuma saja tuan mengundang Syeikh ini.”Ketika Sahl bin Abdullah ditanya tentang halal yang murni, ia menjawab : “Yaitu yang di dalamnya tidak pernah dicampuri maksiat kepada Allah swt. Dan Halal yang murni adalah yang Allah tidak dilupakan di dalamnya.”Hasan al-Bashry memasuki Mekkah, ia melihat salah seorang keturunan Ali bin Abi Thalib r.a. bersandar ke Ka’bah dan berceramahdi hadapan sekumpulan orang. Hasan bergegas menghampirinya, lalu bertanya : “Siapakah yang menguasai agama-agama?” Ia menjawab : “Orang wara’.” Hasan bertanya lagi : “Apakah yang merusak agama?” Ia menjawab : “Kesereakahan.” Maka Hasan mengaguminya, seraya berkata : “Bobot sebutir wara’ yang cacat adalah lebih baik ketimbang bobot seribu hari berpuasa dan shalat,”Abu Hurairah mengatakan : “Sahabat-sahabt dalam majelis Allahswt, di akhirat adalah orang-orang yang wara’ dan zuhud.”Sahl bin Abdullah berkata : “Apabila wara’ tidak menyertai seseorang, ia tidak akan pernah merasa kenyang, sekalipun diwajibkan baginya makan kepala gajah.”Sedikit minyak kasturi yang berasal dari rampasan perang dibawa ke hadapan Umar bin Abdul Aziz. Katanya : “Manfaat satu-satunya adalah aroma keharumannya, dan aku tiak ingin hanya diriku sendiri yang mencium aromanya, sementara seluruh kaum Muslim tidak berbagi mambauinya.”Ketika ditanya tentang wara’ Abu Utsman al-Hiry berkata : “Abu Shalih Hamdunal al-Washshar berada bersama salah seorang sahabatnya yang sedang menjelang maut. Orang tersebut meninggal, danAbu Shalih memadamkan lampu. Seseorang bertanya kepadanya tentang hal ini, lalu ia mengatakan. “Sampai sekarang minyak yang di dalam lampu ini menjadi milik para ahli warisnya. Carilah minyak yang bukan miliknya!.”Hamisan berkata : “Aku meratapi dosaku selama empatpuluhtahun. Salah seorang sauddara mengunjungiku, dan kubelikan sepotong ikan rebus untuknya. Ketikaia selessai memakannya, aku mengambil sebongkah lempung dinding milik tetanggaku, sampai ia dapat membersihkan tangannya, danaku belum meminta haalnya.”Seseorang sedang menulis suatu catatan saat ia tinggal di sebuah rumah swa dan ingin mengeringkan tulisannya dengan debu yang dapat diperoleh dari dinign rumah tersebut. Ia teringat bahwa rumah yang ditempatinya adalah ruamh sewa, akan tetapi ia bependapat bahwa hal itu tidaklah penting. Karenanya, ia pun menegeringkan tulisan tersebut dengan debu. Kemudian ia mendengar sebuah suara mengatakan : “Orang meremehkan debu akan melihat betapa lama perhitungan amalnya kelak.”Ahmad bin Hanbal – semoga Allah melimpahkan kasih sayang kepadanya – menggadaikan sebuah ember kepada seorang penjual bahan makanan di Mekkah. Ketika ingin menebusnya, penjual bahan makanan tersebut mengeluarkan duaember, sembari mengatakan “Ambillah, yang mana ember milik Anda.?” Ahmad menjawab : “Saya ragu. Oleh karena itu, simpan saja, baik kedua meber maupun uang itu untuk Anda!” Penjual makanan tersebut memberri tahu, “Inilah ember Anda. Saya hanya ingin menguji Anda.” Ahmad menyahut : “Saya tidak akan mengambilnya.” Lalu pergi, dengan meninggalkan ember kepunyaannya kepada si penjual bahan makanan.Sayyab Ibnul Mubarak membiarkan kudanya yang mahal berkeliaran dengan bebas ketika ia sedang melkukan shalat dzuhur. Kuda tersebut merumput di ladang milik Kepala Desa. Akhirnya, Ibnul Mubarak meninggalkan kuda tersebut dengan tidak mengandarainya. Dikatakan bahwa Ibnul Mubarak sutu ketika pergi pulang dari Marw ke Syria, gara-gara telah meminjam sebuah pena dan lupa mengembalikannya.An-Nakha’y menyewa seekor kuda. Ketika cambuknya terlepas dari tangan dan jatuh, ia pun turun seraya mengikat kudanya, dan berjalan untuk memungut cambuk tersebut. Seseoang berkomentar, “Akan lebih mudah sandainya Anda mengendalikan kuda Anda menuju tempat di mana cambuk itu jatuh dan kemudain mengambilnya.” An-Nakha’y menyahut : “Aku menyewa kuda itu untuk pergi ke arah sana, bukan ke arah sini.”Abu Bakr ad-Daqqaq berkata : “Aku berkelana di padang belantara bani Israil selama limabelas hari, danketika tiba di sebuah jalan, seorang prajurit menemuiku dan memberi seteguk air minum. Air itu menumbuhkan penderitaan dalam hatiku, dan aku menderita selama tigapuluh tahun.”Rabi’ah Adawiyah menjahit bajunya yang sobek di dekat lampu sultan, tiba-tiba ia tersentak den kemudian sadar. Maka, Rabi’ah pun menyobek pakaiannya, dan menemukan hatinya.Sufyan ats-tsaury suatu ketika bermimpi mempunyai sepasang sayap yang dapat digunakan untk terbang ke surga. Kemudian ia ditanya : “Dengan apa hingga Anda dianugerahi ini?” Dijawabnya : “Wara.”Ketika Hissan bin Abi Sinan menghampiri murid-murid al-Hasan, ia bertanya : “Hal apakah yang palingsulit bagi Anda?” Mereka menjawab :“Wara”, Ia berkata : “Tiada sesuatu yag paling mudah bagiku selain ini (wara’). Mereka bertanya : “Mengapa demikina?” Hissan bin Abi Sinan menanggapi : “Aku belum pernah minum air dari mata air milik Anda semua selama empatpuluh tahun.”Hissan bin Abi Sinan tidak tidurterlentang atau makan-makanan berlemak atau minum air dingin selama empat puluh tahun. Seseorang bermimpi bertemu dengan Hissan bin Abi Sinan, lalu bertanya kepadanya tentang apa yang telah Allah lakukan atas dirinya. Dijelaskan oleh Hissan bin Abi Sinan: “Baik, kecuali bahwa pintu surga tertutup bagiku, karena jarum yang pernah kupinjam belum ku kembalikan.”Abdul Wahid bin Zaid mempunyai seorang pembantu rumah tangga yang bekerja kepadanya selama bertahun-tahun dan beribadah secara khusyu’ selama empat puluh tahun. Sebelumnya ia adalah seorang penimbang gandum. Dan ketika ia meninggal, seseorang bermimpi bertemu dengannya. Ditanya tentang apa yang telah Allah lakukan atas dirinya?” Dijawabnya : “Baik, kecuali bahwa aku dihalangi memasuki pintusurga, disebabkan oleh debu pada timbangan gandum yang dengannya aku menimbang empatpuluh porsi gandum.Ketika Isa putra Maryam a.s. melewati sebuah makam, seseorang berteriak dari dalam kuburnya. Allah swt. menghidupkannya kembali dan Isa bertanya kepadanya : “Siapakah Anda? Ia menjawab : “Aku adalah seorang kuli, dan pada suatu hari, saat aku mengantarkan kayu bakar untuk seseorang, aku mematahkan sepotong kayu kecil. Sejak aku meninggal, aku dianggap bertanggung jawab atas hal itu.”Abu Sa’id al-Kharraz berbicara tentang wara’, ketika Abbas bin la-Muhtadi berlalu dihadapannya. Ia bertanya : “Wahai Abu Sa’id, apakah anda tidak mempunyai rasa malu? Anda duduk di bawah atap Abu ad-Dawaniq, minum dari penampungan air Zubaydah, berniaga dengan riba, tetapi berbicara tentang wara’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar