Minggu, 02 Juli 2017

risalah qusyairiyah 4

22.ILMUL YAQIN, ‘AINUL YAQIN DAN HAQQUL YAQIN

Ungkapan di atas merupakan wacana ilmu yang sudah jelas.Yaqin adalah ilmu yang tidak merasuki seseorang yang menyebabkan keraguan sepenuhnya.Al-Yaqin tidak diucapkan dalam sifat Allah swt. karena memang tidak relevan. 



Sedangkan Ilmu Yaqin adalah Yaqin itu sendiri. Termasuk katagori Yaqin adalah ‘Ainul Yaqin dan Haqqul Yaqin.Ilmu Yaqin menurut disiplin terminologi ulama, adalah sesuatu yang ada dengan syarat adanya bukti. Sedangkan ‘Ainul Yaqin, sesuatu yang ada dengan disertai kejelasan. Haqqul Yaqin, adalah sesuatu yang ada dengan sifat-sifat yang menyertai kenyataan.Ilmu Yaqin, diperuntukkan bagi mereka yang cenderung rasional, ‘Ainul Yaqin, diperuntukan bagi para ilmuwan. Sedangkan Haqqul Yaqin, hanya bagi orang-orang yang ma’rifat.23.W A R I DAl-Warid (bisikan terpuji) adalah bisikan dalam hati, berupa bisikan terpuji, tanpa diduga oleh seorang hamba. Tergolong kategori ini, adalah hal-hal yang tidak termasuk sisi dari bisikan (khawathir).Warid kadang-kaang datang dari Allah swt. dan terkadang juga dari intuisi pengetahuan. Bisikan-bisikan terpuji (al-waridaat) ini lebih umum dibnding al-khawathir. Sebab bisikan khawathir, hanya khusus bagimacam perintah, atau yang se-arti dengannya. Sementara warid, lebih sebagai bisikan kegembiraan, atau kesedihan, genggaman dan keleluasaan Ilahi, dan sejenisnya.24.SYAAHIDKebaynyakan yang berlaku dalam ucapan ulama, bahwa kata asy-Syaahid itu semakna dengan ucapan kita : Si Fulan menyaksikan ilmu (yusyaahid al-ilm); Si Fulan menyaksikan ekstase (yusyaahid –al-wujd) dan si Fulan menyaksikan keadaan-keadaan ruhani (yushaahid al-haal).Mereka mengartikan kata Syaahid adalah sesuatu yang hadir dalam hati manusia. Sesuatu yang pada umumnya teringat, seakan-akan ia melihat dan memandangnya, walaupun obyek tidak ada di hadapannya. Setiap yang dominan dalam hatinya, berarti ia menyaksikannya. Bila yang dominan adalah ilmu, maka ia menyaksikan ilmu. Begitu juga bila yang dominan adalah ekstase, berarti ia menyaksikan al-wujd.Arti asy=Syaahid adalah yang hadir (al-haadhir). Jadi setiap yang hadir dalam hati Anda berarti yang menjadi bukti Anda.Asy-Syibly ditanya tentang musyahadah. Katanya, “Dari mana kita mendapatkan musyahadah al-Haq? Padahal Allah Yang Maha Haq menyaksikan kita.” Beliau mengisyaratkan, dengan kata, “Allah swt. yang menyaksikan.” Dengan menggunakan faktor dominan dalamhatinya. Dan yang dominan pada dirinya adalah dzikir kepada Allah swt. Sedangkan yang hadir dalam hati senantiasa juga dzikir kepada Allah swt. Siapa pun yang memperoleh sesuatu dari sesama makhluk, maka hatinya akan berkait. Dikatakan, “Ia menjadi saksinya.” Artinya, hatinya hadir. Rasa cinta mendorong seseorang untuk selalu ingat kepada sang kekasih dan mengutamakan kekasihnya dibanding dirinya.Sebagian Sufi sangat jeli dalam mencari akar kata asy-Syaahidini.Disebutkan demikian karena bermula dari asy-Syaahid. Seakan-akan jika melihat sosok dengan sifat-sifat keindahannya – apabila sifat manusiawinya gugur dari dirinya, dantidak disibukkan oleh penyaksian pada keadaan sosok tokoh, dan tidakpula ada pengaruh persahabatan di dalamnya dalam satu sisi – maka ia disebut saks “bagi”” sosok tersebut karena ke-fana’an dirinya. Tetapi bila ada pengaruh di dalam menyertai sosok tersebut, ia disebut sebagai saksi “atas” ssosok itu, sedangkan dirinya masih ada, dan masih menegakkan hukum naluri manusia, baik sebagai saksi bagi sosok atau saksi atas sosok di atas. Dalam kontens inilah relevan dengan sabda Nabi saw. “Aku melihat Tuhanku pada malam Mi’raj, dalam rupa yang paling bagus. Yakni rupa paling bagus yang kulihat malam itu. Sama sekali tidak menyakitkan diriku untuk melihat-Nya. Bahkan aku melihat Perupa dalam rupa, dan Kreator dalam kreasi.” (H.r. Thabrani, riwayat dari Ubaidullah bin Au Rafi’ dan ayahnya dan dari Ibnu Abbas. Demikian pula riwayat dari Ummu Thufail dari Mu’adz bin ‘Afra’).Yang dimaksud hadits tersebutadalah penglihatan ilmu, bukan penglihatan mata.



25.NAFSUNafsu syai’ dalam bahasa Arabadalah wujud sesuatu (jati diri). Sedangkan menurut kaum Sufi, “Ucapan kata nafs bukan dimaksudkan sebagai wujud, acuan masalah.” Yang mereka maksudkan dangan nafs adalah sesuatu yang tercela dalam sifat-sifat hamba, akhlak dan perbuatannya.Perilaku tercela dari sifat-sifat hamba tebagi menjadi dua : Pertama, bersifat upaya dari hamba, seperti perbuatan maksiat dan pengingkaran terhadap perintah dan larangan. Kedua, budi pekertinya yang buruk dalam dirinya yang tercela. Maka terapi dan penyembuhannya pada diri hamba adalah berjuang melawan kehinaan perilaku tersebut yang telah menjadi kebiasaan sehari-hari.Pada sifat yang pertama, termasuk hukum-hukum nafsu adalah hal-hal yang dilarang setara dengan keharaman atau larangan yang besifat dibenci. Sedangkan pada sifat kedua, berupa keburukan dan kehinaan akhlak. Inilah batasan globalnya. Kemudian rinciannya, seperti takabur, amarah, dendam, dengki, buruk akhlak, sedikit bersyukur, dan yang lainnya. Yang tergolong akhlak tercela.Hukum nafsu terburuk adalah berupa khayalan bahwa sesuatu perbuatan yang muncul dari nafsu dianggap baik. Atau perbuatan nafsu itu sebagai bagian takdir. Karena itulah perbuatan nafsu seperti itu tergolong syirik khafy atau syirik yang samar. Karena itu, terapi akhlak dalam menyingkirkan nafsu lebih penting daripada berlapar-lapar, hausatau berjaga (tanpa tidur) dan sebagainya yang mengandung unsur penyusutan kekuatan fisik. Walaupuncara seperti itu juga termasuk meninggalkan kesenangan nafsu.Nafsu itu sendir merupakan nuansa lembut yang ada dalam hati, sebagai tempat akhlak yang tercela. Sebagaimana ruh yang merupakan nuansa lembut dalam hati, namun sebagai tempat akhlak terpuji. Dalamgambaran yang umum, masing-masing saling meundukkan. Semuanya, merupakan bagian dari kesatuan manusia. Eksistensi ruh dan nafsu tergolong wadag lembut dalam rupa, sebagaimana eksistensi malaikat dan setan, dengan sifat-sifat kelembutan.Seperti benarnya mata sebagaitempat memnadang, telinga sebagaitempat mendengar, hidung sebagai tempat penciuman, mulut sebagai tempat rasa, maka, begitu pun orang yang mendengar, yang melihat, yang mencium dan yang merasakan, semuanya termasuk dalam bagan manusia. Demikian pula, tempat sifat-sifat yang terpuji, tempatnya adalah hati dan ruh. Sedangkan sifat-sifat tercela tempatnya adalah nafsu.Nafsu sendiri sebagai bagian dari keseluruhan tersebut, begitu pula hati, hukum dan nama, kembali pada keseluruhan kesatuan sosok manusia.



26.R U HAhli hakikat dari kalangan Ahli Sunnah berbeda pandangan soal Ruh. Ada yang berpendapat, ruh adalah kehidupan. Yang lain berpandangan, ruh adalah kenyataan yang ada dalam hati, yang bernuansalembut. Allah swt. menjalankan kebiasaan makhluk dengan menciptakehidupan dalam hati, sepanjang arwahnya menempel di badan.Manusia hidup dengan sifat kehidupan. Tetapi arwah selalu tercetak di dalam hati, dan bisa naik ketika tidur dan berpisah dangan badan, kemudain kembali kepada-Nya.Manusia terdiri dari ruh dan jasad. Karenanya Allah swt. menundukkan keduanya secara keseluruhan, baik ketika di Mahsyar, diberi pahala maupun disiksa. Ruh adalah makhluk.Bagi sementara pihak yang berkata bahwa ruh adalah qadim, merupakan kekeliruan besar. Beberpa hadits mengindikasikan bahwa ruh adalah materi yang lembut.27.SI IRSirr juga temasuk nuansa halusdalam hati manusia, sebgaimana arwah. Akarnya menunjukkan bahwa sirr adalah temepat musahadah, sebagaimana arwah temWApat mahabbah. Sedangkan kalbu tempat ma’rifat.Para Sufi berkata: “Sirr adalah sessuatu yang membuat Anda mulia.Sedangkan rahasia sirr, adalah sesuatu yang tidak bisa terungkap selain Allah Yang Haq.”Dari kesimpulan para kaum Sufi, kita memandang bahwa sirr lebih lembut dibanding ruh. Dan ruh lebih mulia dibanding kalbu.Mereka berkata : “Sirr selalu merdeka dari belenggu tipudaya, baik dari pengaruh dunia maupun kesenangan.”Kata sirr diucapkan bagi segalahal yang terjaga dan termasuk antarahamba dengan Allah swt. dalam ihwal ruhani. Dalam hal ini, ucapan seseorang yang mengatakan, “Rahasia-rahasia kami adalah keperawwanan yang masih suci. Sedang mereka ragu,” masuk kategori ucapan sirr.Mereka mengatakan : “Hati orang-orang merdeka, selalu menerima rahasia-rahasia jiwa (asraar).


1.T AU B A T“Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (Qs. An-Nuur : 31).Diriwayatkan dari Anas bin Malik (10 H-93 H/612 M – 712 M) dari suku Khazraj golongan Anshar. Meriwayatkan 2286 hadis. Lahir di Madinah dan kemudian pergi ke Damaskus dan meninggal di Bashrah), bahwa Rasulullah saw. bersabda :“Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang tidak berdosa, dan jika Allah mencintai seorang hamba, niscaya dosa tidak melekat pada dirinya.” (H.r. Ibnu Majah, Tirmidzi dan Hakim).Selanjutnya, membacakan ayat: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Qs. Al-Baqarah : 222).Ketika belaiau ditanya : “Wahai Rasulullah, apa pertanda bertaubat.?”, beliau menjawab : “Menyesali kesalahan.”Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Tiada sesuatu yang dicintai oleh Allah selain pemuda yang bertaubat.”(as-Syuyuti dalam kitab al-Jami’ah as-Shaghir, Jilid II, hlm. 8050, mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan Abul Mudzaffar as-Sam’any, dari Salman. Menurut as-Suyuthy, hadis tersebut hadis dha’if).Oleh karena itu, taubat merupakan tingkat pertama di antaratingkat-tingkat yang dialami oleh para Sufi dan tahapan pertama di antara tahapan-tahapan yang dicapaioleh penempuh jalan Allah (salik).Makna taubat dalama Bahasa Arab adalah “Kembali”. “Ia bertaubat”beraarti “Ia kembali”. Jadi taubat adalah kembali dari sesuatu yang dicela oleh syara’ menuju sesuatu yang dipuji olehnya. Rasulullah saw. bersabda “Menyesali kesalahan merupakan sutu taubat.” (H.r. Bukharidan Ahmad).Para Ahli Ushul di kalangan Ahli Sunnah mengatakan : “Terdapat tiga syarat taubat yang musti dipenuhi agar taubat itu sah : Menyesali pelanggaran yang telah dilakukan; meninggalkan secara langsung penyelewengan; dan dengan mantap seseorang memutuskan tidak kembali pada kemaksiatan yang sama.”Hadis di atas menunjukkan betapa agungnya taubat itu, sebagaimana ketika Rasulullah saw. bersabda : “Haji adalah Arafah”, maksudnya, adalah menyampaikan pesan bahwa bukannya tidak ada unsur-unsur haji yang yang lain selainwukuf di Arafah, melainkan bahwa bagian terbesar unsurnya adalah wukuf di Arafah. Demikian pulalah maksud dari pesan yang disampaikan Rasulullah saw. bahwa, “Menyesali kesalahan merupakan suatu taubat.” – bahwa bagian utama taubat adalah menyesali keselahan.”“Menyesali kesalahan adalah cukup untuk memenuhi persyaratan taubat.” Demikian kata mereka yang telah melaksanakannya, karena tindakan tersebut mempunyai akibat berupa dua persyaratan yang lain. Artinya, orang tidak mungkin bertaubat dari suatu tindakan yang tetap dilakukan atau yang ia mungkinbermaksud melakukannya. Inilah makna taubat secara global.Sebagai penjelasan lebih lanjut, kami katakan bahwa taubat mempunyai sebab-sebab, urutan, aturan dan bagian-bagian. Sebab langsung taubat yang pertama ialah kebangunan hati dari kealpaan, menyadari bahwa hamba tersebut berada dalam perilaku buruk. Ia mencapai ini dengan batuan Allah swt. terhadap pikirannya. Ini berlangsung dengan cara mendengarkan kata hati, lantaran sebuah hadis menyatakan : “Allah mengingatkan pada kalbu Muslim.” Hadis yang menyatakan : “Ada segumpal daging di dalam jasad, yang apabila ia bagus, maka keseluruhan jasad akan bagus, dan apabila ia rusak, maka keseluruhan jasad akan rusak. Ketahuilah, itu adalah hati.” (H.r. Bukhari-Muslim).Apabila seseorang merenungi perbuatan-perbuatan jahatnya, niscaya ia akan memahami tindakan-tindakan tercela yang dilakukannya, dan keinginan untuk bertaubat akan datang ke lubuk hatinya, bersamaan dengan tindakan menahan diri dari tindakan-tindakan tercela tersebut. Kemudan Allah swt. akan membantunya dalam melaksanakan niatnya yang kukuh ini, dalam menempuh jalan kembali menuju kebaikan.Cara bertaubat pertama adalah, memisahkan diri dari orang-orang yang berbuat jahat, karena mereka akan mendorong untuk mengingkari tujuan ini, dan keraguan atas kelurusan niat yang telah teguh. Dan hal ini tidak akan lengkap kecuali dibarengi keteguhan dalam bersyahadat, secara terus menerus, dan dibarengi motif-motif yang mendorong pelaksanaan ketetapan dalam hati, yang darinya dapat memperkuat rasa khauf dan raja’. Selanjutnya, tindakan-tindakan tercela, yang membentuk simpul kebandelan dalam hati akan mengendor, ia akan menghentikan perbuatan-perbuatan yang terlarang, dan kendali diri akan terjaga dari memperturutkan hawa nafsu. Kemudian, ia harus segera meninggalkan dosanya dan berketetapan hati untuk tidak kembali ke dosa-dosa serupa di masa mendatang. Apabila terus bertindak sesuai dengan tujuan yang selaras dengan kehendaknya ini, berarti bahwa ia telah dianugerahi rasa aman yang sebenarnya.Apabila sekali waktu meredup dan hasratnya mendorong untuk melakukan penyelewengan kembali, suatu hal yang mungkin seringkali terjadi, kita harus tetap berharap orang seperti itu akan bertaubat lagi karena : “Bagi tiap-tiap masa ada ketentuannya.” (Qs. Ar.Ra’ad : 38).Abu Sulaiman ad-Darany mengtakan : “Aku seringkali mengunjungi majelis seorang ahli kisah, kemudia kata-katanya membekas di kalbu. Tetapi, ketika aku pulang, kata-katanya itu pun lenyap. Aku menghadiri majelis untukkedua kalinay, mendengar uacapnnay dan membekas di kalbu, lalu hingga di jalan aku lupa kembali.Bahkan aku pun hadir di majelisnya untuk yang ketiga kalinya, berulah kata-katanya membekas hingga di rumah. Selnjutnya kuhancurkan segala peralatan yang mengarah pada dosa dan aku meneguhi Jalan. Setelah itu, kisah ini kusampaikan kepada Yahya bin Mu’adz, sembari memberi komentar atas kisah ini.:”Seekor burung pipit mengkap seekor burung gbangau : “Dengan burung pipit yang dimaksudkannya adalah si pengisah itu dan burung bangau adalah Abu Sulaiman ad-Darany sendiri.Abu Hafs al Haddad mengatakan : “Aku meninggalkan suatu perbuatan tercela, lalu kembalipadanya. Kemudain perbuatan itu meninggalkanku, dan sesudah itu aku tidak kembali lagi padanya.”Abu Amr bin Nujayd pada awal perjalanan spiritualnya, seringkali mengunjungi majelis Abu Utsman. Kata-kata Abu Utsmman amat berkesan di dalam hatinya, hingga membuatnya bertaubat. Selanjutnya ia mendapat cobaan. Ia meninggalkan Abu Utsman, dengan mengundurkan diri dari majelisnya. Pada suatu hari ketika Abu Utsman berpapasan dengannya, Abu Amr segera berpaling dan mengambil jalan lain. Abu Utsman mengikutinya,berjalan di belakangnya, seraya berkata : “Wahai anakku, jangan menjadi sahabat orang yang tidak mencintaimu, kecuali ia seorang yang bersih dari dosa! Hanya Abu Utsman yang mau membantumu dalam keadaanmu seperti sekarang ini.” Selanjutnya Abu Amr bertaubat dan kembali sebagai murid setia.Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. mengatakan : “Salah seorang murid bertaubat, kemudian menerima cobaan. Ia bertanya dalam hati, ‘Jika aku bertaubat, bagaimana hukuman atas diriku nanti?’ Maka terdengarlah bisikan dalam jiwanya, “Hai Fulan, engkau taat kepada kami, lalu Kami terima syukurmu, kemudian engkau tinggalkan Kami, maka Kami biarkan saja dirimu. Bila engkau kembali kepada Kami, pasti Kami terima.” Akhirnya si pemuda itu pun bertaubat, kembali ke cita-cita semula.”Apabila ia meninggalkan kemaksiatan dan melepaskan diri dari ikatan kebandelan dalam hati, lalu bertekad untuk tidak kembali pada perbuatan odsa, maka pada saat itulah taubat sejati menyeleusupke lubuk hati. Ia menyesali terhadap segala sesuatu seperti telah dilakukannya, menjauhi tindakan-tindakan tercela, sehingga taubatnya sempurna, mujahadahnya haq, dan diganti dengan upaya uzlah. Ia menghindari sekawanan orang-orangyang jahat lewat kahlwat, ia bekerja sepanjag siang dan malam dalam keadaan sengsara, dan bertaubat dalam situasi bagaimanapun, menghapus jejak-jejak dosanya dengan linangan air mata, dan mengobati hati dengan taubatnya. Ia dikenal di antara sejawatnya karena kesintingannya, namun kurus-kering tubuhnya memberikan kesaksian kengenai kewarasannya.Tahap Tahap pertama pertaubatana seseorang adalah menghadapi iri hati para musuhnya sebisa mungkin, dengan harapan nahwa yang dimilikinya cukup untuk memenuhi hak-hak mereka atau bahwa mereka sepakat untuk meninggalkan klaim yang bekenaan dengan dirinya dan bersedia menerimanya. Dan apabila harapannya tidak terpenuhi, ia harus menerima klaim-klaim mereka, dan kembali kepada Allah swt. dengan penuh kejujuran, disamping itu juga mendoakan mereka.Saya mendengar Ustadz Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Taubat dibagi menjadi tiga tahap, tahap awal adalah taubat (tawbah), tahap tengah adalah kembali (inabah) dan ketiga awbah.” Ia menempatkan tawabh di awal, awbah di akhir, dan inabah di antara keduanya.Barangsiapa bertaubat karena takut siksa, maka ia tergolong orang yang taubat. Siapa pun yang bertaubat karena ingin mendapatkan pahala Ilahi, berada dalam keadaan inabah. Siapa pun yang bertaubat lantaran mematuhi printah Ilahi, bukan karena ingin mendapatkan pahala maupun takut akan hukuman, berada dalam keadaan awbah.Juga dikatakan, taubat adalah sifat kaum Mukminin.” Allah swt. berfirman : “Ia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya ia amat taat (kepada Tuhannya).” (Qs. Shaad:30).Inabah adalah sifat para Auliya’dan Muqarrabun. Allah swt. berfirman : “Ia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya ia amatlah taat (kepada-Nya).” (Qs. Shaad : 44).Al-Junayd berkata : “Taubat itu mempunyai tiga makna. Pertama, menyesali kesalahan; kedua, berketatapan hati untuk tidak kembali pada apa yang telah dilarang Allah swt.; dan ketiga adalahmenyelesaikan/membela orang yangteraniaya.”Sahl bin Abdullah berkata : “Taubat adalah menghentikan sikap suka menunda-nunda.”Al-Junayd berkunjung kepada as=Sary pada suatu hari, dan mendapatinya sedang kebingungan. Ia bertanya : “Apa yang telah terjadi atas dirimu?” As-Sary menjawab : “Aku bertemu dengan seorang pemuda, dan ia bertanya tentang taubat kepadaku. Kukatakan kepadanya. “Taubat adalah bahwa engkau tidak melupakan dosa-dosamu.” Lantas ia menyanggahnya dengan mengatakan, ‘Taubat adalah justru engkau benar-benar melupakan dosa-dosamu.” Al-Junayd menjawab,“Karena apabila aku berada dalam kondisi kering, lantas aku dipindahkan ke kondisi dingin, maka menyebut masa kering di masa dingin, adalah kekeringan itu sendiri.”Dan akhirnya as-Sary pun terdiam.Abu Nashr as-Sarraj dilaporkan mengatakan : “Sahl sedang memberitahukan kondisi ruhani murid-murid dan pendatang baru, yang terus menerus berubah. Al-Junayd merujuk taubatnya orang-orang yang telah mencapai kebenaran, yang tidak ingat akan dosa-dosa mereka lagi karena keagungan Allah Swt. yang telah meluapi hati mereka, dan senantiasa mengingat (dzikr) kepada-Nya.”Dzun Nuun al-Mishry memberi komentar : “Taubat kalangan awam adalah taubat dari dosa, dan taubat kaum kahwash adalah taubat dari kealpaan.”Abul Husain an-Nury mengatakan : “Taubat adalah bahwa engkau berpaling dari segala sesuatuselain Allah swt.”Abdullah bin Ali bin Muhammad al-Tamimi mengatakan :“Betapa besar perbedaan antara orang yang bertaubat dari dosa, orang yang bertaubat dari kealpaan, dan orang yang bertaubat dari kesadaran akan perbuatan baiknya sendiri.”Al-Wasithy berkata : “Taubat sejati adalah taubat yang tidak menisakan pengaruh maksiat, baik secara batin maupun lahir.”Yahya bin Mu’adz berdoa, “ahaiTuhanku, aku tidak akan mengatakan, “Aku telah bertaubat” dan aku tidak kembali kepada-Mu hanya karena sesuatu yang menurutku adalah kecenderunganku, aku tidak bersumpah bahwa aku tidak aka berbuat dosa lagi, karena aku mengetahui kelemahanku sendiri.”Dzun Nuun berkata : “Permohonan ampun yang diajukan dengan tidak disertai pencabutan dosa adalah taubat para pendusta.”Ketika al-Busyanjy ditanya soal taubat, ia menjawab : “Ketika dirimu ingat dosa, lantas tidak engkau temuimanisnya ketika mengingatnya, itulah taubat.”Dzun Nuun mengatakan : “Esensi taubat adalah bahwa bumi ini terlalu sempit bagimu meskipun ia luas sehinngga engkau tidak menjumpai tempat untuk beristirahat. Lalu engkau merasakan jiwamu terhimpit, karena Allah swt. telah menyatakan di dalam Kitab-Nya, “Dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah:118).Ibnu Atha’ berkata: “Terdapat dua jenis taubat : Inabah (kembali) dan istijabah (menjawab atau memenuhi). Dalam inabah sang hamba bertaubat karena takut akan hukuman; dalam istijabah ia bertaubat karena malu akan kemurahan-Nya.”Abu Hafs ditanya : “Mengapa orang yang bertaubat membenci dunia?” Ia menjawab : “Karena ia merupakan tempat di mana dosa-dosa dikejar.” Dan dikatakan kepadanya : “Ia juga tempat tinggal yang dijunjung tinggi oleh Allah karena taubat.” Dikatakannya pula, “Sungguh dunia termasuk bagian dosa dengan amat yakin, tetapi mendapatkan bahaya dari penerimaan atas taubatnya.”Sebagian kalangan Sufi mengatakan : “Taubat para pendustaberada di bibirnya, karena mereka hanya membatasi ucapannya pada Astaghfirullah.”Diriwayatkan bahwa Allah swt. berfirman kepada Adam : “Wahai Adam, Aku telah mewariskan kepadaanak cucumu beban dan penderitaan. Aku menjawab salah seorang di antara mereka, yang berdoa dengan sungguh-sungguh kepada-Ku, persis sebagaimana Aku menjawabmu. Wahai Adam, Aku akan membangkitkan orang-orang yang bertaubat dari kubur-kubur mereka dalam keadaan gembira; doamereka akan Kujawab.”Seseorang bertanya kepada Rabi’ah Adawiyah : “Aku telah sering berbuat dosa dan menjadi semakin tidak taat. Tetapi, apabila aku bertaubat, akankah Dia mengampuninya?” Dijawab oleh Rabi’ah, “Tidak. Tetapi apabila Dia mengampunimu, maka engkau akan bertaubat.”Ketahuilah bahwa Allah swt. berfirman : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orangyang menyucikan diri.” (Qs. Al-Baqarah :222). Orang yang membiarkan dirinya larut dalam kesalahan, benar-benar identik dengan menggelincirkan diri sendiri. Tetapi apabila ia bertaubat, niscaya penerimaan taubatnya oleh Tuhan diragukan, terutama karena kecintaan Tuhan kepadanya adalah satu syarat bagi penerimaan itu. Dan itu bakal terjadi pada suatu waktu sebelum si pendosa sampai pada satu titik dimana ia menjumpai tanda-tanda kecintaan Allah kepada dirinya dalam sifatnya. Tugas hambatersebut, ketika mengetahui bahwa dirinya telah melakukan suatu tindakan yang mengharuskan taubat, ialah bertaubat secara sungguh-sungguh, dengan menolak secara gigih perbuatan odsa dan memohon ampunan, sebagaimana tertuang dalam ucapan mereka, “Seperti kesadaran akan rasa takut menjelangajal.”Firman Allah swt. “Jika kamu (benar-benar)  mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (Qs. Ali Imran : 31).Di antara Sunnah Nabi saw. adalah beristighfar terus menerus.Beliau bersabda :“Hatiku terasa dahaga, oleh karena itu aku memohon ampunan Allah tujuhpuluh kali dalam sehari.” (Hr. Muslim dan Abu Dawud).Yahya bin Mu’adz mengatakan: “Satu penyelewengan saja sesudah bertaubat lebih buruk ketimbang tujuhpuluh penyelewengan sebelum bertaubat.”Abu Utsman berkata : “Akan halnya firman-Nya : “Kepada-Nya-lah mereka dikembalikan.” (Qs. Al-An’am:36), maknanya jika mereka bebas berkeliaran melakukan perbuatan dosa.”Abu Amr al-Anmathy berkata : “Ali bin Isa, seorang perdana Menteri,mengendari sebuah kendaraan pada suatu prosesi, dan orang-orang yang tidak mengenalnya bertanya : ‘Siapakah ia? Siapakah ia? Seorang wanita yang berdiri di sisi jalan menyahut, “Sampai kapan Anda akanmengatakan , ‘Siapakah ia? SiapakahIa? Dialah seorang hamba yang terlepas dari perlindungan Allah swt. Dan Allah telah memberikan cobaan sebagaimana Anda lihat.’ Katika Ali bin Isa mendengar jawaban wanita tersebut, ia kembali ke rumahnya, seketika itu pula mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri, lalu pergi ke Mekkah, dan menetaplah ia dikota suci itu.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar