46.CINTA
Allah swt. berfirman :“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamuyang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.” (Qs. Al-Maidah :54).
Diriwayatkan oleh Abu Hurairahr.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda :“Barangsiapa mencintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun mencintai pertemuan dengannya. Dan barangsiapa tidak mencintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun tidak mencintai pertemuan dengannya.” (H.r. Bukhari).Diriwayatkan oleh Anas bin Malik dari Nabi saw. dari Jibril as. Yang memberitahukan bahwa Tuhannya – Subhanahu wa Ta’ala, telah berfirman :“Barangsiapa menyakiti salah seorang wali-Ku, berarti telah memaklumkan perang kepada-Ku. Dan tidaklah aku merasa ragu-ragu dalam melakukan sesuatu pun sebagaimana keraguan-Ku untuk mencabut nyawa hamba-Ku yang beriman, karena dia membenci kematian dan Aku tak suka menyakitinya, namun kematian harusterjadi. Tak ada cara taqarrub yang paling Ku-cintai bagi seorang hamba-Ku dibanding melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Kuperintahkan kepadanya. Dan senantiasa dia mendekati-Ku denganmelakukan ibadat-ibadat sunnah sampai Aku mencintainya. Dan siapayang Kucintai, Aku menjadi telinga, mata, tangan, dan tiang penopang yang kokoh baginya.” (Haditst dikeluarkan oleh : Ibnu Abud Dunya, al-Hakim, Ibnu Madarwieh dan Abu Nu’aim serta Ibnu Asaakir, riwayat dari Anas r.a.).Diriwayatkan oleh Abu Hurairahr.a. bahwa Nabi telah bersabda : “Apabila Allah swt. mencintai seorang hamba-Nya, maka Dia berfirman kepada Jibril : “Wahai Jibril, Aku mencintai si Fulan, maka cintailah dia.” Jibril pun lalu mencintai Fulan itu, dan dia berseru kepada para penghuni langit lainnya :“Allah swt. mencintai Fulan, maka hendaklah kalian juga mencintainya.”Para penghuni langit pun lalu mencintai orang itu, dan dia pun diterima oleh manusia di muka bumi.Apabila Allah swt. marah pada seorang hamba....” Malik berkata, “Aku tak menduganya kecuali beliau (Nabi saw.) mengatakan yang sama seperti di atas mengenai kebencian Allah swt. kepada seorang hamba.” (H.r. Muslim dan Tirmidzi).Cinta (mahabbah) adalah kondisi yang mulia yang telah disaksikan Allah swt. melalui cinta itu bagi hamba, dan Dia telah mempermaklumkan cinta-Nya kepada si hamba pula. Dan karenanya Allah swt. disifati sebagai Yang Mencintai hamba, dan si hamba disifati sebagai yang mencintai Allah swt.Cinta menurut para ulama berarti kehendak. Tetapi yang dimaksud kaum Sufi bukan kehendak. Karena kehendak hamba tidak tidak ada kaitannya dengan yang Qadim, kecuali jika menggunakan perkataan itu si hamba memaksudkan kehendak untuk membawa pada kehendak mendekat kepada-Nya dan mengagungkan-Nya. Kami akan membahas masalah ini dalam dua pangkal, Insya Allah.Cinta Allah swt. kepada hamba adalah kehendak-Nya untuk melimpahkan rahmat secara khusus kepada hamba, sebagaimana kasih sayang-Nya bagi hamba adalah kehendak pelimpahan nikmat-Nya. Jadi, cinta (mahabbah) lebih khusus daripada rahmat. Kehendak Allah swt. dimaksudkan untuk menyampaikan pahala dan nikmat kepada si hamba. Dan inilah yang disebut rahmat. Sedangkan kehendak-Nya untuk mengkhususkanpada hamba, suatu kehendak dan ihwal ruhani yang luhur disebut sebagai mahabbah.Cinta Allah swt. kepada hamba adalah kehendak-Nya untuk melimpahkan rahmat secara khusus kepada hamba, sebagaimana kasih sayang-Nya bagi hamba adalah kehendak pelimpahan nikmat-Nya. Jadi, cinta (mahabbah) lebih khusus daripada rahmat. Kehendak Allah swt. dimaksudkan untuk menyampaikan pahala dan nikmat kepada si hamba. Dan inilah yang disebut rahmat. Sedangkan kehendak-Nya untuk mengkhususkanapda hamba, suatu kedekatan dan ihwal ruhani yang luhur disebut sebagai mahabbah.Kehendak Allah swt. adalah satu sifat, dimana menurut kadar keterkaitannya, terjadi perbedaan dalam nama-namanya. Jika dikatkan dengan hukuman, maka ia disebut ghadab. Jika ia dikaitkan secara umum atas nikmat-nikmat-Nya, disebut rahmat. Jika ia dikaitkan dengan kekhususan nikmat disebut sebagai Mahabbah atau cinta.Sebagian kaum Sufi mengatakan : “Cinta Allah swt. kepada hamba adalah pujian Allah swt. kepada hamba-Nya, dan Allah memujinya dengan sifat Indah-Nya.” Maka Cinta Allah kepada hamba menurut pandangan ini, yaitu kembali kepada Kalam-Nya, dan Kalam-Nya adalah Qadim.”Sebagia Sufi berkata : “Cina-Nya kepada si hamba termasuk sifat-sifat tindakan-Nya, yaitu sebagai manisfestasi Ihsan-Nya, dimana Allah menemui Hamba-Nya. Sekaligus adalah ihwal ruhani khusus, dimana sang hamba menaikitahapannya, sebagai diungkapkan kaum Sufi : “Rahmat-Nya kepada si hamba adalah nikmat-Nya menyertai-Nya.”Sekelompok ulama salaf berkata : “Mahabbah-Nya merupakansifat-sifat kebajikan. Mereka mengucapkan melaui teks dan menghindar dari penafsiran. Selain itu semua, termasuk hal yang rasional dalam sifat-sifat cinta makhluk, semisal kecondongan hati pada sesuatu atau menyenangi sesuatu, seperti juga situasi kemesraan antara pecinta dan yang dicintainya antar sesama manusia; Maka Allah swt. Yanga Maha Qadim jauh dari semua itu. Mengenai cinta si hamba terhadap Alah swt. itu adalah keadaan yang dialami dalam hatinya, yang terlalu lembut untuk dikatakan. Keadaan ini mendorong sihamba untuk ta’zim kepada-Nya, memperioritaskan ridha-Nya, hanya memiliki sedikit saja kesabaran dalam berpisah dengan-Nya, merasakan kerinduanyang mendesakkepada-Nya, tidak menemuka kenyamanan dalam sesuatu pun selain-Nya, dan mengalamai keceriaan hatinya dengan melakukandzikir yang terus menerus kepada-Nya dalam hatinya.”Cinta si hamba kepada Allah swt. tidaklah berupa kecenderungan manusiawi. Bagaimana bisa? Sedanghakikat kemandirian Allah swt. itu suci dari segala sentuhan, pemahaman dan pelampauan? Menggambarkan si pecinta sebagai yang musnah dalam Sang Kekasih adalah lebih tepat daripada menggambarkannya sebagai memperoleh bentuk simpati pada-Nya. Cinta tidak bisa disifati dengan sesuatu diskripsi, tidak bisa dibatasi dan dijelaskan kecuali dengan cinta itu sendiri. Terlibat dalam pembicaraan yang mendalam di saat timbulnya kesulitan-kesulitan,maka, ketika kesamaran dan kerancuan menghilang, tidak ada lagikebutuhan untuk meneggelamkan diri dalam penguraian kalam.Ungkapan orang tentang cinta cukup banyak. Mereka berbicara menurut prinsip-prinsip bahasa. Di antara mereka mengatakan, Cinta (hubb) adalah nama bagi kemurnian cinta kasih, sebab orang Arab mengatakan tentang gigi yang palingputih dengan habab al-asnaan.”Dikatakan : “Al-Hubab adalah gelembung-gelembung yang terbentuk di atas permukaan air ketika hujan lebat. Jadi, cinta (mahabbah) adalah menggelembungnya hati ketika ia haus dan berputus asa untuk bersegera bertemu dengan sang kekasih.Dikatakan juga : “Hubb, berakardari kata Hababul Maa’, adalah air bah besar. Cinta dinamakan mahabbah karena ia adalah kepedulian yang paling besar dari cinta hati.”Dikatakan : “Cinta bersumber dari akar kata yang memiliki arti keteguhan dan kemantapan. Dikatakan ahabbal ba’iir untuk menggambarkan seekor unta yang berlutut dan menolak untuk bangkit lagi. Seakan-akan san pencinta (muhibb) tidak akan menggerakkan hatinya, jauh dari mengingat sang kekasih (mahbub).”Dikatakan : “Cinta (hubb) berasal dari kata habb, yang berarti anting-anting. Penyair berkata :Ular menjulur-julurkan lidahnya,Mengabiskan malam di sisi anting-anting,Mendengarkan rahasia-rahasia.Dalam syair di atas, digunakan kata habb untuk anting-anting, dikarenakan posisinya yang tetap di telinga, atau karena goyangnya. Kedua makna tersebut relevan pada kata cinta.”Dikatakan : “Cinta dari kata habb (biji-bijian) yang merupakan jama’ dari habbat. Dan habbabul qalbadalah sesuatu yang menjadi penopangnya. Dengan demikian cinta dinamakan hubb dikarenakan iatersimpan dalam kalbu.”Dikatakan : “Kata hubb berasal dari kata hibbah, yang berarti biji-bijian dari padang pasir. Cinta dinamai Hubb adalah lubuk kehidupan, seperti hubb sebagai benih tumbuh-rumbuhan.”Dikatakan : “Hubb adalah keempat sisi tempat air. Cinta dinamakanhubb karena ia memikul beban dari yang dicintai, dari segala hal yang luhur maupun yang hina.”Dikatakan juga : “Cinta berasal dari kata hibb, tempat yang di dalamnya ada air, dan manakala ia penuh, tidak ada lagi tempat bagi lainnya. Demikian pula, manakala hati diluapi cinta, tak ada lagi tempatlagi selain sang kekasih.”Sementara ungkapan-ungkapan para tokoh sufi, antara lain:“Cinta berarti mengutamakan sang kekasih di atas semua yang yang dikasihi.”“Cinta adalah senantiasa condong kepada sang kekasih dengan hati bimbang.”“Cinta adalah bahwa kesesuaian diri dengan Sang Kekasih, di alam nyata maupun gaib.”“Cinta adalah peleburan si pecinta aats sifat-sifatnya dan peneguhan Sang Kekasih dengan Dzat-Nya.”“Cinta adalah relevansi hati dengan Kehendak Tuhan.”“Cinta berarti ketakutan bila berlaku kurang hormat ketika menegakkan baktinya.”Abu Yazid al-Bisthamy berkata: “Cinta adalah membebaskan hal-halsebesar apa pun yang datang dari dirimu, dan membesar-besarkan hal-hal kecil yang datang dari kekasihmu.”Sahl mengatakan : “Cinta berarti memeluk ketaatan dan berpisah dari sikap kontra.”Al-Junayd ditanya tentang cinta, dia menjawab : “Cinta berarti merasuknya sifat-sifat Sang Kekasih mengambil alih sifat-sifat pecinta.” Di sini al-Junayd menunjukkan betapa hati si pencinta direnggut oleh ingatan kepada Sang Kekasih, hingga tak satu pun yang tertinggal selain ingatan akan sifat-sifat Sang Kekasih, hingga si pecinta lupa dan tidak sadar akan sifat-sifatnya sendiri.”Abu Ali Ahmad ar-Rudzbary mengatakan : “Hakikat cinta berarti bahwa engkau memberikan segenapdirimu kepada Dia yang kau cintai, hingga tak satu pun yang tersisa.”Dulaf asy-Syibly menjelaskan : “Cinta disebut “mahabbah” karena ia melenyapkan segala sesuatu dari hati, selain Sang Kekasih.”Ahmad bin Atha’ menegaskan :“Cinta berarti menegakkan cacian selamanya.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menegaskan pula : “Cinta adalah kelezatan, tetapi kedudukan hakikatnya adalah kedahsyatan.” Saya mendengar beliau juga mengatakan : “Asyik masyuk cinta adalah melampaui semua batas cinta. Dan Allah swt. tidak bisa digambarkan sebagai melampaui batas, Jadi Dia tidak bisa disifati sebagai memiliki sifat asyik (‘isyq). Jika seluruh cinta manusia dikumpulkan pada satu pribadi orang, maka cinta itu akan masih sangat jauh dari kadar cinta yang seharusnya dipersembahkan kepada Allah swt. Tidak bisa dikatakan, Orang ini telah melampaui semua batas dalam mencintai Allah swt. Allah tidak bisa dikatakan memiliki sifat cinta yang asyik masyuk. Tidak pula si hamba bisa digambarkan sebagai memiliki Sifat-sifat-Nya, bahwa Allah swt. berkobar cinta-Nya.Cinta yang berkobar-kobar (‘isyq) tidak bisa digunakan dalam menggambarkan hubungan antara manusia dengan Allah swt. Sebab tidak ada dasar untuk mengaitkan hal itu dengan Allah swt. baik dari Diakepada si hamba ataupun dari hamba kepada Allah swt.” (Al-Haq tidak asyik dalam masyuk hamba-Nya, begitu pula hamba, tidak dalam asyiknya al-Haq, ed).Asy-Syibly berkata : “Cinta berarti engkau cemburu demi Sang Kekasih, bila seorang manusia sepertimu juga mencintai-Nya.”Ketika ditanya tentang cinta, Ahmad bin Atha’ menjawab : “Cinta adalah pohon yang ditanamkan dalam hati, yang berbuah sesuai dengan kadar akal.”Manshur bin Abdullah mengisahkan bahwa Nashr Abadzy berkomentar : “Satu macam cinta bisa mencegah pertumpahan darah, sedangkan macam yang lain menyebabkan pertumpahan darah.”Sumnun bin Hamzah al-Khawwas menyatakan : “Para pecinta Allah swt. telah pergi membawa akemuliaan di dunia dan akhirat, sebab Nabi saw. bersabda : “Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintai.” (H.r. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi). Dan mereka pun bersama Allah swt.”Yahya bin Mu’adz berkata : “Hakikat cinta adalah bahwa ia tidak akan berkurang manakala seseorang mengalami kekeringan, tidak pula bertambah jika dia disuguhi kebaikan. “Katanya pula : “Orang yang mendakwakan diri mencintai Allah swt. adalah pendusta jika dia mengabaikan hukum-hukum yang ditetapkan-Nya.”Al-Junayd menegaskan : “Jika cinta seseorang itu benar, maka anturan adab telah gugur.”Syeikh Abu Ali ad.-Daqqaq bersyair dalam kaitan ucapan Junayd:Jika telah murni kasih sayang manusia,Dan cinta mereka lestari,Memuji telah menjadi kasar.Al-Junyad juga mengatakan : “Anda tidak akan menjumpai seorang ayah yang baik memanggil anaknya dengan panggilan yang penuh penghormatan, sementara orang lain menggunkana sebutan yang penuh kesantunan untuk memanggil anaknya itu. Si ayah biasanya memanggil “Hai Fulan”.Muhammad bin Ali al-Kattany berkata : “Cinta adalah mengutamakan segalanya bagi SangKekasih.”Bundal ibnul Husian berkata : “Seseorang bermimpi melihat Majnun dan Banu Amir dan bertanya kepadanya : “Apa yang telah dilakukan Allah swt. terhadapmu?” Majnun menjawab : “Dia telah mengampuniku dan menjadikanku sebagi hujjah bagi para pecinta.”Abu Ya’qubas-Susuy mengatakan : “Hakikat cinta adalah bahwa si hamba melupakan bagian dari Allah swt. dan juga lupa akan kebutuhannya terhadap Allah swt.”Al-Husain bin Manshur al-Hallajmengatakan : “ Hakikat cinta adalah tegakmu bersama Kekasihmu dan mencopot sifat-sifatmu.”Saya mendengar Syeikh Abu Abdurrahman as-Sulamy mengisahkan, bahwa seseorang mengatakan kepada an-Nashr Abadzy : “Engkau belum pernah mengalami cinta!” Dia menjawab : “(Orang yang berkata begitu), benar. Tetapi aku menanggung kesedihan mereka, dan di sana lah aku terbakar di dalamnya.” Dia juga mengatakan : “Cinta adalah menghindari kelalaian dalam semua keadaan.”Kemudian dia bersyair :Orang yang hasrat cintanya panjangAkan merasakan kelupaan,Sungguh, dari Layla, diriku bukan perasa.Semakin banyak menemuinyaHarapanku tak tergapaiBerlalu secepat kilatan cahaya.Muhammad ibnu Fadhl al-Farawy mengatakan : “Cinta berartigugurnya semua cinta, kecuali cinta Sang Kekasih.”Al-Junayd mengatakan : “Cinta adalah mengabaikan hasrat tanpa harap.”Dikatakan : “Cinta adalah gangguan yang ditempatkan oleh Sang Kekasih dalam hati.”Dikatakan juga : “Cinta adalah cobaan besar yang ditempatkan dalam hati dari yang dihasrati.”Ahmad bin Atha’ membacakan syair :Kutanam satu cabang cinta para pecinta “Cinta menumbuhkan cabang-cabang, dan hasrat rindu yang mematangDan meninggalkan aku dari rasa pahit dari buah-buahan yang manis,Hasrat dari semua perindu adalah cintanya,Jika mereka menelusurinya, ternyata dari akar itu.Dikatakan : “Awal mula cinta adalah penipuan, dan akhirnya pembunuhan.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq memberikan komentar tentang hadits Nabi saw. : “Cinta terhadap sesuatu, membutakan dan menulikan.” (H.r. Abu Dawud, dari Anas bin Malik), bahwa cinta membutakan seseorang terhadap orang lain karena cemburu, sedangkan terhadap sang kekasih karena rasa kharisma.Kemudian beliau membacakansyair :Jika kebesan-Nya yang tidak tampak padaku,Aku akan terusir kembali dalamkeadaan samaDengan orang belum pernah berhasrat.Al-Harits al-Muhasiby menjelaskan : “Cinta adalah kecenderunganmu kepada sesuatu dengan sepenuhnya, kemudian engkau mengutamakan padanya dibanding dirimu, jiwamu dan harta bendamu, kemudian berada dalam keserasian dengannya, baik secara lahir maupun batin, kemudian menginformasikan atas kekuranganmu dalam mencintai-Nya.”As-Sary as-Saqathy mengatakan : “Tidak bisa dikatakan cinta yang sebenarnya jika dua pihak tidak bisa mengatakan kepda amasing-masing dengan ungkapan “Wahai diriku”.Asy-Syibly berkata : “Sang pecinta akan binasa jika diam, tetapi sang ‘arif akan binasa jika tidak berdiam diri.”Dikatakan : “Cinta adalah api dalam hati yang membakar segala sesuatu selain kehendak sang kekasih.”Dikatakan juga : “Cinta adalah upaya besar sementara sang pecintamelaksanakan kehendak sang kekasih.”Ahmad an-Nury mengatakan : “Cinta berarti merobek tabir dan menyingkap rahasia-rahasia.”Abu Ya’qub as-Susy berkata : “Cinta tidak sah tanpa keluar dari melihat cinta menuju penglihatan Sang Kekasih, dengan kefana’an ilmucinta.”Al-Junayd menuturkan : “As-Sary memberikan sepotong kertas kepadaku dan tertulis : “Ini lebih baik bagimu daripada tujuhratus kisah atau hadits.’ Dan di sana ada bait-bait syair :Ketika aku mengaku cintaIa berkata : “Engkau bohong padaku”Lalu apa bagiku, ketika kulihat tubuhmu nan bulat nan elok?Tiada cinta, melainkan sampai hati melekat pada urat di dalamSedang engkau layu sampai tak tersisaUntuk menjawab sang penyeruDan engkau terpatah-patah sampai tak ada lagi hasrat cintaSelain mata yang menangis dan ..Penuh Munajat.....Ibnu Masruq berkomentar : “Aku hadir ketika Samnun sedang berbicara tentang cinta, dan semua lampu di masjdi lalu pecah.” Dikatakan : “Suatu ketika aku sedang mendengarkan Samnun berbicara tentang cinta di masjdi, tiba-tiba seekor burung kecil datang dan mendekat ke arahnya. Ia terus mendekat hingga akhirnya hinggap di tangannya. Kemudian ia mematuk-matukkan paruhnya ke lantai sampai darah mengalir dari mulutnya, kemudian mati.”Al-Junayd menjelaskan : “Semua cinta dengan satu tujuan. Jika tujuan itu hilang, maka cinta punakan hilang pula.”Diceritakan bahwa sekelompokorang datang mengunjungi Asy-Syibly ketika dia sedang ditahan di rumah sakit jiwa. Dia bertanya, “Siapa kalian ini?” Mereka menjawab: “Kami adalah orang-orang yang mencintaimu, wahai Abu Bakr!.” Syibly menghadap mereka lantas melempari mereka dengan batu, sembari berkata : “Jika kalian mengaku benar-benar mencintaiku, tentu kalian akan bersabar atas ujian yang menimpaku.” Lalu dia mendendangkan syair :Wahai Tuhan Mulia, cinta kepadamu tersimpan daam hati.Wahai Engkau yang menghilangkan tidur dari kelopak mataku,Engkau tahu semua yang menimpaku.Yahya bin Mu’adz menulis kepada Abu Yazid al-Bisthamy : “Aku mabuk karena terlalu banyak meminum dari cangkir cinta-Nya.” Abu Yazid membalas suratnya : “Orang lain meminum lautan langit dan bumi namun rasa hausnya belum terpuaskan, sembari berkata, Apa masih ada lagi?”Para Sufi bersyair :’Aku kagum bagi yang berkata,‘Aku mengingat-ingat kekasihku.’Adakah aku bisa melupakan, lalu aku masih ingat yang kulupa?”Aku mati, tapi apa aku mengingat-Mu, aku hidup kembali.Kalau-lah bukan karena husnudzanku pada-MuAku tak kan hidupAku hidup dengan harapan, danaku mati karena rindu.Berapa kali aku hidup melalui harapan pada-Mu,Dan berapa kali aku telah mati!Aku meminum air cinta dan piala ke pialaNamun piala tetap penuh juaHausku tak henti-hentinya.Dikatakan bahwa Allah swt. mewahyukan kepada Isa as. : “Jika Aku melihat kepada hati seorang hamba dan Aku tidak menemukan cinta terhadap dunia ataupun akhirat,maka Aku akan memenuhinya dengan cinta-Ku.”Saya melihat tulisan Syeikh Abu Ali ad- Daqqaq : “Salah satu kitab wahyu menegaskan : “Wahai hamba-Ku, Aku demi hakmu bagimu,sebagai Pecinta, maka demi hak-Ku jadilah engkau bagi-Ku sebagai pecinta.”Abdullah ibnul Mubarak mengatakan : “Barang siapa dianugerahi satu bagian cinta tapi tidak dianugerahi sejumlah rasa takut yang sama, berarti tertipu.”Dikatakan : “Cinta menghapus semua bekas dirimu.”Dikatakan pula : “Cinta adalah kemabukkan; kesadaran hanya datang dengan melihat Sang Kekasih. Keetika melihat Kekasih justru tak bisa dibayangkan.”Para Sufi membacakan syair berikut :Piala berputar, mereka pun mabuk,Sedang mabukku datang dari si pemutar pialaSyeikh Abu Ali ad-Daqqaq sering membacakan syair berikut :Aku menikmati dua mabukSedangkan teman-teman minumku hanya satuSesuatu yang istimewa bagiku di antara merekaYang mendapat anugerah ituIbnu Atha’ mengatakan : “Cinta berarti mengundang celaan yang terus menerus.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mempunyai seorang budak perempuan bernama Fairuz yang beliau cintai, karena telah berbakti begitu lama. Beliau mengatakan kepadaku : “Pada suatu hari Fairuz menghinaku, dengan mengucapkan kata-kata nyerocos. Abu Hasan al-Qari’ bertanya kepadanya : “Mengapa engkau menyakiti Syeikh?”Dia menjawab, “Karena saya mencintainya.”Yahya bin Mu’adz menyatakan :“Aku lebih suka memiliki cinta sebesar biji sawi daripada ibadat selama tujuhpuluh tahun tanpa cinta.”Diceritakan bahwa seorang pemuda memandang kepada orang-orang yang berkumpul pada hari hari taya dan bersyair :Siapa yang mati dalam keluhancintaMatilah seperti itu,Tak baik dalam cinta tanpa kematianKemudian dia melemparkan dirinya dari atas rumah dan mati.Diceritakan bahwa seorang laki-laki dari India menaruh cinta yang berkobar-kobar kepada seorangbudak perempuannya. Pada suatu hari si budak meninggalkannya, dia keluar untuk mengucapkan selamat berpisah kepadanya. Airmata mengalir dari salah satu matanya, tapi matanya yang satu lagi tidak mengeluarkan airmata. Selama delapanpuluh empat tahundia menutup matanya yang tak menangis itu sebagai hukuman karena tidak menangis ketika kekasihnya pergi. Mengenai hal ini para Sufi bersyair :Sebelah mataku menangis di pagi hari ketika berpisah,Namun mata yang lain kikir pada kami untuk menangis.Maka kuhukum mata yang kikirairmataDengan menutupnya di hari ketika kami saling bertemu.Salah seorang Sufi berkata : “Pada suatu hari ketika kami sedang berbincang-bincang dengan Dzun Nuun al-Mishry tentang cinta, dia meminta, dengan bersyair :Takut lebih utama daripada terjerumus pelaku kejahatanKetika dia meratap, dan sedihSementara cinta cocok buat mereka yang saleh dan benar-benar suci.”Yahya bin Muadz mengatakan :“Siapa yang menyebarkan cinta di kalangan orang-orang yang bukan ahlinya, adalah pendusta dalam pernyataan-pernyataannya.”Samnun lebih mengutamakan ma’rifat atas cinta. Menurut mereka yang telah mencapai hakikat, cinta berarti lebur ke dalam keadaan kemanisan, dan ma’rifat berarti menyaksikan dalam keadaan bingung dan terhapus dalam kegentaran.Abu Bakr al-Kattany menuturkan : “Persoalan cinta sedang dibicarakan di antara para syeikh di Mekkah selama musim haji.Al-Junayd adalah orang termuda yang hadir. Mereka memanggilnya suatu kali, dan bertanya kepadanya : “Hai orang Irak, kaakanlah kepada kami apa pendapatmu. Al-Junayd menundukkan kepalanya dan menangis, kemudian menjawab : “Cinta adalah seorang pelayan yang meninggalkan jiwanya dan meletakkan dirinya pada dzikir kepada Tuhannya, mengukuhkan diri dalam melaksanakan perintah-perintah Tuhan dengan kesadaran yang terus menerus akan Dia dalam hatinya. Cahaya Dzatnya membakar hatinya dan dia ikut meminum minuman suci dari cangkir cinta-Nya.Yang Maha Kuasa terungkapkan kepadanya dari balik tabir alam gaib-Nyam hingga manakala dia berbicara, dia berbicara dengan perintah Allah, dan apa yang dikatakannya adalah dari Allah. Manakala ia bergerak, dia bergerak dengan perintah Allah, dan manakaladia diam, maka diamnya adalah bersama Allah. Dia akan selalu dengan Allah, bagi Allah dan beserta Allah.” Mendengar kata-kata al-Junayd itu, semua syeikh itu pun menangis, dan berkata, “Tak ada lagiyang perlu dikatakan. Semoga Allah menguatkanmu, wahai mahkota para‘Arifin!.”.Diriwayatkan bahwa Allah swt. mewahyukan kepada Nabi Daud as : “Aku telah melarang cinta untuk-Ku memasuki hati manusia jika cinta kepada selain Aku juga punya tempat di dalamnya.”Abul Abbas, pelayan Fudhail bin ‘Iyadh, menuturkan : “Suatu ketikaFudhail menderita sakit kencing. Dia mengangkat kedua tangannya ke atas dan berdoa : “Ya Allah, demi cintaku kepada-Mu, lepaskanlah penyakit ini dariku.” Kami tidak meninggalkannya sampai akhirnya iapun sembuh.”Saya mendengar Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan bahwa cinta berarti lebih mengutamakan orang lain, seperti cinta permaisuri Raja Aziz ketika dia menyesali perbuatannya : “Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.” (Qs. Yusuf :51). Sebelumnya dia telah mengatakan : “Apakah pembalasan terhadap orangyang bermaksud serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?”(Qs. Yusuf :25). Jadi, mula-mula dia menuduh Yusuf telah berbuat dosa, tetapi akhirnya dia menyalahkan dirinya sendiri atas penghianatannya itu.Abu Sa’id Hamdun al-Kharraz mengatakan : “Aku bermimpi bertemu dengan Nabi saw. dan aku berkata kepada beliau : “Wahai Rasulullah, maafkanlah saya. Sebab cinta saya kepada Allah swt. telah memenuhi kalbu saya dan tidak menyisihkan cinta bagimu.” Beliau menjawab : “Wahai orang gyang diberekati, barangsiapa mencintai Allah swt. berarti ia emncintaiku.”Diceritakan tentang munajat Rabi’ah Adawiyah : “Tuhanku, akankah Engkau membakar hati yangmencintai-Mu dengan api?” Tiba-tiba muncul bisikan : “Kami tidak akan melakukan hal seperti itu, Engkau jangan menyanggka buruk kepada Kami.”Dikatakan : “Kata cinta (hubb) terdiri dari dua huruf “Ha” dan “ba”, yang mengisyaratkan bagi pecinta, hendaknya meninggalkan ruh, kalbu dan badannya.” Sebagai dinyatakan oleh pendapat Ijma’ di kalangan paraSufi, cinta adalah penyesuaian dengan hati, sedangkan cinta menafikan secara psti adanya pertentangan. Pecinta selalu bersama Sang Kekasih. Dalam hal inididukung oleh sebuah hadits, riwayatAbu Musa al-Asy’ary yang mengatakan bahwa seseorang bertanya kepada Nabi saw. : “Dapatkah seseornag mencintai suatu kaum tapi tidak pernah bertemu dengan mereka?” Nabi menjawab : “Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintai.”Abu Hafs menegaskan : “Kerusakan kondisi ruhani, rata-rata karena tiga perkara : Kefasikan para arifin, penghgianatan para pecinta (muhibbin), dan dustanya para muridin (pemula).”Abu Utsan berkata : “Dosa para‘arifin adalah menggunakan ucapan, penglihatan, dan pendengaran mereka untuk kepentingan duniawi dan memperoleh keuntungan darinya. Penghianatan para pencinta adalah mengutamakan hawa nafsu mereka sendiri dibanding keridhaan Allah swt. dalam urusan-urusan yang mereka hadapi.Dusta para pemuda adalah bahwa mereka lebih peduli terhadap kesadaran akan manusia dan perhatian mereka daripada dzikir danmemandang kepada Allah swt.”Abu Ali Mumsyad bin Sa’id al-Ukbary menuturkan : Seekor burung pipit jantan mencoba mencumbu seekor burung pipit betina di bawah kubah Nabi Sulaiman as, tetapi si betina menolak. Si jantan bertanya kepadanya : “Bagaimana kamu bisa menolakku sedangkan jika aku mau, aku bisa membuat kubah ini runtuh menimpa Suaiman?” (Sementara Sulaiman mendengar pembicaraan kedua burung itu, karena memang beliau diberi kemampuan oleh Allah swt. untuk mengerti dialog burung), lalu beliau memanggilnya dan menanyakan kepadanya : “Apa yang membuatmu berkata begitu?” Si burung menjawab : “Wahai Nabi Allah, para perindu yang masyuk tidak bisa dituntut melalui kata-katanya.” Sulaiman menjawab : “Anda benar.!”
47.R I N D UAllah swt. berfirman :“Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang, DanDia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.: (Qs. Al-Ankabut : 5).Atha’ bin as-Sa’ib menuturkan bahwa ayahnya menceritakan kepadanya : “Suatu ketika Ammar binYasir mengimami kami shalat dan dia mempercepatnya. Aku berkata : “Anda tergesa-gesa dalam mengimami shalat, wahai Abul Yqzan.” Dia menjawab : “Hal itu tidakada salahnya, karena aku memanjatkan kepada Alalh sebuah doa yang pernah kudengar dari Rasulullah saw.” Ketika hendak beranjak, salah seorang jamaah mengikutinya dan bertanya kepadanya tentang doa yang dibacanya itu. Dia pun mengulanginya : “Ya Allah dengan ilmu-Mu yang gaib dan dengan kekuasaanmu atas semua makhluk, hidupkanlah aku jika Engkau tahu bahwa hidup itu membawa kebaikan untukku, dan matikanlah aku jika Engkau tahu bahwa mati itu membawa kebaikan untukku. Ya Allah, aku meminta kepada-Mu agar aku takut kepada-Mu dalam semua perkara, baik yang nyata maupun yang gaib. Aku memohon kepada-Muungkapan yang benar ketika aku senang maupun ketika aku marah. Aku mohon kepada-Mu kesederhanaan dalam kekayaan amupun kemiskinan. Aku mohon kepda-Mu kesenangan yang tak abadi, dan kesejukan jiwa yang tak terputus. Aku mohon kepda-Mu keridhaan dengan apa yang telah ditentukan. Dan aku mohon kepada-Mu kehidupan yang sejuk sesudah mati. Aku mohon agar bisa melihat Wajah-Mu yang Mulia, dan kerinduan untuk bertemu dengan-Mu tanpa bahaya yang mengancam, ayau menjadi korban fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kamidengan keindahan iman. Ya Allah, jadikanlah kami sebagai pemberi petunjuk maupun penerima petunjuk.”Rindu adalah keadaan gairah hati yang berharap untuk berjumpa dengan Sang Kekasih. Kadar rindu tergantung besar volume cinta.Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq membedakan antara rindu dan hasrat yang bergolak, katanya : “Rindu ditentramkan oleh perjumpaan dan memandang. Sedangkan hasrat yang bergolak tidak sirna karena pertemuan.”Mengenai konteks ini pra Sufi bersyair :Mata tak pernah berpaling ketika memandang-Nya.Sehingga kembali kepada-nya, penuh gelora.An-Nashr Abadzi menyatakan : “Semua orang mempunyai tahap kerinduan. Namun tidak semuanya mengalamai tahap gelora, dan siapa yang memasuki gelora itu, justru akan linglung, sehinggaia tidak dipandang lagi pengaruh atau kesan dan keteguhan.”Diceritakan bahwa Ahmad bin Hamid al-Aswad datang kepada Abdullah ibnul Mubarak dan berkata kepadanya : “Aku bermimpi engkau akan meninggal setahun lagi. Barangkali engkau harus bersiap-siapuntuk keluar dari dunia.” Abdullah ibnul Mubarak menjawab : “Engkau memberiku waktu yang lama, aku hidup sampai setahun penuh! Padahal aku selalu menyukai syair yang kudengar dari Abu Ali ats-Tsaqafy :Wahai yang tercekam rindu karena perpisahan panjangBersabarlah, siapa tahu esokEngkau bertemu Sang Kekasih.”Abu Utsman menuturkan : “Tanda rindu adalah mencintai kematian dengan hati yang ringan.”Yahya bin Mua’dz menyatakan :“Tanda rindu adalah membebaskan tubuh dari hawa nafsu.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan : “Pada suatu hari Daud as. Pergi sendirian ke padang pasir, kemudian Allah swt. menurunkan wahyu kepadanya : “Wahai Daud, Akutidak memandangmu sebagi orang yang sendirian!” Daud menjawab : “Tuhanku, aku terpengaruh oleh kerinduan dalam hatiku untuk bertemu dengan-Mu, lantas terhalangantara diriku untuk bergaul sesama manusia.” Maka Allah swt. lalu berfirman : “Kembalilah kepada mereka. Sebab, bila engkau mendatangi-Ku bersama seorang hamba yang lari dari tuannya, Aku tetapkan dirimu di Laih Mahfudz sebagai seorang arih yang bijak.”Diceritakan, ada seorang wanita tua yang didatangi oleh pemuda yang termasuk kerabatnya. Keluarga lainnya merasa gembira, namun wanita itu justru menangis tersedu. Ia ditanya : “Apa yang engkau tangisi?” Wanita itu menjawab : “Aku teringat kedatanganpemuda itu, jika kelak di hari kedatangan kita kepada Allah swt.”Ketika Ahmad bin Atha’ ditanyatentang rindu, dia menjawab, “Jiwa yang terbakar, kalu yang berkobar, dan jantung yang berkeping-keping.”Pada kesempatan lain dia ditanya : “Manakah yang lebih utama,rindu ataukah cinta?” Ibnu Atha’ menjawab : “Cinta, karena rindu terlahir dari cinta.”Salah seorang Sufi menyatakan : “Rindu adalah kobaran dari jiwa, dan apinya menjilat-jilat ketika berpisah. Bila pertemeuan tiba, api itu jadi padam. Bila yang dominan pada rahasia batinnya adalah penyaksian sang kekasih, kerinduan tak melintas lagi.”Seorang Sufi ditanya : “Apakah Anda pernah mengalami kerinduan?” Dia menjawab : “Tidak. Rindu hanya bagi pecinta yang tak bersama kekasihnya. Sedangkan Kekasih sebenarnya, senantiasa hadir.”Saya mendengar Syeikh Abi Aliad-Daqqaq memberi komentar atas firman Allah swt. “ .... dan aku bergerak kepadamu, wahai Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)” (Qs. Thaha :84). Arti ayat ini : “Aku bergerak kepada-Mu karena indu kepada-Mu.” Namun disamarkan melalui kata ridha.”Ad-Daqqaq juga berkata : “Salah satu tanda rindu adalah harapan pada kematian dalam hamaparan ampunan yang sejahtera.Begitulah Nabi Yusuf as. Ketika dilemparkan ke dalam sumur, beliau tidak berkata : “Biarkanlah aku mati saja!” Ketika dimasukkan ke dalam penjara, beliau juga tidak mengatakan : “Biarkanlah aku mati saja!”. Tetapi keetika orangtuanya datang kepadanya dan semua saudaranya bersujud kepadanya, beliau berkata : “Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam (Qs. Yusuf:1010).” Mengenai hal ini para Sufi bersyair :Kami dalam puncka kegembiraan,Namun tak bisa sempurna,Kecuali dengan kalianCacat yang ada pada kami,Wahai orang-orang yang kucintai,Engkau semua digaibkanSedang kami telah hadir.Mereka juga bersyair :Siapakah yang memeriahkan pesta raya,Padahal aku sungguh berduka,Kegembiraan telah penuh bagikuBila kekasih-kekasihku tiba.Abu Abdullah bin Khafif mengatakan : “Rindu adalah hembusan kalbu yang muncul karenapesona, kecintaan untuk bertemu dan rasa ingin berdekatan.”Abu Yazid al-Bisthamy berkata: “Allah swt. mempunyai hamba-hamba tertentu, jika Dia menutup tirai bagi mereka, maka mereka akanmemohon agar dikeluarkan dari surga sebagaimana para penghuni neraka minta dikeluarkan dari neraka.”Al- Husain al-Anshary berkata : “Aku bermimpi bahwa hari Kiamat telah tiba. Kulihat ada seseorang yang berdiri di bawah ‘Arasy, Alalh swt. lalu bertanya : “Wahai para malaikat-Ku, siapakah orang ini?” Menereka menjawab : “Engkau lebih Maha Mengetahui.” Maka Allah swt. pun berfirman : “Inilah Ma’ruf al-Karkhy. Dia mabuk karena mencintai-Ku; dan tak akan sadar kecuali berjumpa dengan-Ku.” Riwayat lain mengatakan : “Inilah Ma’ruf al-Karkhy. Dia meninggalkan dunia dalam keadaan rindu kepada Alalh. Maka Alalh lalu memperkenankannya menatap Wajah-Nya.”Farais menegaskan : “Hati paraperindu disinari dengan cahaya Alalh swt. Manakala Gairah kerinduan mereka membara, cahaya itu menerangi langit dan bumi, dan Allahswt. menunjukkan kepada malaikat-malaikat-Nya, seraya berfirman : “Mereka adalah perindu-perindu kepada-Ku, Aku bersaksi pada kalian bahwa Aku pun sesungguhnya lebih rindu kepada mereka.”Syeikh Abu Ali ad- Daqqa pernah menjelaskan mengenai sabda Nabi saw. : “Aku memohon kepada-Mu agar diberi rindu untuk berjumpa dengan-Mu.” Komentar Abu Ali : “Rindu itu terdiri dari seratusbagian. Nabi memiliki sembilan puluh sembilan bagian, dan yang satu bagian dibagi-bagi di kalangan umat manusia.” Abu Ali juga menginginkan yang satu bagian itu, karena beliau cemburu jika satu bagian rindu diberikan kepada orang lain.”Dikatakan : “Kerinduan orang-orang yang muqarrabun lebih sempurna dibanding kerinduan mereka yang terhijab dari kehadiran-Nya.”Demikianlah dikatakan penyair:Sebutuk kerinduan suatu ketikaBila tanda-tanda saling mendekat.Dikatakan juga : “Para perindu saling merasakan manisnya kematian, ketika menjemputnya, semata karena jiwa pertemuan telah terbuka melebihi manisnya penyaksian.”As-Sary menyatakan : “Rindu adalah maqam teragung bagi seorang ‘arif manakala telah terwujud di dalamnya. Manakala dia mencapai kerinduan, dia menjadi lupa akan segala sesuatu yang menjauhkan dari yang dirindukannya.”Abu Utsman bin Sa’id al-Hiry berkomentar mengenai firman Allah swt. “Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang.” (Qs. Al-Ankabut :5). “Ayat ini sebagai penentram bagi para perindu. “Tafsirnya : “Aku tahu bahwa rindu kalian kepada-Ku begitu kuat. Aku telah menetapkan satu waktu bagi kalian untuk berjumpa dengan-Ku. Kalian semua akan segera datang kepada Yang kalian rindukan.”Dikatakan bahwa Allah swt. mewahyukan kepada Nabi Daud as. : “Katakanlah kepada para pemuda Bani Israil : “Mengapa kalian menaruh kepeduan selain kepada-Ku, sedangkan Aku merindukanmu? Dusta macam apa ini?”Allah swt. juga menurunkan wahyu kepada Daaud as. : “Jika saja mereka yang telah berpaling dari-Ku mengetahui bagaimana Aku telah menunggu mereka, melimpahkan kasih sayang kepada mereka, dan kerinduan-Ku agar mereka meninggalkan kemaksiatan terhadap-Ku, pasti mereka mati semua karena rindu mereka, dan sendi-sendi mereka remuk karena cinta kepada-Ku. Wahai Daud, inilah Kehendak-Ku terhadap mereka yang telah berpaling dari Ku, lalu bagaimana kemauan-Ku terhadap mereka yang menghadap kepada-Ku?”Dikatakan bahwa dalam kitab Taurat tertulis : “Kami sangat merindukan kalian semua, namun kalian tidak saling membalas rindu; Kami tanamkan rasa takut dalam dirimu, tapi kalian sendiri tidak merasa takut. Dan kami memberi ratapan kepada kalian, sayangnya kalian semua tidak pernah meratap.”Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan : “Suatu ketika Syu’aib menangis hingga matanya buta. Allah swt. mengembalikan penglihatannya. Dia menangis lagi sampai buta kembali, dan Allah swt. mengembalikan lagi penglihatannya. Kemudian ia menangis sampai buta, lantas Allah swt. mewahyukan : “Jika engkau menangis karena neraka, maka Aku pun telah menjadidkanmu selamat darinya.” Syu’aib menjawab :“Bukan itu. Aku menangis karena rindu kepada-Mu.” Lalalu Allah berfirman padanya : “Karena itu Aku menunjuk Nabi-Ku dan Kalimat-Ku untuk melayanimu selama sepuluh tahun.”Dikatakan : “Barangsiapa rindu kepada Alalh swt. maka segala sesuatu merindukannya.”Dan dalam Hadits disebutkan : “Surga merindukan tiga orang : Ali, Ammar dan Salman.”Malik bin Dinar mengatakan : “Aku membaca dalam Taurat begini :“Kami bangkitkan rindu dalam dirimu, tetapi kamu sekalian tidak rindu kepada Kami. Kami mainkan seruling untukmu, tetapi engkau tidak menari.”Al-Junayd ditanya : “Apa yang membuat seorang pecinta menangisketika bertemu dengan Kekasihnya?”Dia menjawab : “Itu hanya karena kegembiraannya pada ang Kekasih, dan kepesonaan karena kedahsyatanrindu kepada-Nya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar