IMPLEMENTASI METODE KETELADANAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
(Studi Kasus di SD N Kambangan 01 Blado)
Disusun Oleh :
MOH.ABRORI
NIM : 232 108 052
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah ungkapan populer dalam dunia proses belajar mengajar mengatakan bahwa: “metode jauh lebih penting dari materi”. Demikian urgennya metode dalam proses pendidikan dan pengajaran, sebuah proses belajar mengajar bisa dikatakan tidak berhasil bila dalam proses tersebut tidak menggunakan metode. Karena metode menempati posisi kedua terpenting setelah tujuan dari sederetan komponen-komponen pembelajaran: tujuan, metode, materi, media dan evaluasi.
Seiring dengan itu, seorang pendidik dituntut agar cermat memiliki dan menetapkan metode apa yang tepat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran kepada perserta didik. Karena dalam proses belajar mengajar dikenal ada beberapa macam metode, antara lain: metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi, keteladanan, dan lain sebagainya.[1]
Metode yang akan penulis bahas adalah metode keteladanan. Metode ini merupakan metode yang paling unggul dan paling jitu dibandingkan metode-metode lainya. Melalui metode ini para orang tua dan pendidik memberi contoh atau teladan terhadap peserta didiknya bagaimana cara berbicara, berbuat, bersikap, mengerjakan sesuatu atau cara beribadah, dan sebagainya.
Melalui metode ini, peserta didik dapat melihat, menyaksikan dan menyakini cara yang sebenarnya sehingga mereka dapat melaksanakannya dengan lebih baik dan lebih mudah.
Metode keteladanan ini sesuai dengan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Muslim, sebagaimana dikutip oleh Imam Al-Nawawi dalam bukunya Shahih Muslim Syarahat al-Kamilu lin-Nawawi, yaitu:
اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ
“Mulailah dari diri sendiri”(H.R. Muslim)
Maksud hadits di atas adalah dalam hal kebaikan dan kebenaran, apabila kita menghendaki orang lain juga mengerjakanya, maka mulailah dari diri kita sendiri untuk mengerjakanya.[2]
Sungguh tercela seorang pendidik yang mengajarkan suatu kebaikan kepada peserta didiknya sedangkan ia sendiri tidak menerapkannya dalam kehidupanya sehari-hari. Dalam hal ini Allah mengingatkan dalam firman-Nya Surat Al-Baqoroh ayat 44:
tbrâ�ßDù’s?r& }¨$¨Y9$# ÎhŽÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$# 4 Ÿxsùr& tbqè=É)÷ès? (البقرة: ٤٤)
Artinya : “Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedang kamu melupakan dirimu sendiri, dan kamu membaca kitab, tidakkah kamu pikirkan? (QS. Al-Baqoroh (2): 44)
Firman Allah di atas menjelaskan bahwa seorang pendidik hendaknya tidak hanya mampu memerintah atau memberikan teori kepada peserta didiknya, tetapi lebih dari itu ia harus mampu menjadi panutan bagi peserta didiknya, sehingga mereka dapat mengikutinya tanpa merasakan adanya unsur paksaan.[3]
Tujuan pendidik adalah memberikan teladan yang baik bagi peserta didiknya. Pendidik adalah cermin bagi peserta didik. Semua yang dilakukan pendidik akan ditiru oleh peserta didik. Pendidik harus berhati-hati dalam bersikap karena peserta didik akan selalu menilai semua sikap dan perilaku pendidik. Pendidik yang sopan, otomatis peserta didik akan memiliki sikap sopan pula. Lain halnya dengan pendidik yang pendusta, tidak akan mampu berbicara tentang kejujuran pada peserta didiknya. Begitu pula dengan pendidik yang pemarah, tidak akan mampu mempraktekkan sikap sabar pada peserta didiknya.
Pendidik tidak cukup hanya memberikan prinsip saja untuk menciptakan peserta didik yang soleh, karena yang lebih penting bagi peserta didik adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut, sehingga sebanyak apapun prinsip yang diberikan tanpa disertai contoh keteladanan, ia hanya akan menjadi kumpulan resep yang tak bermakna.
Seorang peserta didik, bagaimana pun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimana pun sucinya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Adalah sesuatu yang sangat mudah bagi pendidik, yaitu mengajari peserta didik dengan berbagai materi pendidikan, akan tetapi adalah sesuatu yang teramat sulit bagi peserta didik untuk melaksanakanya ketika ia melihat orang yang memberikan pengarahan dan bimbingan kepadanya tidak mengamalkannya.
Islam telah menjadikan pribadi Rasul sebagai suri teladan bagi seluruh pendidik untuk dapat disalurkan pada peserta didik karena Rasulallah memiliki pribadi yang sempurna. Tiada celah keburukan sedikitpun dalam pribadi Nabi Muhammad saw, oleh karena itu Allah mengutus Nabi Muhammad saw untuk menjadi teladan bagi umat manusia di seluruh dunia. Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya surat Al-Ahzab ayat 21:
ô‰s)©9 tb%x. öNä3s9 ’Îû ÉAqß™u‘ «!$# îouqó™é& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ö�tƒ ©!$# tPöqu‹ø9$#ur t�ÅzFy$# t�x.sŒur ©!$# #ZŽ�ÏVx. (الاحزب : ۲۱)
Artinya : “Sunngguh, telah ada pada (diri) Rasulallah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (Surat Al-Ahzab: 21)
Bila Islam menjadikan suri teladan abadi dari Allah adalah kepribadian Rasul-Nya, maka ia menjadikan kepribadian beliau itu sebagai teladan bagi setiap generasi, terus menerus menjadi suri teladan dan pada setiap peristiwa. Islam tidaklah mempersembahkan suri teladan itu untuk dijadikan Kultus ataupun dambaan kosong dalam lautan khayal.[4]
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial peserta didik. Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan peserta didik, yang tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak tanduknya, akan senantiasa tertanam dalam kepribadian peserta didik.
Proses belajar memang dapat terapai secara maksimal dengan metode, meniru (imitation), seperti seseorang yang meniru orang lain dalam melakukan sesuatu atau meniru mengucapkan sebuah kata. Dengan metode ini seorang peserta didik dapat belalajr bahasa, belajar sopan santun, adapt istiadat, moral dan sifat manusia pada para pendidik.[5]
Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-buruknya peserta didik. Jika dalam proses belajar mengajar peserta didik sudah diajari berbuat tidak baik, misalnya membiarkannya menyontek pada saat Ujian Nasional agar memperoleh nilai yang baik atau selalu melanggar tata tertib sekolah, maka nantinya peserta didik akan tumbuh menjadi seseorang yang rusak moralnya dan tidak menghargai serta tidak mematuhi peraturan yang ada.
Proses pemberian contoh yang dilakukan oleh pendidik diharapkan dapat membentuk moral peserta didik menjadi lebih baik. Figur yang diteladani oleh peserta didik sekarang ini semakin berkurang, dikarenakan banyak sekali figur yang seharusnya dijadikan contoh tersandung masalah tentang moral. Mulai dari pejabat hingga pendidik. Bisa dilihat di beberapa media, ada salah satu pejabat yang terkena masalah tentang video asusila, begitu juga dengan pendidik yang tertangkap basah melakukan kekerasan terhadap peserta didiknya sendiri. Jika hal ini dilihat dan disaksikan oleh peserta didik akan membekas dan tertanam dalam hati peserta didik.
Berangkat dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat tema pokok ini sebagai objek penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI METODE KETELADANAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR (Studi Kasus Di SD N Kambangan 01 Blado).
B. Rumusan Masalah
1. Bentuk-bentuk keteladanan apa saja yang sudah dipraktekkan pendidik SD N Kambangan 01 Blado dalam proses belajar mengajar?
2. Upaya-upaya pendidik SD N Kambangan 01 Blado dalam penerapan hambatan-hambatan dalam menggunakan metode keteladanan?
3. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan metode keteladanan dalam proses belajar mengajar di SD N Kambangan 01 Blado?
C. Tujuan
1. Mengetahui bentuk-bentuk keteladanan dalam proses belajar mengajar.
2. Mengetahui upaya-upaya pendidik SD Negeri Kambangan 01 dalam penerapan metode keteladanan.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan metode keteladanan dalam proses belajar.
4. Mengetahui implementasi metode keteladanan dalam proses belajar mengajar di SD N Kambangan 01.
D. Kegunaan Penelitian
Dari segi perumusan masalah diatas, maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi khazanah keilmuan dalam dunia pendidikan. Khususnya tentang metode keteladanan dalam proses belajar mengajar di sekolah.
b. Keguanaan Praktis
1. Bagi Pendidik
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pengetahuan dalam mengembangkan metode keteladanan dalam proses belajar mengajar.
2. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi sekolah untuk melakukan kebijakan tentang peningkatan kualitas metode-metode dalam proses belajar mengajar.
E. Tinjauan Pustaka
1. Analisis Teoritis
Disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa kata “keteladanan” mempunyai akar kata “teladan” yang berarti perbuatan yang patut ditiru dan dicontoh. Jadi, “keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh.[6]
Diungkapkan dalam bahasa Arab, bahwa “keteladanan” berasal dari kata “uswah” dan “qudwah”. Pengertian yang diberikan oleh Al-Ashfahani, Sebagaimana dikutip Armai Arief, bahwa menurut beliau “al-uswah” dan “al-Iswah” sebagaimana kata “al-qudwah” dan “al-Qidwah” berarti “suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan”. Senada dengan Al-Ashfahani, Ibn Zakaria mendifinisikan, bahwa “uswah” berarti “qudwah” yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik.[7]
Banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan dengan keteladanan merupakan metode yang paling berhasil guna. Hal itu karena dalam belajar, orang pada umumnya, lebih mudah menangkap yang kongkrit ketimbang yang abstrak. Abdullah Nasikh Ulwan, Sebagaimana dikutip Hery Noer Aly, umpamanya mengatakan bahwa pendidik barang kali akan merasa mudah menkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun, peserta didik akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila ia melihat pendidikannya tidak memberi contoh tentang pesan yang disampaikanya.[8]
Kepentingan penggunaan keteladanan juga terlihat dari teguran Allah terhadap orang-orang yang menyampaikan pesan tetapi tidak mengamalkan pesan itu. Allah menjelaskan:
$pkš‰r’¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 šcqä9qà)s? $tB Ÿw tbqè=yèøÿs? ÇËÈ uŽã9Ÿ2 $ºFø)tB y‰YÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB Ÿw šcqè=yèøÿs? ÇÌÈ (الصف : ٢- ٣)
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan (QS. Al-Shaff (61): 1-3)
Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam dijelaskan, bahwa syarat-syarat pendidik dalam pendidikan Islam salah satunya adalah harus berkesusilaan. Syarat ini sangat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas mengajar. Pendidik tidak mungkin memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya.[9]
Menurut Ibnu Sina sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, juga mengatakan bahwa sifat yang harus dimiliki oleh pendidik adalah sopan santun. Perangai pendidik yang baik akan berpengaruh bagi pembentukan kepribadian peserta didik. Mereka belum menjadi manusia dewasa, kepribadiannya masih dalam proses pembentukan dan rentan akan perubahan-perubahan yang terjadi di luar diri peserta didik. Pada masa modern sekarang ini terjadi pergeseran nilai-nilai pada setiap ruas-ruas dan sendi-sendi kehidupan manusia.[10] Mereka masih mudah terpengaruh dan mudah mengikuti arus globalisasi yang cenderung mengerikan. Yang dianehkan lagi, mereka lebih cepat meniru hal-hal yang tidak baik ketimbang hal yang baik. Apalagi sekarang marak sekali video-video asusila yang beredar di internet yang bisa merusak moral anak bangsa. Menurut hemat penulis, sekaranglah waktunya bagi pendidik untuk maju membentuk generasi-generasi bangsa yang bermoral, berakhlak mulia, memiliki tutur sapa yang bagus dan berkepribadian muslim.
Pada hakikatnya Islam tidak menentang perubahan, kemajuan dan kemodernan. Namun sebaliknya, Islam mengharuskan umatnya untuk terus maju. Zaman modern merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan keteguhan iman dan prinsip yang kuat serta tidak merasa asing melihat pembaharuan dan kemajuan yang begitu pesat. Asalkan perubahan, kemajuan dan kemodernan tersebut mengarah ke hal yang positif.[11]
Pada saat ini, hal yang harus diperhatikan secara serius yaitu fenomena yang dewasa ini muncul, yakni tentang dilemma yang dihadapi oleh pendidikan model Barat. Disatu sisi, pendidikan model barat terbukti berhasil maksimal mengeksploitasi potensi intelektual manusia, sehingga kemudian melahirkan berbagai teknologi yang canggih. Namun disisi lain, pendidikan model Barat melupakan, jika tidak mau disebut gagal, perubahan aspek moral, spiritual manusia. Alhasil, manusia modern dengan dunia teknologi berhasil diciptakan, akan tetapi jiwa-jiwa mereka mengalami krisis moral-spiritual.[12]
Kemajuan teknologi juga berdampak pada perilaku peserta didik seiring dengan kemajuan IPTEK. Hal ini memberi dampak yang sangat besar terhadap perilaku peserta didik yang semakin menjurus terhadap hal-hal yang bersifat negatif. Pola-pola perilaku peserta didik kecenderungan melenceng dari koridor-koridor akhlak mulia.[13]
Begitu juga menurut al-Abrasyi dan Al-Attas, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, mengemukakan bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berakhlak mulia dan membentuk manusia yang baik.[14] Kata baik di sini mencakup baik sifatnya dan perilakunya.
2. Kerangka Berfikir
Dalam proses belajar mengajar banyak sekali metode yang digunakan, salah satunya adalah metode keteladanan. Keteladanan yaitu pemberian contoh yang dilakukan oleh pendidik untuk ditiru oleh peserta didiknya. Peniruan yang dimaksud di sini adalah peniruan dalam hal yang baik, bukan hal yang buruk.
Di sini pendidik dituntut untuk tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja, tapi juga menjadi suri teladan bagi peserta didiknya. Seperti semboyan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu, “Ing Ngarsa Sung Tuladha” yang artinya adalah di depan seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh yang baik.
Sebagai pendidik hendaklah menjaga tingkah lakunya ketika berhadapan dengan peserta didik, maupun ketika tidak berhadapan dengan peserta didik. Karena semua tingkah laku pendidik akan dinilai oleh peserta didiknya.
Seorang pendidik yang tidak bisa menjaga perilakunya tidak akan bisa mentransfer nilai nilai filosofis dari sebuah pendidikan. Oleh karena itu, setiap pendidik harus dapat melaksanakan metode keteladanan dalam proses belajar mengajar yang dilakukanya agar tujuan pendidikan Islam dapat tercapai secara optimal. Sehingga dapat membentuk kepribadian peserta didik yang berakhlakul karimah.
F. Metode Penelitian
Metode Penelitian adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalam proses penelitian. Melalui metode penelitian, diharapkan akan dapat mencapai hasil yang diinginkan. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai beberapa metode yang digunakan penulis dalam penelitian tentang implementasi metode keteladanan dalam proses belajar mengajar.
1. Desain Penelitian
a. Pendekatan penelitian
Pada penelitian ini yang peneliti gunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang menekankan pada proses, bukan hasil. Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif & induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah.[15]
b. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan, artinya tidak untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.[16]
2. Wujud Data
Semua sifat, sikap dan perilaku pendidik di dalam maupun di luar kelas (sekolah), bagi pendidik yang mengajar di SD Negeri Kambangan 01, sejumlah 10 orang.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Interview
Teknik interview yaitu suatu dialog pewancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.[17]. dalam hal ini peneliti menggunakan interview bebas terpimpin, yaitu penginterview membawa kerangka pertanyaan untuk disajikan, tetapi bagaimana pertanyaan diajukan dan irama interview diserahkan kepada kebijaksanaan pewancara.
Sebagai alasan adalah pihak yang diinterview dapat bebas memberi jawaban, sehingga akan diperoleh data secara mendalam. Dalam pihak peneliti dapat menyerahkan secara langsung pokok persoalan yang sebenarnya. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan penelitian tentang Implementasi Metode Keteladanan dalam Proses Belajar Mengajar di SD N Kambangan 01 Blado.
b. Teknik Observasi
Teknik observasi adalah teknik ilmiah yang biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis fenomena-fenomena yang terjadi. Teknik observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung pelaksanaan proses belajar mengajar di SD N Kambangan 01 Blado.
c. Studi Dokumentasi
Yaitu mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.[18]
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitataif. Metode analisis deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan bagaimana pelaksanaan metode keteladanan di SD N Kambangan 01Blado
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Penulis ingin menguraikan skripsi ini tentang “Implementasi Metode Keteladanan Dalam Proses Belajar Mengajar (Studi Kasus di SD N Kambangan 01 Blado)”. Seluruh tulisan skripsi ini akan diuraikan dalam bab demi bab, sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan Berisi tentang: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan Skripsi.
Bab II Metode Keteladanan dan Proses Belajar Mengajar. Bagian pertama berisi tentang: pengertian Metode Keteladanan, bentuk-bentuk keteladanan, Faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan metode keteladanan,. Bagian kedua berisi tentang proses belajar mengajar, yang meliputi pengertian belajar mengajar, hakekat belajar mengajar, ciri-ciri belajar mengajar, komponen-komponen belajar mengajar.
Bab III Pelaksanaan metode Keteladanan dalam Proses Belajar Mengajar di SD N Kambangan 01. uraianya berisi tentang: situasi Umum SD N Kambangan 01, yang terdiri dari: Tinjauan historis, visi dan misi sekolah, program-program sekolah, prestasi-prestasi sekolah, kegiatan ekstrakurikuler. Kedua berisi tentang: pelaksanaan metode keteladanan dalam proses belajar mengajar di SD N Kambangan 01, yang terdiri dari: Bentuk-bentuk keteladanan, faktor pendukung dan penghambat metode keteladanan, upaya- upaya yang dilakukan pendidik SD Kambangan 01 mengatasi hambatan dalam menggunakan metode keteladanan.
Bab IV Analisis Hasil Penelitian. Berisi tentang: Analisis Implementasi Metode Keteladanan dalam Proses Belajar Mengajar, yang meliputi: bentuk-bentuk keteladanan, faktor pendukung dan penghambat metode keteladanan. upaya- upaya yang dilakukan pendidik SD Kambangan 01 mengatasi hambatan dalam menggunakan metode keteladanan.
Bab V Penutup Berisi tentang: kesimpulan dan Saran.
BAB II
METODE KETELADANAN DAN PROSES
BELAJAR MENGAJAR
A. Metode Keteladanan
1. Pengertian Metode Keteladanan
Pengertian metode secara etimologi, berasal dari dua kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Menurut Ahmad Husain al-Liqany, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, Metode adalah “langkah-langkah yang diambil pendidik guna membantu para peserta didik merealisasikan tujuan tertentu”. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah thoriqah yang berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka langkah tersebut harus diwujudkan dalam proses pendidikan dalam rangka pembentukan kepribadian. Dengan demikian dapat dipahami bahwa metode merupakan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[19]
Pengertian keteladanan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata “keteladanan” mempunyai akar kata “teladan” yaitu perbuatan yang patut ditiru dan dicontoh. Jadi “keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh.[20]
Kata “keteladanan” dalam bahasa Arab diungkapkan dengan kata “Uswah” & “qudwah”. Menurut Al-Asyfahani sebagaimana dikutip oleh Armai Arief, bahwa menurut beliau “al-uswah” dan “al-iswah” sebagaimana kata “al-qudwah” dan “al-qidwah” berarti “suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, atau kejahatan. Senada dengan Al-Ashfahani, Ibn Zakaria dalam buku Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam karya Armai Arief mendefinisikan kata “uswah” berarti “qudwah” yang berarti ikutan, mengikuti yang diikuti”. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik. [21]
Dari Pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada para peserta didik, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.[22]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar