Minggu, 22 Juli 2018

Pego

Huruf Pegon mengambil namanya dari kataPego yang berarti menyimpang, karena menggunakan abjad Arab (Hijaiyah) untuk menuliskan bahasa Jawa atau Sunda. Sedang dalam bahasa Bausastra, kata Pegon berarti tidak murni. Berbeda dengan huruf Gundul atauGundhil, Pegon sejatinya adalah huruf konsonan sebelum digandeng dengan huruf vokal atau sandangan huruf lainnya. Penggunaan huruf vokal ini bertujuan untuk menghindari kerancuan dengan bahasa Melayu yang tidak terlalu banyak memakai kosakata vokal.

Huruf Pegon sendiri diyakini dikembangkan pada tahun 1400an oleh Sunan Ampel, atau dalam teori lainnya dikembangkan oleh murid Sunan Ampel, Imam Nawawi asal Banten. Yang pasti, huruf ini lahir dari kalangan pemuka agama Islam dan diajarkan secara umum di pesantren-pesantren selama masa penjajahan Kolonial Belanda. Pada masa itu, muncul fatwa yang menolak untuk menggunakan produk-produk penjajah, termasuk tulisan mereka. Maka kalangan ini menggunakan Pegon sebagai simbol perlawanan, juga sebagai bahasa sandi untuk mengelabuhi penjajah pada saat berkomunikasi dengan sesama anggota pesantren dan juga beberapa pahlawan Nasional yang berasal dari golongan santri. Dalam manuskrip dan literatur pesantren, huruf ini juga banyak ditemukan, seperti dalam Serat (Nabi) Yusup.

Ketika Kemal Attaturk menggulingkan kesultanan terakhir Utsmaniyah, huruf Pegonmengalami pergeseran oleh huruf Latin dan juga huruf Romawi, dimana hal tersebut diresmikan pada tahun 1950an di Singapura dalam sebuah kongres yang akhirnya melahirkan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia. Saat itu, hampir semua penerbit Koran, majalah, dan buku terpaksa mengganti huruf Pegon dengan huruf Romawi, termasuk majalah At-Turats yang dikenal menggiatkan Pegon untuk semua tulisannya. Majalah ini memiliki gagasan bahwa matinya huruf Pegon adalah matinya Ulama.

Dikenal sebagai Pegon di Nusantara, huruf ini mendapat nama Huruf Jawi di Malaysia, namun secara luas dikenal sebagai huruf Arab Melayu karena huruf ini juga akhirnya menyebar hingga ke Brunei, Thailand, dan Filipina. Uniknya, meski digunakan untuk menulis kosakata Jawa, huruf ini tetap ditulis dari kanan ke kiri layaknya penulisan Arab, dengan kaidah penyambungan yang sama.

Sayang, saat ini huruf Pegon kian menghilang meski dulunya digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat, dari kalangan kyai hingga sastrawan. Selain memang bersifat temporary (sementara), hilangnya Pegon juga karena kolonial Belanda menekan pergerakan perlawanan dari pesantren.
Meski pakem asli dari huruf Pegon tak pernah ditemukan, namun dalam beberapa buku daerah klasik dapat ditemukan huruf Pegon dengan karakter yang hampir sama satu sama lain. Dalam manuskrip Islam di Jawa kuno, huruf ini seringkali digunakan untuk menulis jenggotan, yakni terjemahan bahasa Jawa atas naskah berbahasa Arab.

Mengenal Penulisan Arab Pegon

Mengenal Asal Penulisan Arab Pegon merupakan hal yang paling unik di Indonesia ini. Penulisan Arab Pegon berasal dari huruf Arab Hijaiyah, yang kemudian disesuaikan dengan aksara (abjad) Indonesia (Jawa). Kata pegon dalam kamus Bausastra mempunyai arti tidak murni Bahasa Jawa.

Awal mula lahirnya Huruf Pegon ini lahir dikalangan pondok pesantren untuk memaknai atau menerjemahkan kitab – kitab berbahasa Arab kedalam bahasa Jawa/Indonesia untuk mempermudah penulisannya, karena penulisan Arab dimulai dari kanan ke kiri begitu pula menulisan Pegon, sedangkan penulisan Latin dimulai dari kiri ke kanan.

Menurut satu pendapat, penemu huruf Pegon adalah Sunan Ampel1, sedangkan menurut pendapat lain Imam Nawawi2 Banten, hal ini dikuatkan dari sejarah pada masa penjajahan banyak sekali terjadi penindasan, perampasan hak dan penyiksaan. Maka timbulah “Gerakan Anti Penjajah”. Pemberontakan terhadap pemerintahan penjajah terjadi dimana – mana, termasuk didalamnya kaum muslimin sampai – sampai para ‘ulama dan kyai berfatwa “haram memakai apapun dari penjajah” termasuk tulisannya. Dalam situasi ini, dengan cerdas Imam Nawawi menyesuaikan bahasa Jawa dengan huruf – huruf Arab yang dinamakan aksara Pegon (Pego).

Demikianlah sedikit uraian arti, penemu dan latar belakang ditemukannya aksara Pegon. Selanjutnya akan diuraikan metode kaidah menulis dan membaca aksara Pegon yang diambil dari buku “Pakem Tanah Jawa Induk Ramalan dan Kisah Ekspedisi Syeikh Subakir3 ke Pulau Jawa” dengan sedikit perubahan. Agar penulisan Pegon kita (para SayThon) dapat diseragamkan

Sastra Pegon
Huruf Hijaiyyah
ا ب ت ث ج ح خ ........الخ
Aksara Arab yang diambil untuk aksara Pegon
اب ت ج د ر س ط ع ف ك ل م ن و ه ي
Huruf Pegon ini merupakan huruf konsonan sebelum digandeng dengan huruf vokal dan sandangan huruf lain. Untuk menjadikan huruf vokal maka harus ditambahkan huruf vokal yaitu :
• Alif (ا) : untuk bunyi A
• Ya (ي) : untuk bunyi I
• Wawu (و) : untuk bunyi u
Serta harus ditambah sandangan (bantu) yaitu fathah (َ) , pȇpȇt (~) dan Hamzah (ء).

Kaidah – kaidah aksara Pegon
1. Huruf JIM (ج) ditambah 2 titik menjadi/dibaca CA/C
2. Huruf FA (ف) ditambah 2 titik menjadi/dibaca PA/P
3. Huruf DAL (د) diberi 3 titik di atas menjadi/dibaca DHA/DH
ket : titik diletakkan diatas untuk keseragaman dengan ذ
4. Huruf YA (ي) ditambah 2 titik menjadi/dibaca NYA/NY
5. Huruf KAF (ك) ditambah 3 titik dibawah menjadi/dibaca GA/G
6. Huruf AIN (ع) ditambah 3 titik diatas menjadi/dibaca NGA/NG
ket : titik diletakkan diatas agar seragam dengan غ
Huruf HA aksara Pegonya ada dua yaitu HA (ه) dan alif (ا), karena HA dapat dibaca A contoh hayu dibaca ayu, hana dibaca ana.
7. Huruf Pegon ditambah alif (ا) berbunyi A, contoh أ/ها maka dibaca ha/a
Huruf Pegon diberi alif (ا) berbunyi Ó (dalam bahasa Jawa) seperti bunyi O pada kata Gógó (tanaman padi pada lahan kering) dan berbunyi A dalam bahasa Indonesia, namun di beberapa daerah Jawa sering juga dibaca A :
ه + ا dibaca HO dalam bahasa Jawa
HA dalam bahasa Indonesia
Contoh : سورابايا Suroboyo : Jawa
Surabaya : Indonesia.

8. Huruf Pegon ditambah YA (ي) berbunyi I contoh
ن + ي : ني dibaca NI
ج + ي : جيdibaca JI
ك+ي : كي dibaca KI
Contoh : NIKI ditulis نيكي
9. Huruf Pegon diberi tambahan Wawu (و) berbunyi U
أ + و : أو dibaca U
ه + و : هو dibaca HU
ن + و : نو dibaca NU
Contoh : KUKU ditulis كوكو:
10. Huruf Pegon di Fathah dan digandeng dengan (ي) dibaca É, seperti E pada kata énak, pédé, saté.
اَ +ي : اَي dibaca E
هَ +ي :هَي dibaca HE
نَ + ي: نَي dibaca NE
Contoh : Enak : اَيناك
Juga dibaca Ё seperti pada kata peyek, remeh, teh, namun dalam bahasa Indonesia tetap dibaca É.
Contoh : Peyek : ڤيييك
11. Huruf Pegon di Fathah dan digandeng dengan Wawu (و) untuk bunyi O, seperti pada kata ijo, bojo, loro, soto.
اَ +و : اَو dibaca O
نَ +و :نَو dibaca NO
هَ +و : هَو dibaca HO
Contoh : Bojo loro : بَوجَو لَورَو
Soto Babat : سَوتَو بابات
12. Huruf Pegon diberi sandangan Pȇpȇt (~) atau tidak diberi sandangan apapun dibaca Ê seperti bunyi e pada kata sejuk, seger, semar, semangka.
آ atau ا dibaca E
ۿ atau ه dibaca HE
ن atau ن dibaca NE
Contoh : Negara :نڮارا atau نڮارا
Semangka : سماڠكاatau سماڠكا

Penulisan Sastra Pegon dengan konsonan rangkap

Penulisan konsonan rangkap pengucapannya seolah – olah ada bunyi E (Pȇpȇt), maka jika diucapkan perlahan – lahan akan terasa bunyi E (Pȇpȇtnya).
Contoh :
• Program, jika dibaca perlahan akan terasa perogram.
• Struktur, jika dibaca perlahan akan terasa seteruktur.
Cara penulisan konsonan rangkap dengan Huruf Pegon adalah dengan mengembalikan bunyi E (Pȇpȇt) yang seolah – olah ada pada konsonan rangkap tersebut.
Contoh :
• Kata program maka jika ditulis Pegon menjadi ڨروڮرام,
• Praduga menjadi ڨراڎوڮا.
• Struktur menjadi ستروكتور .

Kaidah Hamzah (alif) diawal kalimah

1. Alif diberi Hamzah diatas dibaca A/O contoh : ono ditulis أنا.
2. Alif diberi Hamzah dibawah dibaca I contoh : ini ditulis إني.
3. Alif diberi Hamzah diatas dan Wawu (أو) dibaca U contoh : udara ditulis أوڎارا
4. Alif diberi Hamzah dibawah dan Ya’ (ي) dibaca E, contoh : Enak ditulis يناكإ
5. Alif tanpa Hamzah dan Wawu dibaca O contoh : Orang ditulis : اوراڠ
6. Alif tanpa Hamzah, tanpa Wawu dan tanpa Ya’ dibaca E, contoh elang ditulis الاڠ
7. Alif diberi Hamzah diatas dan Ya’ dibaca E. Contoh : Epson ditulis أيڨسان

Catatan :
1. Kaidah menyambung Huruf – huruf Pegon sama dengan kaidah menyambung huruf – huruf Hijaiyyah.
2. Bahasa Indonesia atau Jawa yang diserap dari bahasa Arab tetap ditulis aslinya. Contoh : kata "Islam" harus ditulis اسلام bukan ايسلام , kata “Batin” ditulis باطن bukan باطين.

3. Penutup
Demikian kaidah – kaidah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kesalahan atau kekurangan dalam penulisan maupun penyampaian harap segera melapor yang bersangkutan. Semoga bermanfa’at apa yang kita pelajari bersama ini. Amien.

Sumber : http://www.santriyai.com/2018/01/mengenal-asal-arab-pegon-serta-kaidah.

Minggu, 15 Juli 2018

Nashoihul ibad

Bismillahirahmanirahim, Qola Mu'alif Rohimakumullah Wa'anfaana Fi 'ulumihi Fidaroini Amin.

Maqolah 1
Diriwayatkan dari Nabi SAW, sesungguhnya Beliau bersabda (Ada dua perkara, tidak ada sesuatu yang lebih utama dari dua perkara tersebut, yaitu iman kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada sesama muslim). Baik degan ucapan atau kekuasaannya atau dengan hartanya atau dengan badannya.
RasuuluLlah SAWW bersabda, (barang siapa yang pada waktu pagi hari tidak mempunyai niat untuk menganiaya terhadap seseorang maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barang siapa pada waktu pagi hari memiliki niat memberikan pertolongan kepada orang yang dianiaya atau memenuhi hajat orang islam, maka baginya mendapat pahala seperti pahala hajji yang mabrur).
Dan Nabi SAW bersabda (Hamba yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan amal yang paling utama adalah membahagiakan hati orang mukmin dengan menghilangkan laparnya, atau menghilangkan kesusahannya, atau membeyarkan hutangnya. Dan ada dua perkara, tidak ada sesuatu yang lebih buruk dari dua tersebut yaitu syirik kepaad Allah dan mendatangkan bahaya kepada kaum muslimin).
Baik membahayakan atas badannya, atau hartanya. Karena sesungguhnya semua perintah Allah kembali kepada dua masalah tersebut. Mengagungkan Allah dan berbuat baik kepada makhluknya, sebagaimana firman Allah Ta’ala Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan firman Allah Ta’ala Hendaklah kamu bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu.

Maqolah 2
Nabi SAW bersabda, (wajib bagi kamu semua untuk duduk bersama para ‘Ulama) artinya yang mengamalkan ilmunya, (dan mendengarkan kalam para ahli hikmah) artinya orang yang mengenal Tuhan.
(Karena sesungguhnya Allah Ta’ala akan menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah-ilmu yang bermanfaat- sebagaimana Allah menghidupkan bumu yang mati dengan air hujan). Dan dalam riwayat lain dari Thabrani dari Abu Hanifah “Duduklah kamu dengan orang dewasa, dan bertanyalah kamu kepada para ‘Ulama dan berkumpulah kamu dengan para ahli hikmah” dan dalam sebuah riwayat, “duduklah kamu degan para ulama, dan bergaulah dengan kubaro’ ”. Sesungguhnya Ulama itu ada dua macam, 1. orang yang alim tentang hukum-hukum Allah, mereka itulah yang memiliki fatwa, dan 2. ulama yang ma’rifat akan Allah, mereka itulah para hukama’ yang dengan bergaul dengan mereka akan dapat memperbaiki akhlak, karena sesungguhnya hati mereka telah bersinar sebab ma’rifat kepada Allah demikian juga sirr / rahasia mereka telah bersinar disebabkan nur keagungan Allah. Telah bersabda Nabi SAW, akan hadir suatu masa atas umatku, mereka menjauh dari para ulama dan fuqaha, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka dengan tiga cobaan, 1. Allah akan menghilangkan berkah dari rizkinya. 2. Allah akan mengirim kepada mereka penguasa yang zalim 3. Mereka akan keluar meninggalkan dunia tanpa membawa iman kepada Allah Ta’ala Na’udzubiLlahi min dzaalik.

Maqolah 3
Dari Abi Bakar As-Shiddiq RA (Barang siapa yang memasuki kubur tanpa membawa bekal yaitu berupa amal shalih maka keadaannya seperti orang yang menyeberangi lautan tanpa menggunakan perahu). Maka sudahlah pasti ia akan tenggelam dengan se tenggelam-tenggelamnya dan tidak mungkin akan selamat kecuali mendapatkan pertolongan oleh orang-orang yang dapat menolongnya.. sebagaimana sabda Rasulullah SAW, tidaklah seorang mayat yang meninggal itu, melainkan seperti orang yang tenggelam yang meminta pertolongan.

Maqolah 4
Dari ‘Umar RA, -dinukilkan dari Syaikh Abdul Mu’thy As-sulamy, sesungguhnya Nabi SAW bertanya kepada Jibril AS, ‘Beritahukan kepadaku sifat kebaikan sahabat ‘Umar’. Maka Jibril menjawab, ‘Jika saja lautan dijadikan tinta dan tumbuh-tumbuhan dijadikan pena niscaya tidak akan uckup melukiskan sifat kebaikannya. Kemudian Nabi bersabda, beritahukan kepadaku kebaikan sifat Abu Bakar,”. Maka Jibril menjawab, ”’Umar hanyalah satu kebaikan dari beberapa kebaikan Abu Bakar RA.

Qawaidul I'lal

TERJEMAH QAWA'IDUL I'LAL ILMU SHOROF

 ( 19 Kaidah )

KAIDAH KE 1

إذَا تَحَرَّكَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ بَعْدَ فَتْحَةٍ مُتَّصِلَةٍ فِيْ كَلِمَتَيْهِمَا أُبْدِلَتَا آلِفًا مِثْلُ صَانَ أَصْلُهُ صَوَنَ وَبَاعَ أَصْلُهُ بَيَعَ. Apabilah ada Wawu atau Yya’ berharkah, jatuh sesudah harkah Fathah dalam satu kalimah, maka Wawu atau Ya’ tsb harus diganti dengan Alif .

 contoh :
صَانَ asalnya صَوَنَ, dan بَاعَ asalnya بَيَعَ.
Praktek I’lal :صَانَ asalnya صَوَنَ ikut pada wazan فَعَلَ. Wawu diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi صَانَ.

بَاعَ asalnya بَيَعَ ikut pada wazan فَعَلَ. Ya’ diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi بَاعَ.

غَزَا asalnya غَزَوَ ikut pada wazan فَعَلَ. Wawu diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi غزا.

رَمَىْ asalnya رَمَيَ ikut pada wazan فَعَلَ. Ya’ diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi رَمَيَ.

(*Alif pada lafazh رَمَىْ dinamakan Alif Layyinah).

Perhatian:Kaidah ini berlaku pada Wau atau Ya’ dengan Harkah asli. Apabila harkah keduanya bukan asli atau baru, maka tidak boleh dirubah.

Contoh : دَعَوُاالْقَوْمَ
Apabila setelah wawu atau ya’ itu ada huruf mati/sukun, maka diklarifikasikan sbb:*.Jika Wawu atau Ya’ tsb bukan pada posisi Lam Fi’il, maka tidak boleh di-I’lal, karena dihukumi seperti Huruf Shahih.

Contoh: بَيَانٌ, طَوِيْلٌ, خَوَرْنَقٌ.*.Jika Wawu dan Ya’ tsb berada pada posisi Lam Fi’il, maka tetap berlaku Kaidah I’lal ini. Contoh يَخْشَوْنَ asalnya يَخْشَيُوْنَ .

Namun disyaratkan huruf yg mati/sukun setelah Wawu dan Ya’ tsb bukan huruf Alif dan huruf Ya’ tasydid, maka yang demikian juga tidak boleh di-I’lal. Contoh: رَمَيَا, عَلَوِيٌّ, غَزَوَا.KAIDAH KE 2إِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ عَيْنًا مُتَحَرِّكَةً مِنْ أَجْوَفٍ وَكَانَ مَا قَبْلَهُمَا سَاكِنًا صَحِيْحًا نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمَا إلىَ مَا قَبْلَهَا, نَحْوُ يَقُوْمُ أَصْلُهُ يَقْوُمُ, يَبِيْعُ أَصْلُهُ يَبْيِعُ.Apabila wau atau ya’ berharokat berada pada ‘ain fi’il Bina’ Ajwaf dan huruf sebelumnya terdiri dari huruf Shahih yang mati/sukun, maka harakat wawuatau ya’ tsb harus dipindah pada huruf sebelumnya.Contoh:يَقُوْمُasalnyaيَقْوُمُdanيَبِيْعُasalnyaيَبْيِعُ.Praktek I’lal:يَقُوْمُيَقُوْمُ asalnya يَقْوُمُ ikut pada wazan يَفْعُلُ . harkah wawu dipindah pada huruf sebelumnya, karena wawu-nya berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih yg mati/sukun, untuk menolak beratnya mengucapkannya, maka menjadiيَقُوْمُيَبِيْعُيَبِيْعُ asalnya يَبْيِعُ ikut pada wazan يَفْعِلُ harkahYa’ dipindah pada huruf sebelumnya, karena Ya’-nya berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih yg mati/sukun, untuk menolak beratnya mengucapkannya, maka menjadi يَبِيْعُPerhatian:Perpindahan Syakal/Harakat/Tasykil/Tanda baca Wau atau Ya’ tersebut dalam Kaidah ini, tidak berlaku apabila setelah Wawu atau Ya’ terdapat Huruf yang di-tasydid-kan. Contoh: يَسْوَدُّKAIDAH KE 3إِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ بَعْدَ آلِفٍ زَائِدَةٍ أُبْدِلَتَا هَمْزَةً بِشَرْطِ أَنْ تَكُوْنَا عَيْنًا فِيْ اسْمِ الْفَاعِلِ وَطَرَفًا فِيْ مَصْدَرٍ, نَحْوُ صَائِنٌ أَصْلُهُ صَاوِنٌ, سَائِرٌ أَصْلُهُ سَايِرٌ, لِقَاءٌأَصْلُهُ لِقَايٌ.Apabila ada wawu atau ya’ jatuh sesudah alif zaidah, maka harus diganti hamzah, dengan syarat wau atau ya’ tersebut berada pada ‘Ain Fi’il kalimahbentuk Isim Fail, atau berada pada akhir kalimah bentuk masdar. Contoh:صَائِنٌasalnya صَاوِنٌ danسَائِرٌasalnya سَايِرٌ danلِقَاءٌasalnyaلِقَايٌPraktek I’lal:صَائِنٌصَائِنٌ asalnya صَاوِنٌ ikut pada wazan فَاعِلٌ . wawu diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada ‘Ain Fi’il Isim Fa’il, maka menjadi صَائِنٌسَائِرٌسَائِرٌ asalnya سَايِرٌ ikut pada wazan فَاعِلٌ . Ya’ diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada ‘Ain Fi’il Isim Fa’il, maka menjadi سَائِرٌعَطَاءٌعَطَاءٌ asalnya عَطَاوٌ ikut pada wazan فَعَالٌ wawu diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada akhir kalimah Isim Masdar, maka menjadi عَطَاءٌ .لِقَاءٌلِقَاءٌ asalnya لِقَايٌ ikut pada wazan فِعَالٌ Ya’ diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada akhir kalimah Isim Masdar, maka menjadi لِقَاءٌ . KAIDAH KE 4إِذَا اجْتَمَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ وَسَبَقَتْ اِحْدَاهُمَا بِالسُّكُوْنِ اُبْدِلَتِ الْوَاوُ يَاءً وَاُدْغِمَتِ الْيَاءُ اْلأُوْلَى فِي الثَّانِيَّةِ نَحْوُ مَيِّتٌ أَصْلُهُ مَيْوِتٌ وَمَرْمِيٌّ أَصْلُهُ مَرْمُوْيٌ.Apabila wau dan ya’ berkumpul dalam satu kalimahdan salah satunya didahului dengan sukun, maka wau diganti ya’. Kemudian ya’ yang pertama di-idgham-kan pada ya’ yang kedua. Contoh lafadzمَيِّتٌasalnya adalahمَيْوِتٌdanمَرْمِيٌّasalanya adalahمَرْمُوْيٌ Praktek I’lal:مَيِّتٌمَيِّتٌ asalnya مَيْوِتٌ mengikuti wazan فَيْعِلٌ . wau diganti ya’ karena berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya didahului dengan sukun, maka menjadi مَيْيِتٌ. Kemudian ya’ yang pertama di-idghamkan pada ya’ yang kedua karena satu jenis, maka menjadi مَيِّتٌمَرْمِيٌّمَرْمِيٌّ asalnya مَرْمُوْيٌ mengikuti wazan مَفْعُوْلٌ . wau diganti ya’ karena berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya didahului dengan sukun, maka menjadi مَرْمُيْيٌ. Kemudian ya’ yang pertama di-idghamkan pada ya’ yang kedua karena satu jenis, maka menjadi مَرْمِيٌّKAIDAH KE 5إِذَا تَطَرَّفَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ وَكَانَتَا مَضْمُوْمَةً اُسْكِنَتَا نَحْوُ يَغْزُوْا أَصْلُهُ يَغْزُوُ وَيَرْمِيْ أَصْلُهُ يَرْمِيُApabila Wau atau Ya’ menempati ujung akhir kalimah, dan ber-harakah dhammah, maka disukunkan. Contoh:يَغْزُوْاasalnyaيَغْزُوُdanيَرْمِيْasalnyaيَرْمِيُ Praktek I’lal:يَغْزُوْيَغْزُوْ asalnya يَغْزُوُ mengikuti wazan يَفْعُلُ . Wau di ujung akhir kalimah ber-harakah dhammah, maka disukunkan menjadi يَغْزُوْ.يَرْمِيْيَرْمِيْ asalnya يَرْمِيُ mengikuti wazan يَفْعُلُ . Ya’ di ujung akhir kalimah ber-harkah dhammah, maka disukunkan menjadi يَرْمِيْ.Perhatian:غَازٍغَازٍ asalnya غَازِوٌ mengikuti wazan فَاعِلٌ . Wau diganti Ya’, karena jatuh sesudah harakah kasrah, maka menjadi غَازِيٌ, kemudan Ya’ disukunkan karena beratnya harkah dhammah atas Ya’ maka menjadi غَازٍيْ, kemudian Ya’ dibuang untuk menolakbertemunya dua mati yaitu Ya’ dan Tanwin, maka menjadi غَازٍسَارٍسَارٍ asalnya سَارِيٌ mengikuti wazan فَاعِلٌ . Ya’ disukunkan karena beratnya harakah dhammah atas Ya’ maka menjadi سَارٍيْ, kemudian Ya’ dibuanguntuk menolak bertemunya dua mati yaitu Ya’ dan Tanwin, maka menjadi سَارٍاَوَاقٍاَوَاقٍ asalnya وَوَاقِيُ mengikuti wazan فَوَاعِلُ wau pada fa’ fi’il diganti Hamzah, karena kedua wau berkumpul dalam satu kalimah, maka menjadi اَوَاقِيْ. Kemudian Ya’ dibuang untuk meringankannya, maka menjadi اَوَاقِ. Dan didatangkanlah tanwin sebagai pengganti dari Ya’ yang dibuang, maka menjadi اَوَاقٍ.KAIDEAH KE 6اِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ رَابِعَةً فَصَاعِدًا فِي الطَّرْفِ وَلَمْ يَكُنْ مَا قَبْلَهَا مَضْمُوْمًا أُبْدِلَتِ الْوَاوُ يَاءً نَحْوُ يُزَكِّيْ أَصْلُهُ يُزَكِّوُ وَيُعَاطِيْ أَصْلُهُ يُعَاطِوُApabila wau menempati ujung akhir kalimah empat huruf atau lebih, dan sebelum wau tidak adahuruf yang didhammahkan, maka wau tsb diganti ya’. Contoh:يُزَكِّيْasalnyaيُزَكِّوُdanيُعَاطِيْasalnyaيُعَاطِوُ.Praktek I’lal:يُزَكِّيْيُزَكِّيْ asalnya يُزَكِّوُ mengikuti wazan يُفَعِّلُ wau diganti ya’, karena berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka menjadi يُزَكِّيْيُعَاطِيْيُعَاطِيْ asalnya يُعَاطِوُ mengikuti wazan يُفَاعِلُ wau diganti ya’, karena berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka menjadi يُعَاطِيْPerhatian:مَعْطًىمَعْطًى asalnya مُعْطَوًا ikut wazan مًفْعَلاً . wau diganti ya’, karena berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka menjadi مُعْطَيًاkemudian ya’ diganti alif karena berharkah jatuh sesudah harkah fathah, maka menjadiمُعْطًىاْ kemudian alif dibuang untuk menolak bertemunya dua mati yaitu Alif dan Tanwin, maka menjadi مَعْطًىKAIDAH KE 7اِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ بَيْنَ الْفَتْحَةِ وَالْكَسْرَةِ الْمُحَقَّقَةِ وَقَبْلَهَا حَرْفُ الْمُضَارَعَةِ تُحْذَفْ نَحْوُ يَعِدُ أَصْلُهُ يَوْعِدُ و يَئِدُ أَصْلُهُ يَوْئِدُ Apabila wau ada diantara harkah fathah dan kasrah nyata, dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka wau tersebut dibuang. Contoh:يَعِدُasalnyaيَوْعِدُdanيَئِدُasalnyaيَوْئِدُPraktek I’lal:يَعِدُ يَعِدُ asalnya يَوْعِدُ mengikuti wazan يَفَعِلُ . wau dibuang karena ada diantara fathah dan kasrah nyata dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka menjadi يَعِدُيَضَعُ يَضَعُ asalnya يَوْضِعُ mengikuti wazan يَفَعِلُ . wau dibuang karena ada diantara fathah dan kasrah nyata dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka menjadi يَضِعُ. Kemudian Dhad-nya difathahkan untuk meringankan huruf ithbaq juga huruf Halaq yaitu ‘Ain, maka menjadi يَضَعُPerhatian:*.Huruf Mudhara’ah : أ – ن – ي – ت*.Huruf Halaq : أ – ح – خ – ع – غ – هـ*.Huruf Ithbaq : ص – ض – ط – ظKAIDAH KE 8إذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ بَعْدَ كَسْرَة فِيْ اسْمٍ أوْ فِعْلٍ أُبْدِلَتْ يَاءً نَحْوُ يُزَكِّيْ أَصْلُهُ يُزَكِّوُ وَ غَازٍ أَصْلُهُ غَازِوٌBilmana ada Wau jatuh setelah harkah Kasrah dalam Kalimah Isim atau Kalimah Fi’il, maka Wau tersebut harus diganti Ya’. Contoh:يُزَكِّيْasalnyaيُزَكِّوُdanغَازٍasalnyaغَازِوٌPraktek I’lal:يُزَكِّيْيُزَكِّيْ asalnya يُزَكِّوُ ikut wazan يُفَعِّلُ , wau diganti Ya’ karena jatuh sesudah harkah kasrah, maka menjadi يُزَكِّيْغَازِغَازِ asalnya غَازِوٌ (praktek I’lalnya telah disebut pada Kaidah I’lal ke 5)KAIDAH KE 9إذَا لَقِيَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ السَّاكِنَتَانِ بحَرْفٍ سَاكِنٍ آخَرَ حُذِفَتَا بَعْدَ اَنْ نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمَا اِلَى مَا قَبْلَهُمَا نَحْوُ صُنْ أَصْلُهُ أُصْوُنْ وَ سِرْ أَصْلُهُ اِسْيِرْ.Bilamana ada Wau atau Ya’ sukun, bertemu dengan husuf sukun lainnya, maka Wau tau Ya’ tersebut dibuang, ini setelah memindahkan harakah keduanya (Wau atau Ya’) kepada huruf sebelumnya (lihat kaidah I’lal ke 2). Contoh:صُنْasalnyaأُصْوُنْdanسِرْasalnyaاِسْيِرْPraktek I’lal:صُنْصُنْ asalnya أُصْوُنْ mengikuti wazan اُفْعُلْ, harkah Wau dipindah ke huruf sebelumnya, karena Wau berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih mati/sukun (lihat Kaidah I’lal ke 2) untuk menolak beratnya mengucapkan, maka menjadi اُصُوْنْ, makaWau dibuang untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, maka menjadi اُصُنْ, kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena tidak dibutuhkan lagi, maka menjadi صُنْسِرْسِرْ asalnya اِسْيِرْ mengikuti wazan اِفْعِلْ, harkah Ya’ dipindah ke huruf sebelumnya, karena Ya’ berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih mati/sukun (lihat Kaidah I’lal ke 2) untuk menolak beratnya mengucapkan, maka menjadi اِسِيْرْ, makaYa’ dibuang untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, maka menjadi اِسِرْ, kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena tidak dibutuhkan lagi, maka menjadi سِرْKAIDAH KE 10ِاِذَا اجْتَمَعَ فِيْ كَلِمَةٍ حَرْفَانِ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ أَوْ مُتَقَارِبَانِ فِي الْمَخْرَجِ يُدْغِم اْلأَوَّلُ فِي الثَّانِيْ بَعْدَ جَعْلِ الْمُتَقَارِبَيْن مِثْلَ الثَّانِيْ لِثَقْلِ الْمُكَرَّرِ نَحْوُ مَدَّ أصْلُهُ مَدَدَ وَ مُدِّ أَصْلُهُ اُمْدُدْ وَ اتَّصَلَ أَصْلُهُ اِوْتَصَلَBilamana ada dua huruf sejenis atau hampir sama makhrajnya berkumpul dalam satu kalimah, maka huruf yang pertama harus di-idghamkan pada hurufyang kedua,–ini setelah menjadikan huruf yang hampir sama makhrajnya serupa dengan huruf yg kedua (lihat kaidah i’lal ke 18 insyaallah)–, karena beratnya pengulangan/memilah-milahnya. contohمَدَّasalnyaمَدَدَdanمُدِّasalnyaاُمْدُدْ, dan اتَّصَلَasalnyaاِوْتَصَلَ.Praktek I’lal:مَدَّمَدَّ asalnya مَدَدَ ikut pada wazan فَعَلَ, huruf dal yangpertama disukunkan untuk melaksanakan syarat Idgham, maka menjadi مَدْدَ, kemudian huruf Dal yang pertama di-idgamkan pada huruf Dal yang kedua, maka menjadi مَدَّمُدِّ/مُدَّ/مُدُّمُدِّ/مُدَّ/مُدُّ asalnya اُمْدُدْ mengikuti wazan اُفْعُلْ, harkahDal yang pertama dipindah pada huruf sebelumnya untuk melaksanakan syarat Idgham, maka menjadiاُمُدْدْ, bertemu dua huruf mati/sukun yaitu kedua Dal, maka Dal yang kedua diberi harkah untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, baik diberi harkah kasrah karena kaidah; “apabilah ada huruf mati mau diberi harkah, berilah harkah kasrah”. atau diberi harkah fathah karena ia paling ringannya harkah. atau diberi harkah dhammah, karena mengikuti harkah ‘Ain fi’il pada fi’il mudhari’nya, maka menjadi اُمُدْدِ/اُمُدْدَ/اُمُدْدُ, kemudianDal yang pertama di-idgham-kan pada Dal yg keduamaka menjadi اُمُدِّ/اُمُدَّ/اُمُدُّ, kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena sudah tidak dibutuhkanlagi, maka menjadi مُدِّ/مُدَّ/مُدُّ.اتَّصَلَPraktek I’lal untuk lafazh اتَّصَلَ ada pada Kaidah I’lal ke 18, InsyaAllah. tunggu update.KAIDAH KE 11الْهَمْزَتَانِ اِذَا الْتَقَتَا فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ ثَانِيَتُهُمَا سَاكِنَةٌ وَجَبَ اِبْدَالُ الثّانِيَةِ بِحَرْفٍ نَاسَبَ اِلَى حَرْكَةِ اْلأُوْلَىْ نَحْوُ آمَنَ اَصْلُهُ أَأْمَنَ وَ أُوْمُلْ اَصْلُهُ أُؤْمُلْ وَ اِيْدِمْ اَصْلُهُ إِئْدِمْ.Bilamana terdapat dua huruf Hamzah berkumpul sejajar dalam satu kalimah, yang nomor dua sukun,maka huruf hamzah ini harus diganti dengan huruf yang sesuai dengan harakah Hamzah yang pertama. contohآمنasalnyaأأمنdanأوملasalnyaأؤمل.Praktek I’lal:آمَنََآمَن asalnya أَأْمَنَ mengikuti wazan أَفْعَلَ; berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti alif, karena ia sukun dan sebelumnya ber-harkah fathah. maka menjadi آمَنَأُوْمُلْْأُوْمُل asalnya أُؤْمُل mengikuti wazan أُفْعُلْ; berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti wau, karena ia sukun dan sebelumnya ber-harkah dhammah. maka menjadi أُوْمُلاِيْدِمْْاِيْدِم asalnya إئْدِم mengikuti wazan اِفْعِلْ berkumpuldua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti Ya’, karena ia sukun dan sebelumnya ber-harkah kasrah. maka menjadi اِيْدِم.خُذْخُذْ asalnya أُأْخُذ mengikuti wazan أُفْعُلْ; berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti wau, karena ia sukun dan sebelumnya ber-harkah dhammah. maka menjadi أُوْخُذ kemudian wau-nya dibuang untuk meringankan ucapan, maka menjadai أُخُذ selanjutnya hamzah-nya dibuang karena sudah tidak dibutuhkan lagi, maka menjadi خُذْPerhatian :Wau pada lafazh أُوْخُذ dibuang untuk meringankan ucapan, sedangkan pada lafazh أُوْمُل cukup tanpa membuang wau, karena menjaga dari keserupaan dengan fi’il amar-nya lafazh مَالَ – يَمُوْلُ – مُلْ .KAIDAH KE 12إِنَّ الْوَاوَ وَالْيَاءَ السَّاكِنَتَيْنِ لاَ تُبْدَلاَنِ آلِفًا إِلاَّ إِذَا كَانَ سُكُوْنُهُمَا غَيْرَ أَصْلِيٍّ بِأَنْ نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمُا اِلَى مَا قَبْلَهُمَانَحْوُ أَجَابَ أَصْلُهُ أَجْوَبَ وَ أَبَانَ أَصْلُهُ أَبْيَنَ.Wau atau ya’ yang sukun, keduanya tidak boleh diganti Alif, kecuali jika sukunnya tidak asli –dengan sebab pergantian harkat keduanya pada huruf sebelumnya– (lihat kaidah ilal ke 2). Contoh:أَجَابَasalnyaأَجْوَبَdanأَبَانَasalnyaأَبْيَنَ.Praktek I’lal:أَجَابَأَجَابَ asalnya أَجْوَبَ mengikuti wazan أَفْعَلَ harkah wau dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih sukun,karena beratnya mengucapkan, maka menjadi أَجَوْبَ (lihat kaidah I’lal ke 2). Kemudian wau diganti alif, karena asalnya wau berharkah dan sekarang iajatuh sesudah harkah fathah (lihat kaidah I’lal ke 1). Maka menjadi أَجَابَ.أَبَانَأَبَانَ asalnya أَبْيَنَ mengikuti wazan أَفْعَلَ harkah Ya’ dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih sukun,karena beratnya mengucapkan, maka menjadi أَبَيَْنَ (lihat kaidah I’lal ke 2). Kemudian Ya’ diganti Alif, karena asalnya Ya’ berharkah dan sekarang ia jatuh sesudah harkah fathah (lihat kaidah I’lal ke 1). Maka menjadi أَبَانَ.KAIDAH KE 13إِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ طَرْفًا بَعْدَ ضَمٍّ فِيْ اسْمٍ مُتَمَكِّنٍ فِي اْلأَصْلِ أُبْدِلَتْ يَاءً فَقُلِبَتِ الضَّمَّةُ كَسْرَةً بَعْدَ تَبْدِيْلِ الْوَاوِ يَاءً نَحْوُ تَعَاطِيًا أَصْلُهُ تَعَاطُوًا وَ تَعَدِّيًا أَصْلُهُ تَعَدُّوًا.Bilamana ada wau berada di akhir kalimah jatuh sesudah harkah dhammah didalam asal kalimah Isim yang Mutamakkin (bisa menerima tanwin), maka wau tsb diganti ya’, kemudian setelah itu harkah dhammah diganti kasrah. Contoh:تَعَاطِيًاasalnyaتَعَاطُوًاdanتَعَدِّيًاasalnyaتَعَدُّوًا.Praktek I’lal:تَعَاطِيًاتَعَاطِيًا asalnya تَعَاطُوًا mengikuti wazan تَفَاعُلاً wau diganti ya’ karena berada di akhir kalimah IsimMutamakkin dan sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi تَعَاطُيًًا kemudian huruf Tha’nya dikasrahkan untuk memantaskan Ya’. Maka menjadi تَعَاطِيًا.تَعَدِّيًاتَعَدِّيًا asalnya تَعَدُّوًا mengikuti wazan تَفَاعُلاً wau diganti ya’ karena berada di akhir kalimah Isim Mutamakkin dan sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi تَعَدُّيًًا kemudian huruf Dal’nya dikasrahkan untuk memantaskan Ya’. Makamenjadi تَعَدِّيًا.KAIDAH KE 14إِذَا كَانَتِ الْيَاءُ سَاكِنَةً وَكَانَ مَا قَبْلَهَا مَضْمُوْمًا أُبْدِلَتْ وَاوًا نَحْوُ يُوْسِرُ أَصْلُهُ يُيْسِرُ وَ مُوْسِرٌ أَصْلُهُ مُيْسِرٌBilamana terdapat Ya’ sukun dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan maka ya’ tersebut harusdiganti wau. contoh:يُوْسِرُasalnyaيُيْسِرُdanمُوْسِرٌasalnyaمُيْسِرٌPraktek I’lal:يُوْسِرُيُوْسِرُ asalnya يُيْسِرُ mengikuti wazan يُفْعِلُ ya’ yang nomor dua diganti wau karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan, maka menjadi يُوْسِرُ.مُوْسِرٌمُوْسِرٌ asalnya مُيْسِرٌ mengikuti wazan مُفْعِلٌ  ya’ diganti wau karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan, maka menjadi مُوْسِرٌ.KAIDAH KE 15إِنَّ اسْمَ الْمَفْعُوْلِ إذَا كَانََََ مِنْ مُعْتَلِّ الْعَيْنِ وَجَبَ حَذْفُ وَاوٍ الْمَفْعُوْلِ مِنْهُ عِنْدَ سِيْبَوَيْهِ  نَحْوُ مَصُوْنٌ أَصْلُهُ مَصْوُوْنٌ وَ مَسِيْرٌ أَصْلُهُ مَسْيُوْرٌSesungguhnya Isim Maf’ul bilamana ia terbuat dari Fi’il Mu’tal ‘Ain (Bina’ Ajwaf) maka wajib membuang wau maf’ulnya menurut Imam Syibawaihi (menurut Imam lain yg dibuang adalah Ain Fi’ilnya). contoh: مَصُوْنٌ asalnya مَصْوُوْنٌ dan مَسِيْرٌ asalnya مَسْيُوْرٌPraktek I’lal:مَصُوْنٌمَصُوْنٌ  asalnya مَصْوُوْنٌ  mengikuti wazan مَفْعُوْلٌ harkah wau dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelum ada huruf shahih mati untuk menolak berat maka menjadi مَصُوْوْنٌ (lihat i’lal ke 2), kemudian bertemu dua huruf mati (dua wau) untuk menolak beratnya mengucapkan maka wau maf’ulnya dibuang (menurut Imam Sibawaehi) maka menjadi مَصُوْنٌ  .مَسِيْرٌمَسِيْرٌ  asalnya مَسْيُوْرٌ mengikuti wazan مَفْعُوْلٌ harkah Ya’ dipindah pada huruf sebelumnya karenaia berharkah dan sebelum ada huruf shahih mati untuk menolak berat maka menjadi مَسُيْوْرٌ (lihat i’lal ke 2), kemudian bertemu dua huruf mati (ya’ dan wau) untuk menolak beratnya mengucapkan maka wau maf’ulnya dibuang (menurut Imam Sibawaehi)maka menjadi مَسِيْرٌ  .KAIDAH KE 16إِذَا كَانَ الْفَاءُ اِفْتَعَلَ صَادًا أَوْ ضَادًا أَوْ طَاءً أَوْ ظَاءً قُلِبَتْ تَاؤُهُ طَاءً لِتَعَسُّرِ النَّطْقِ بِهَا بَعْدَ هَذِهِ الْحُرُوْفِ وَإِنَّمَا تُقْلَبُ التَّاءُ بِالطَّاءِ لِقُرْبِهِمَا مَخْرَجًا نَحْوُ اِصْطَلَحَ أَصْلُهُ اِصْتَلَحَ وَ اِضْطَرَبَ أَصْلُهُ اِضْتَرَبَ.Bilamana Fa’ Fi’il kalimah wazan اِفْتَعَلَ berupa huruf Shad, atau Dhad, atau Tha’, atau Zha’ (huruf Ithbaq), maka huruf Ta’ yg jatuh sesudah huruf Ithbaq tersebut harus diganti Tha’, demi mudahnya mengucapkannya. Digantinya Ta’ dengan Tha’ karena dekatnya makhraj keduanya. contoh: اِصْطَلَحَ asalnya اِصْتَلَحَ dan اِضْطَرَبَ asalnya اِضْتَرَبَPraktek I’lal:اِصْطَلَحَاِصْطَلَحَ asalnya اِصْتَلَحَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِصْطَلَحَ.اِضْطَرَبَاِضْطَرَبَ asalnya اِضْتَرَبَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِضْطَرَبَ.اِطَّرَدَاِطَّرَدَ asalnya اِطْتَرَدَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِطْطَرَدَ kemudian Tha’ pertama di-idghamkan karena dua huruf sejenis, maka menjadi اِطَّرَدَ.اِظَّهَرَاِظَّهَرَ  asalnya اِظتَهَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِظطَهَرَ kemudian Tha’ diganti Zha’ karena sama-sama huruf isti’la’, maka menjadi اِظْظَهَرَ kemudian Zha’ pertama di-idghamkan karena dua huruf sejenis, maka menjadi اِظَّهَرَ.KAIDAH KE 17إِذَا كَانَ فَاءُ اِفْتَعَلَ دَالاً أوْ ذَالاً أوْ زَايًا قُلِبَتْ تَاؤُهُ دَالاً لِعُسْرِالنُّطْقِ بِهَا بَعْدَ هَذِهِ الْحُرُوْفِ وَإنَّمَا تُقْلَبُ التَّاءُ بِالدَّالِ لِقُرْبِهِمَا مَخْرَجًا نَحْوُ اِدَّرَأَ أَصْلُهُ اِدْتَرَأَ وَ اِذَّكَرَ أَصْلُهُاِذْتَكَرَ وَ اِزْدَجَرَ أَصْلُهُ اِزْتَجَرَ.Bilamana Fa’ Fi’il wazan berupa huruf Dal, atau Dzal, atau Zay, maka huruf Ta’ (Ta’ zaidah wazan اِفْتَعَلَ ) yang jatuh sesudah huruf-huruf tersebut harus diganti Dal, demi mudahnya mengucapkannya. Digantinya Ta’ dengan Dal’ karena dekatnya makhraj keduanya. contoh: اِدَّرَأَ asalnya اِدْتَرَأَ dan اِذَّكَرَ asalnya اِذْتَكَرَdan اِزْدَجَرَasalnya اِزْتَجَرَ.Praktek I’lal:اِدَّرَأَاِدَّرَأَ asalnya اِدْتَرَأَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Dal dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِدْدَرَأَ. kemudian dal yang pertama di-idghamkan pada dalyang kedua karena satu jenis, maka menjadi اِدَّرَأَ.اِذَّكَرَاِذَّكَرَ asalnya اِذْتَكَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Dal dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِذْدَكَرَ.kemudian Huruf Dal diganti Dzal kerena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِذْذَكَرَ kemudian dzal yang pertama di-idghamkan pada dzal yang kedua karena satu jenis, maka menjadi اِذَّكَرَ. (juga boleh dibaca Dal dengan di-i’lal sbb: kemudian Huruf Dzal diganti Dal kerena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadiاِدْدَكَرَ kemudian dal yang pertama di-idghamkan pada dal yang kedua karena satu jenis, maka menjadiاِدَّكَرَ.)اِزْدَجَرَاِزْدَجَرَ asalnya اِزْتَجَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Zay dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِزْدَجَرَ.KAIDAH KE 18إِذَا كَانَ فَاءُ اِفْتَعَلَ وَاوًا أوْ يَاءً أوْ ثَاءً قُلِبَتْ فَاؤُهُ تَاءً لِعُسْرِالنُّطْقِ بِحَرْفِ اللَّيْنِ السَّاكِنِِ لِمَا بَيْنَهُمَا مِنْ مُقَارَبَةِ الْمَخْرَجِ وَمُنَافَاةِ الْوَصْفِ ِلأَنَّ حَرْفَ اللَّيْنِ مَجْهُوْرَةٌ وَالتَّاءُ مَهْمُوْسَةٌ  نَحْوُ اِتَّصَلَ أَصْلُهُ اِوْتَصَلَ وَ اِتَّسَرَ أَصْلُهُ اِوْتَسَرَ وَ اِتَّغَرَ أَصْلُهُ اِثْتَغَرَ. (مُهِمَةٌ) وَإنْ كَانَتْ ثَاءً يَجُوْزُ قُلْبُ تَاءِ اِفْتَعَلَ ثَاءً ِلاتِّحَادِهِمَا فِي الْمَهْمُوْسِيَّةِ نَحْوُ اِثَّغَرَ أَصْلُهُ اِثْتَغَرَ.Bilamana Fa’ Fi’il wazanاِفْتَعَلَ berupa huruf wau, atau Ya’, atau Tsa’, maka huruf Fa’ Fi’ilnya tersebut harus diganti Ta’ karena sukarnya mengucapkah huruf “Layn” (لَيْن) sukun dengan huruf yang diantara keduanya termasuk berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf “layin” (و – ي) bersifat Jahr sedangkan huruf Ta’ bersifat Hams. Contoh: اِتَّصَلَ asalnya اِوْتَصَلَ dan اِتَّسَرَ asalnya اِوْتَسَرَ dan اِتَّغَرَ asalnya اِثْتَغَرَ. (penting) dan apabila Fa’ Fi’il-nya tsb berupa huruf Tsa’, boleh mengganti Ta’nya wazanاِفْتَعَلَdengan Tsa’, karena keduanya sama-sama bersifatHams. contoh: اِثَّغَرَasalnya اِثْتَغَرَ.Praktek I’lal:اِتَّصَلَاِتَّصَلَ asalnya اِوْتَصَلَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Wau diganti Ta’ untuk mudahnya mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf Layn bersifat Jahr dan huruf Ta’ bersifat Hams, maka menjadi اِتْتَصَلَ kemudian Ta’ pertama di-idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّصَلَ.اِتَّسَرَاِتَّسَرَ asalnya اِوْتَسَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Wau diganti Ta’ untuk mudahnya mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf Layn bersifat Jahr dan huruf Ta’ bersifat Hams, maka menjadi اِتْتَسَرَ kemudian Ta’ pertama di-idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّسَرَ.اِتَّغَرَاِتَّغَرَ asalnya اِثْتَغَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ huruf Tsa’ diganti Ta’ karena sama-sama bersifat Hams, maka menjadi اِتْتَغَرَ kemudian Ta’ pertama di-idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّغَرَDan boleh juga dibaca Tsa’ اِثَّّّّّغَرَ dengan Praktek I’lal sbb:اِثَّّّّّغَرَ asalnya اِثْتَغَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ huruf Ta’ diganti Tsa’ karena sama-sama bersifat Hams, maka menjadi اِثْثَغَرَ kemudian Tsa’ pertama di-idghamkan pada Tsa’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّغَرَPenting untuk diketahui:اِتَّخَذَاِتَّخَذَ asalnya اِئْتَخَذَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ huruf Hamzah yang kedua diganti Ya’ karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf berharkah kasrah, makamenjadi اِيْتَخَذَ kemudian huruf Ya’ diganti Ta’ (tanpa mengikuti kias*) maka menjadi اِتَّخَذَ.* Pergantian Ya’ dengan Ta’ tidak mengikuti Qias yakni termasuk dari perihal Syadz.KAIDAH KE 19إذَا كَانَ فَاءُ تَفَعَّلَ وَتَفَاعَلَ تَاءً أَوْ ثَاءً أوْ دَالاً أوْ ذَالاَ أَوْ زَايًا أوْ سِيْنًا أَوْ شِيْنًا أَوْ صَادًا أَوْ ضَادًا أَوْ طَاءً أَوْ ظَاءً يَجُوْزُقَلْبُ تَائِهِمَا بِمَا يُقَارِبُهُ فِِي الْمَخْرَجِ ثُمَّ أُدْغِمَتِ اْلاُوْلَى فِي الثَّانِيَّةِ بَعْدَ جَعْلِ أَوَّلِ الْمُتَقَارِبَيْنِ مِثْلَ الثَّانِيْ لِلْمُجَانَسَةِ مَعَ اجْتِلاَبِ هَمْزَةِ الْوَصْلِ لِيُمْكِنَ اْلاِبْتِدَاءُ بِالسَّاكِنِ نَحْوُ اِتَّرَسِ أّصْلُهُ تَتَرَّسَ وَاِثَّاقَلَ أّصْلُهُ تَثَاقَلَ وَاِدَّثَّرَ أّصْلُهُ تَدَثَّرَ واِذَّكَّرَ أّصْلُهُ تَذَكَّرَ وَاِزَّجَّرَ أّصْلُهُ تَزَجَّرَ وَاِسَّمَّعَ أّصْلُهُ تَسَمَّعَ وَاِشَّقَّقَ أصله تَشَقَّقَ وَ اِصَّدَّقَ أّصْلُهُ تَصَدَّقَ وَاِضَّرَّعَ أّصْلُهُ تَضَرَّعَ وَاِظَّهَّرَ أّصْلُهُ تَظَهَّرَ وَاِطَّاهَرَ أّصْلُهُ تَطَاهَرَ.Bilamana Fa’ Fi’il wazanتَفَعَّلَ danتَفَاعَلَberupa hurufت، ث، د، ذ، ز، س, ش, ص، ض, ط, ظ،maka boleh Ta’dari kedua wazan tersebut diganti dengan huruf yang mendekati dalam Makhrajnya, kemudian huruf yang pertama di-idghamkan pada huruf yang kedua, demikian ini setelah huruf yang pertama dari kedua huruf yang berdekatan makhrajnya tersebut, dijadikan serupa dengan huruf yang kedua. berikut memasang Hamzah Washal agar memungkinkan permulaan dengan huruf mati. contoh: اِتَّرَسِ asalnya  تَتَرَّسَdanاِثَّاقَلَasalnyaتَثَاقَلَdanاِدَّثَّرَ asalnyaتَدَثَّرَ danذَّكَّرَ  asalnyaتَذَكَّرَdanاِزَّجَّرَ asalnyaتَزَجَّرَ danاِسَّمَّعَ asalnyaتَسَمَّعَ danاِشَّقَّقَ  asalnyaتَشَقَّقَ danاِصَّدَّقَ asalnyaتَصَدَّقَ danاِضَّرَّعَ asalnyaتَضَرَّعَ  danاِظَّهَّرَ asalnyaتَظَهَّرَ danاِطَّاهَرَ asalnyaتَطَاهَرَ .Praktek I’lal :اِتَّرَسَاِتَّرَسَ  asalnya تَتَرَّسَ mengikuti wazan تَفَعَّلَ hurufTa’ yang pertama disukunkan sebagai sebab syaratidgham maka menjadi تْتَرَّسَ maka Ta’ yang pertama di-idghamkan pada Ta’ yang kedua karenadua huruf sejenis, berikut mendatangkan Hamzah di permulaannya agar memungkinkan permulaan dengan huruf mati. Maka menjadi اِتَّرَسَاِثَّاقَلَاِثَّاقَلَ asalnya تَثَاقَلَ mengikuti wazan تَفَاعَلَ huruf Ta’ diganti Tsa’ karena berdekatan Makhrojnyamaka menjadi ثَثَاقَلَ kemudian huruf Tsa’ yang pertama disukunkan sebagai sebab syarat idgham maka menjadi ثَثَاقَلَ maka Tsa’ yang pertama di-idghamkan pada Tsa’ yang kedua karena dua huruf sejenis, berikut mendatangkan Hamzah di permulaannya agar memungkinkan permulaan dengan huruf mati. Maka menjadi اِثَّاقَلَPerhatian :I’lal dalam Kaidah ke 19 ini cuma bersifat Jaiz atauboleh, bukan suatu ketentuan musti. Sebagai pengalaman bagi kita, karena ini jarang ditemukan.dan yang banyak digunakan adalah berupa bentuk asalnya.ALHAMDULIILAH TAMAT.

Qawaidul I'lal

TERJEMAH QAWA'IDUL I'LAL ILMU SHOROF

 ( 19 Kaidah )



KAIDAH KE 1

إذَا تَحَرَّكَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ بَعْدَ فَتْحَةٍ مُتَّصِلَةٍ فِيْ كَلِمَتَيْهِمَا أُبْدِلَتَا آلِفًا مِثْلُ صَانَ أَصْلُهُ صَوَنَ وَبَاعَ أَصْلُهُ بَيَعَ. Apabilah ada Wawu atau Yya’ berharkah, jatuh sesudah harkah Fathah dalam satu kalimah, maka Wawu atau Ya’ tsb harus diganti dengan Alif .


 contoh :
صَانَ asalnya صَوَنَ, dan بَاعَ asalnya بَيَعَ.
Praktek I’lal :صَانَ asalnya صَوَنَ ikut pada wazan فَعَلَ. Wawu diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi صَانَ.

بَاعَ asalnya بَيَعَ ikut pada wazan فَعَلَ. Ya’ diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi بَاعَ.

غَزَا asalnya غَزَوَ ikut pada wazan فَعَلَ. Wawu diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi غزا.

رَمَىْ asalnya رَمَيَ ikut pada wazan فَعَلَ. Ya’ diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi رَمَيَ.

(*Alif pada lafazh رَمَىْ dinamakan Alif Layyinah).

Perhatian:Kaidah ini berlaku pada Wau atau Ya’ dengan Harkah asli. Apabila harkah keduanya bukan asli atau baru, maka tidak boleh dirubah.

Contoh : دَعَوُاالْقَوْمَ
Apabila setelah wawu atau ya’ itu ada huruf mati/sukun, maka diklarifikasikan sbb:*.Jika Wawu atau Ya’ tsb bukan pada posisi Lam Fi’il, maka tidak boleh di-I’lal, karena dihukumi seperti Huruf Shahih.

Contoh: بَيَانٌ, طَوِيْلٌ, خَوَرْنَقٌ.*.Jika Wawu dan Ya’ tsb berada pada posisi Lam Fi’il, maka tetap berlaku Kaidah I’lal ini. Contoh يَخْشَوْنَ asalnya يَخْشَيُوْنَ .

Namun disyaratkan huruf yg mati/sukun setelah Wawu dan Ya’ tsb bukan huruf Alif dan huruf Ya’ tasydid, maka yang demikian juga tidak boleh di-I’lal. Contoh: رَمَيَا, عَلَوِيٌّ, غَزَوَا.KAIDAH KE 2إِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ عَيْنًا مُتَحَرِّكَةً مِنْ أَجْوَفٍ وَكَانَ مَا قَبْلَهُمَا سَاكِنًا صَحِيْحًا نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمَا إلىَ مَا قَبْلَهَا, نَحْوُ يَقُوْمُ أَصْلُهُ يَقْوُمُ, يَبِيْعُ أَصْلُهُ يَبْيِعُ.Apabila wau atau ya’ berharokat berada pada ‘ain fi’il Bina’ Ajwaf dan huruf sebelumnya terdiri dari huruf Shahih yang mati/sukun, maka harakat wawuatau ya’ tsb harus dipindah pada huruf sebelumnya.Contoh:يَقُوْمُasalnyaيَقْوُمُdanيَبِيْعُasalnyaيَبْيِعُ.Praktek I’lal:يَقُوْمُيَقُوْمُ asalnya يَقْوُمُ ikut pada wazan يَفْعُلُ . harkah wawu dipindah pada huruf sebelumnya, karena wawu-nya berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih yg mati/sukun, untuk menolak beratnya mengucapkannya, maka menjadiيَقُوْمُيَبِيْعُيَبِيْعُ asalnya يَبْيِعُ ikut pada wazan يَفْعِلُ harkahYa’ dipindah pada huruf sebelumnya, karena Ya’-nya berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih yg mati/sukun, untuk menolak beratnya mengucapkannya, maka menjadi يَبِيْعُPerhatian:Perpindahan Syakal/Harakat/Tasykil/Tanda baca Wau atau Ya’ tersebut dalam Kaidah ini, tidak berlaku apabila setelah Wawu atau Ya’ terdapat Huruf yang di-tasydid-kan. Contoh: يَسْوَدُّKAIDAH KE 3إِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ بَعْدَ آلِفٍ زَائِدَةٍ أُبْدِلَتَا هَمْزَةً بِشَرْطِ أَنْ تَكُوْنَا عَيْنًا فِيْ اسْمِ الْفَاعِلِ وَطَرَفًا فِيْ مَصْدَرٍ, نَحْوُ صَائِنٌ أَصْلُهُ صَاوِنٌ, سَائِرٌ أَصْلُهُ سَايِرٌ, لِقَاءٌأَصْلُهُ لِقَايٌ.Apabila ada wawu atau ya’ jatuh sesudah alif zaidah, maka harus diganti hamzah, dengan syarat wau atau ya’ tersebut berada pada ‘Ain Fi’il kalimahbentuk Isim Fail, atau berada pada akhir kalimah bentuk masdar. Contoh:صَائِنٌasalnya صَاوِنٌ danسَائِرٌasalnya سَايِرٌ danلِقَاءٌasalnyaلِقَايٌPraktek I’lal:صَائِنٌصَائِنٌ asalnya صَاوِنٌ ikut pada wazan فَاعِلٌ . wawu diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada ‘Ain Fi’il Isim Fa’il, maka menjadi صَائِنٌسَائِرٌسَائِرٌ asalnya سَايِرٌ ikut pada wazan فَاعِلٌ . Ya’ diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada ‘Ain Fi’il Isim Fa’il, maka menjadi سَائِرٌعَطَاءٌعَطَاءٌ asalnya عَطَاوٌ ikut pada wazan فَعَالٌ wawu diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada akhir kalimah Isim Masdar, maka menjadi عَطَاءٌ .لِقَاءٌلِقَاءٌ asalnya لِقَايٌ ikut pada wazan فِعَالٌ Ya’ diganti Hamzah, karena jatuh sesudah Alif Zaidah dan berada pada akhir kalimah Isim Masdar, maka menjadi لِقَاءٌ . KAIDAH KE 4إِذَا اجْتَمَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ وَسَبَقَتْ اِحْدَاهُمَا بِالسُّكُوْنِ اُبْدِلَتِ الْوَاوُ يَاءً وَاُدْغِمَتِ الْيَاءُ اْلأُوْلَى فِي الثَّانِيَّةِ نَحْوُ مَيِّتٌ أَصْلُهُ مَيْوِتٌ وَمَرْمِيٌّ أَصْلُهُ مَرْمُوْيٌ.Apabila wau dan ya’ berkumpul dalam satu kalimahdan salah satunya didahului dengan sukun, maka wau diganti ya’. Kemudian ya’ yang pertama di-idgham-kan pada ya’ yang kedua. Contoh lafadzمَيِّتٌasalnya adalahمَيْوِتٌdanمَرْمِيٌّasalanya adalahمَرْمُوْيٌ Praktek I’lal:مَيِّتٌمَيِّتٌ asalnya مَيْوِتٌ mengikuti wazan فَيْعِلٌ . wau diganti ya’ karena berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya didahului dengan sukun, maka menjadi مَيْيِتٌ. Kemudian ya’ yang pertama di-idghamkan pada ya’ yang kedua karena satu jenis, maka menjadi مَيِّتٌمَرْمِيٌّمَرْمِيٌّ asalnya مَرْمُوْيٌ mengikuti wazan مَفْعُوْلٌ . wau diganti ya’ karena berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya didahului dengan sukun, maka menjadi مَرْمُيْيٌ. Kemudian ya’ yang pertama di-idghamkan pada ya’ yang kedua karena satu jenis, maka menjadi مَرْمِيٌّKAIDAH KE 5إِذَا تَطَرَّفَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ وَكَانَتَا مَضْمُوْمَةً اُسْكِنَتَا نَحْوُ يَغْزُوْا أَصْلُهُ يَغْزُوُ وَيَرْمِيْ أَصْلُهُ يَرْمِيُApabila Wau atau Ya’ menempati ujung akhir kalimah, dan ber-harakah dhammah, maka disukunkan. Contoh:يَغْزُوْاasalnyaيَغْزُوُdanيَرْمِيْasalnyaيَرْمِيُ Praktek I’lal:يَغْزُوْيَغْزُوْ asalnya يَغْزُوُ mengikuti wazan يَفْعُلُ . Wau di ujung akhir kalimah ber-harakah dhammah, maka disukunkan menjadi يَغْزُوْ.يَرْمِيْيَرْمِيْ asalnya يَرْمِيُ mengikuti wazan يَفْعُلُ . Ya’ di ujung akhir kalimah ber-harkah dhammah, maka disukunkan menjadi يَرْمِيْ.Perhatian:غَازٍغَازٍ asalnya غَازِوٌ mengikuti wazan فَاعِلٌ . Wau diganti Ya’, karena jatuh sesudah harakah kasrah, maka menjadi غَازِيٌ, kemudan Ya’ disukunkan karena beratnya harkah dhammah atas Ya’ maka menjadi غَازٍيْ, kemudian Ya’ dibuang untuk menolakbertemunya dua mati yaitu Ya’ dan Tanwin, maka menjadi غَازٍسَارٍسَارٍ asalnya سَارِيٌ mengikuti wazan فَاعِلٌ . Ya’ disukunkan karena beratnya harakah dhammah atas Ya’ maka menjadi سَارٍيْ, kemudian Ya’ dibuanguntuk menolak bertemunya dua mati yaitu Ya’ dan Tanwin, maka menjadi سَارٍاَوَاقٍاَوَاقٍ asalnya وَوَاقِيُ mengikuti wazan فَوَاعِلُ wau pada fa’ fi’il diganti Hamzah, karena kedua wau berkumpul dalam satu kalimah, maka menjadi اَوَاقِيْ. Kemudian Ya’ dibuang untuk meringankannya, maka menjadi اَوَاقِ. Dan didatangkanlah tanwin sebagai pengganti dari Ya’ yang dibuang, maka menjadi اَوَاقٍ.KAIDEAH KE 6اِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ رَابِعَةً فَصَاعِدًا فِي الطَّرْفِ وَلَمْ يَكُنْ مَا قَبْلَهَا مَضْمُوْمًا أُبْدِلَتِ الْوَاوُ يَاءً نَحْوُ يُزَكِّيْ أَصْلُهُ يُزَكِّوُ وَيُعَاطِيْ أَصْلُهُ يُعَاطِوُApabila wau menempati ujung akhir kalimah empat huruf atau lebih, dan sebelum wau tidak adahuruf yang didhammahkan, maka wau tsb diganti ya’. Contoh:يُزَكِّيْasalnyaيُزَكِّوُdanيُعَاطِيْasalnyaيُعَاطِوُ.Praktek I’lal:يُزَكِّيْيُزَكِّيْ asalnya يُزَكِّوُ mengikuti wazan يُفَعِّلُ wau diganti ya’, karena berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka menjadi يُزَكِّيْيُعَاطِيْيُعَاطِيْ asalnya يُعَاطِوُ mengikuti wazan يُفَاعِلُ wau diganti ya’, karena berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka menjadi يُعَاطِيْPerhatian:مَعْطًىمَعْطًى asalnya مُعْطَوًا ikut wazan مًفْعَلاً . wau diganti ya’, karena berada pada akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka menjadi مُعْطَيًاkemudian ya’ diganti alif karena berharkah jatuh sesudah harkah fathah, maka menjadiمُعْطًىاْ kemudian alif dibuang untuk menolak bertemunya dua mati yaitu Alif dan Tanwin, maka menjadi مَعْطًىKAIDAH KE 7اِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ بَيْنَ الْفَتْحَةِ وَالْكَسْرَةِ الْمُحَقَّقَةِ وَقَبْلَهَا حَرْفُ الْمُضَارَعَةِ تُحْذَفْ نَحْوُ يَعِدُ أَصْلُهُ يَوْعِدُ و يَئِدُ أَصْلُهُ يَوْئِدُ Apabila wau ada diantara harkah fathah dan kasrah nyata, dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka wau tersebut dibuang. Contoh:يَعِدُasalnyaيَوْعِدُdanيَئِدُasalnyaيَوْئِدُPraktek I’lal:يَعِدُ يَعِدُ asalnya يَوْعِدُ mengikuti wazan يَفَعِلُ . wau dibuang karena ada diantara fathah dan kasrah nyata dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka menjadi يَعِدُيَضَعُ يَضَعُ asalnya يَوْضِعُ mengikuti wazan يَفَعِلُ . wau dibuang karena ada diantara fathah dan kasrah nyata dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka menjadi يَضِعُ. Kemudian Dhad-nya difathahkan untuk meringankan huruf ithbaq juga huruf Halaq yaitu ‘Ain, maka menjadi يَضَعُPerhatian:*.Huruf Mudhara’ah : أ – ن – ي – ت*.Huruf Halaq : أ – ح – خ – ع – غ – هـ*.Huruf Ithbaq : ص – ض – ط – ظKAIDAH KE 8إذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ بَعْدَ كَسْرَة فِيْ اسْمٍ أوْ فِعْلٍ أُبْدِلَتْ يَاءً نَحْوُ يُزَكِّيْ أَصْلُهُ يُزَكِّوُ وَ غَازٍ أَصْلُهُ غَازِوٌBilmana ada Wau jatuh setelah harkah Kasrah dalam Kalimah Isim atau Kalimah Fi’il, maka Wau tersebut harus diganti Ya’. Contoh:يُزَكِّيْasalnyaيُزَكِّوُdanغَازٍasalnyaغَازِوٌPraktek I’lal:يُزَكِّيْيُزَكِّيْ asalnya يُزَكِّوُ ikut wazan يُفَعِّلُ , wau diganti Ya’ karena jatuh sesudah harkah kasrah, maka menjadi يُزَكِّيْغَازِغَازِ asalnya غَازِوٌ (praktek I’lalnya telah disebut pada Kaidah I’lal ke 5)KAIDAH KE 9إذَا لَقِيَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ السَّاكِنَتَانِ بحَرْفٍ سَاكِنٍ آخَرَ حُذِفَتَا بَعْدَ اَنْ نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمَا اِلَى مَا قَبْلَهُمَا نَحْوُ صُنْ أَصْلُهُ أُصْوُنْ وَ سِرْ أَصْلُهُ اِسْيِرْ.Bilamana ada Wau atau Ya’ sukun, bertemu dengan husuf sukun lainnya, maka Wau tau Ya’ tersebut dibuang, ini setelah memindahkan harakah keduanya (Wau atau Ya’) kepada huruf sebelumnya (lihat kaidah I’lal ke 2). Contoh:صُنْasalnyaأُصْوُنْdanسِرْasalnyaاِسْيِرْPraktek I’lal:صُنْصُنْ asalnya أُصْوُنْ mengikuti wazan اُفْعُلْ, harkah Wau dipindah ke huruf sebelumnya, karena Wau berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih mati/sukun (lihat Kaidah I’lal ke 2) untuk menolak beratnya mengucapkan, maka menjadi اُصُوْنْ, makaWau dibuang untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, maka menjadi اُصُنْ, kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena tidak dibutuhkan lagi, maka menjadi صُنْسِرْسِرْ asalnya اِسْيِرْ mengikuti wazan اِفْعِلْ, harkah Ya’ dipindah ke huruf sebelumnya, karena Ya’ berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih mati/sukun (lihat Kaidah I’lal ke 2) untuk menolak beratnya mengucapkan, maka menjadi اِسِيْرْ, makaYa’ dibuang untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, maka menjadi اِسِرْ, kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena tidak dibutuhkan lagi, maka menjadi سِرْKAIDAH KE 10ِاِذَا اجْتَمَعَ فِيْ كَلِمَةٍ حَرْفَانِ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ أَوْ مُتَقَارِبَانِ فِي الْمَخْرَجِ يُدْغِم اْلأَوَّلُ فِي الثَّانِيْ بَعْدَ جَعْلِ الْمُتَقَارِبَيْن مِثْلَ الثَّانِيْ لِثَقْلِ الْمُكَرَّرِ نَحْوُ مَدَّ أصْلُهُ مَدَدَ وَ مُدِّ أَصْلُهُ اُمْدُدْ وَ اتَّصَلَ أَصْلُهُ اِوْتَصَلَBilamana ada dua huruf sejenis atau hampir sama makhrajnya berkumpul dalam satu kalimah, maka huruf yang pertama harus di-idghamkan pada hurufyang kedua,–ini setelah menjadikan huruf yang hampir sama makhrajnya serupa dengan huruf yg kedua (lihat kaidah i’lal ke 18 insyaallah)–, karena beratnya pengulangan/memilah-milahnya. contohمَدَّasalnyaمَدَدَdanمُدِّasalnyaاُمْدُدْ, dan اتَّصَلَasalnyaاِوْتَصَلَ.Praktek I’lal:مَدَّمَدَّ asalnya مَدَدَ ikut pada wazan فَعَلَ, huruf dal yangpertama disukunkan untuk melaksanakan syarat Idgham, maka menjadi مَدْدَ, kemudian huruf Dal yang pertama di-idgamkan pada huruf Dal yang kedua, maka menjadi مَدَّمُدِّ/مُدَّ/مُدُّمُدِّ/مُدَّ/مُدُّ asalnya اُمْدُدْ mengikuti wazan اُفْعُلْ, harkahDal yang pertama dipindah pada huruf sebelumnya untuk melaksanakan syarat Idgham, maka menjadiاُمُدْدْ, bertemu dua huruf mati/sukun yaitu kedua Dal, maka Dal yang kedua diberi harkah untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, baik diberi harkah kasrah karena kaidah; “apabilah ada huruf mati mau diberi harkah, berilah harkah kasrah”. atau diberi harkah fathah karena ia paling ringannya harkah. atau diberi harkah dhammah, karena mengikuti harkah ‘Ain fi’il pada fi’il mudhari’nya, maka menjadi اُمُدْدِ/اُمُدْدَ/اُمُدْدُ, kemudianDal yang pertama di-idgham-kan pada Dal yg keduamaka menjadi اُمُدِّ/اُمُدَّ/اُمُدُّ, kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena sudah tidak dibutuhkanlagi, maka menjadi مُدِّ/مُدَّ/مُدُّ.اتَّصَلَPraktek I’lal untuk lafazh اتَّصَلَ ada pada Kaidah I’lal ke 18, InsyaAllah. tunggu update.KAIDAH KE 11الْهَمْزَتَانِ اِذَا الْتَقَتَا فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ ثَانِيَتُهُمَا سَاكِنَةٌ وَجَبَ اِبْدَالُ الثّانِيَةِ بِحَرْفٍ نَاسَبَ اِلَى حَرْكَةِ اْلأُوْلَىْ نَحْوُ آمَنَ اَصْلُهُ أَأْمَنَ وَ أُوْمُلْ اَصْلُهُ أُؤْمُلْ وَ اِيْدِمْ اَصْلُهُ إِئْدِمْ.Bilamana terdapat dua huruf Hamzah berkumpul sejajar dalam satu kalimah, yang nomor dua sukun,maka huruf hamzah ini harus diganti dengan huruf yang sesuai dengan harakah Hamzah yang pertama. contohآمنasalnyaأأمنdanأوملasalnyaأؤمل.Praktek I’lal:آمَنََآمَن asalnya أَأْمَنَ mengikuti wazan أَفْعَلَ; berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti alif, karena ia sukun dan sebelumnya ber-harkah fathah. maka menjadi آمَنَأُوْمُلْْأُوْمُل asalnya أُؤْمُل mengikuti wazan أُفْعُلْ; berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti wau, karena ia sukun dan sebelumnya ber-harkah dhammah. maka menjadi أُوْمُلاِيْدِمْْاِيْدِم asalnya إئْدِم mengikuti wazan اِفْعِلْ berkumpuldua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti Ya’, karena ia sukun dan sebelumnya ber-harkah kasrah. maka menjadi اِيْدِم.خُذْخُذْ asalnya أُأْخُذ mengikuti wazan أُفْعُلْ; berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti wau, karena ia sukun dan sebelumnya ber-harkah dhammah. maka menjadi أُوْخُذ kemudian wau-nya dibuang untuk meringankan ucapan, maka menjadai أُخُذ selanjutnya hamzah-nya dibuang karena sudah tidak dibutuhkan lagi, maka menjadi خُذْPerhatian :Wau pada lafazh أُوْخُذ dibuang untuk meringankan ucapan, sedangkan pada lafazh أُوْمُل cukup tanpa membuang wau, karena menjaga dari keserupaan dengan fi’il amar-nya lafazh مَالَ – يَمُوْلُ – مُلْ .KAIDAH KE 12إِنَّ الْوَاوَ وَالْيَاءَ السَّاكِنَتَيْنِ لاَ تُبْدَلاَنِ آلِفًا إِلاَّ إِذَا كَانَ سُكُوْنُهُمَا غَيْرَ أَصْلِيٍّ بِأَنْ نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمُا اِلَى مَا قَبْلَهُمَانَحْوُ أَجَابَ أَصْلُهُ أَجْوَبَ وَ أَبَانَ أَصْلُهُ أَبْيَنَ.Wau atau ya’ yang sukun, keduanya tidak boleh diganti Alif, kecuali jika sukunnya tidak asli –dengan sebab pergantian harkat keduanya pada huruf sebelumnya– (lihat kaidah ilal ke 2). Contoh:أَجَابَasalnyaأَجْوَبَdanأَبَانَasalnyaأَبْيَنَ.Praktek I’lal:أَجَابَأَجَابَ asalnya أَجْوَبَ mengikuti wazan أَفْعَلَ harkah wau dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih sukun,karena beratnya mengucapkan, maka menjadi أَجَوْبَ (lihat kaidah I’lal ke 2). Kemudian wau diganti alif, karena asalnya wau berharkah dan sekarang iajatuh sesudah harkah fathah (lihat kaidah I’lal ke 1). Maka menjadi أَجَابَ.أَبَانَأَبَانَ asalnya أَبْيَنَ mengikuti wazan أَفْعَلَ harkah Ya’ dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih sukun,karena beratnya mengucapkan, maka menjadi أَبَيَْنَ (lihat kaidah I’lal ke 2). Kemudian Ya’ diganti Alif, karena asalnya Ya’ berharkah dan sekarang ia jatuh sesudah harkah fathah (lihat kaidah I’lal ke 1). Maka menjadi أَبَانَ.KAIDAH KE 13إِذَا وَقَعَتِ الْوَاوُ طَرْفًا بَعْدَ ضَمٍّ فِيْ اسْمٍ مُتَمَكِّنٍ فِي اْلأَصْلِ أُبْدِلَتْ يَاءً فَقُلِبَتِ الضَّمَّةُ كَسْرَةً بَعْدَ تَبْدِيْلِ الْوَاوِ يَاءً نَحْوُ تَعَاطِيًا أَصْلُهُ تَعَاطُوًا وَ تَعَدِّيًا أَصْلُهُ تَعَدُّوًا.Bilamana ada wau berada di akhir kalimah jatuh sesudah harkah dhammah didalam asal kalimah Isim yang Mutamakkin (bisa menerima tanwin), maka wau tsb diganti ya’, kemudian setelah itu harkah dhammah diganti kasrah. Contoh:تَعَاطِيًاasalnyaتَعَاطُوًاdanتَعَدِّيًاasalnyaتَعَدُّوًا.Praktek I’lal:تَعَاطِيًاتَعَاطِيًا asalnya تَعَاطُوًا mengikuti wazan تَفَاعُلاً wau diganti ya’ karena berada di akhir kalimah IsimMutamakkin dan sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi تَعَاطُيًًا kemudian huruf Tha’nya dikasrahkan untuk memantaskan Ya’. Maka menjadi تَعَاطِيًا.تَعَدِّيًاتَعَدِّيًا asalnya تَعَدُّوًا mengikuti wazan تَفَاعُلاً wau diganti ya’ karena berada di akhir kalimah Isim Mutamakkin dan sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi تَعَدُّيًًا kemudian huruf Dal’nya dikasrahkan untuk memantaskan Ya’. Makamenjadi تَعَدِّيًا.KAIDAH KE 14إِذَا كَانَتِ الْيَاءُ سَاكِنَةً وَكَانَ مَا قَبْلَهَا مَضْمُوْمًا أُبْدِلَتْ وَاوًا نَحْوُ يُوْسِرُ أَصْلُهُ يُيْسِرُ وَ مُوْسِرٌ أَصْلُهُ مُيْسِرٌBilamana terdapat Ya’ sukun dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan maka ya’ tersebut harusdiganti wau. contoh:يُوْسِرُasalnyaيُيْسِرُdanمُوْسِرٌasalnyaمُيْسِرٌPraktek I’lal:يُوْسِرُيُوْسِرُ asalnya يُيْسِرُ mengikuti wazan يُفْعِلُ ya’ yang nomor dua diganti wau karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan, maka menjadi يُوْسِرُ.مُوْسِرٌمُوْسِرٌ asalnya مُيْسِرٌ mengikuti wazan مُفْعِلٌ  ya’ diganti wau karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan, maka menjadi مُوْسِرٌ.KAIDAH KE 15إِنَّ اسْمَ الْمَفْعُوْلِ إذَا كَانََََ مِنْ مُعْتَلِّ الْعَيْنِ وَجَبَ حَذْفُ وَاوٍ الْمَفْعُوْلِ مِنْهُ عِنْدَ سِيْبَوَيْهِ  نَحْوُ مَصُوْنٌ أَصْلُهُ مَصْوُوْنٌ وَ مَسِيْرٌ أَصْلُهُ مَسْيُوْرٌSesungguhnya Isim Maf’ul bilamana ia terbuat dari Fi’il Mu’tal ‘Ain (Bina’ Ajwaf) maka wajib membuang wau maf’ulnya menurut Imam Syibawaihi (menurut Imam lain yg dibuang adalah Ain Fi’ilnya). contoh: مَصُوْنٌ asalnya مَصْوُوْنٌ dan مَسِيْرٌ asalnya مَسْيُوْرٌPraktek I’lal:مَصُوْنٌمَصُوْنٌ  asalnya مَصْوُوْنٌ  mengikuti wazan مَفْعُوْلٌ harkah wau dipindah pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelum ada huruf shahih mati untuk menolak berat maka menjadi مَصُوْوْنٌ (lihat i’lal ke 2), kemudian bertemu dua huruf mati (dua wau) untuk menolak beratnya mengucapkan maka wau maf’ulnya dibuang (menurut Imam Sibawaehi) maka menjadi مَصُوْنٌ  .مَسِيْرٌمَسِيْرٌ  asalnya مَسْيُوْرٌ mengikuti wazan مَفْعُوْلٌ harkah Ya’ dipindah pada huruf sebelumnya karenaia berharkah dan sebelum ada huruf shahih mati untuk menolak berat maka menjadi مَسُيْوْرٌ (lihat i’lal ke 2), kemudian bertemu dua huruf mati (ya’ dan wau) untuk menolak beratnya mengucapkan maka wau maf’ulnya dibuang (menurut Imam Sibawaehi)maka menjadi مَسِيْرٌ  .KAIDAH KE 16إِذَا كَانَ الْفَاءُ اِفْتَعَلَ صَادًا أَوْ ضَادًا أَوْ طَاءً أَوْ ظَاءً قُلِبَتْ تَاؤُهُ طَاءً لِتَعَسُّرِ النَّطْقِ بِهَا بَعْدَ هَذِهِ الْحُرُوْفِ وَإِنَّمَا تُقْلَبُ التَّاءُ بِالطَّاءِ لِقُرْبِهِمَا مَخْرَجًا نَحْوُ اِصْطَلَحَ أَصْلُهُ اِصْتَلَحَ وَ اِضْطَرَبَ أَصْلُهُ اِضْتَرَبَ.Bilamana Fa’ Fi’il kalimah wazan اِفْتَعَلَ berupa huruf Shad, atau Dhad, atau Tha’, atau Zha’ (huruf Ithbaq), maka huruf Ta’ yg jatuh sesudah huruf Ithbaq tersebut harus diganti Tha’, demi mudahnya mengucapkannya. Digantinya Ta’ dengan Tha’ karena dekatnya makhraj keduanya. contoh: اِصْطَلَحَ asalnya اِصْتَلَحَ dan اِضْطَرَبَ asalnya اِضْتَرَبَPraktek I’lal:اِصْطَلَحَاِصْطَلَحَ asalnya اِصْتَلَحَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِصْطَلَحَ.اِضْطَرَبَاِضْطَرَبَ asalnya اِضْتَرَبَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِضْطَرَبَ.اِطَّرَدَاِطَّرَدَ asalnya اِطْتَرَدَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِطْطَرَدَ kemudian Tha’ pertama di-idghamkan karena dua huruf sejenis, maka menjadi اِطَّرَدَ.اِظَّهَرَاِظَّهَرَ  asalnya اِظتَهَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِظطَهَرَ kemudian Tha’ diganti Zha’ karena sama-sama huruf isti’la’, maka menjadi اِظْظَهَرَ kemudian Zha’ pertama di-idghamkan karena dua huruf sejenis, maka menjadi اِظَّهَرَ.KAIDAH KE 17إِذَا كَانَ فَاءُ اِفْتَعَلَ دَالاً أوْ ذَالاً أوْ زَايًا قُلِبَتْ تَاؤُهُ دَالاً لِعُسْرِالنُّطْقِ بِهَا بَعْدَ هَذِهِ الْحُرُوْفِ وَإنَّمَا تُقْلَبُ التَّاءُ بِالدَّالِ لِقُرْبِهِمَا مَخْرَجًا نَحْوُ اِدَّرَأَ أَصْلُهُ اِدْتَرَأَ وَ اِذَّكَرَ أَصْلُهُاِذْتَكَرَ وَ اِزْدَجَرَ أَصْلُهُ اِزْتَجَرَ.Bilamana Fa’ Fi’il wazan berupa huruf Dal, atau Dzal, atau Zay, maka huruf Ta’ (Ta’ zaidah wazan اِفْتَعَلَ ) yang jatuh sesudah huruf-huruf tersebut harus diganti Dal, demi mudahnya mengucapkannya. Digantinya Ta’ dengan Dal’ karena dekatnya makhraj keduanya. contoh: اِدَّرَأَ asalnya اِدْتَرَأَ dan اِذَّكَرَ asalnya اِذْتَكَرَdan اِزْدَجَرَasalnya اِزْتَجَرَ.Praktek I’lal:اِدَّرَأَاِدَّرَأَ asalnya اِدْتَرَأَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Dal dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِدْدَرَأَ. kemudian dal yang pertama di-idghamkan pada dalyang kedua karena satu jenis, maka menjadi اِدَّرَأَ.اِذَّكَرَاِذَّكَرَ asalnya اِذْتَكَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Dal dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِذْدَكَرَ.kemudian Huruf Dal diganti Dzal kerena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِذْذَكَرَ kemudian dzal yang pertama di-idghamkan pada dzal yang kedua karena satu jenis, maka menjadi اِذَّكَرَ. (juga boleh dibaca Dal dengan di-i’lal sbb: kemudian Huruf Dzal diganti Dal kerena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadiاِدْدَكَرَ kemudian dal yang pertama di-idghamkan pada dal yang kedua karena satu jenis, maka menjadiاِدَّكَرَ.)اِزْدَجَرَاِزْدَجَرَ asalnya اِزْتَجَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Zay dan karena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِزْدَجَرَ.KAIDAH KE 18إِذَا كَانَ فَاءُ اِفْتَعَلَ وَاوًا أوْ يَاءً أوْ ثَاءً قُلِبَتْ فَاؤُهُ تَاءً لِعُسْرِالنُّطْقِ بِحَرْفِ اللَّيْنِ السَّاكِنِِ لِمَا بَيْنَهُمَا مِنْ مُقَارَبَةِ الْمَخْرَجِ وَمُنَافَاةِ الْوَصْفِ ِلأَنَّ حَرْفَ اللَّيْنِ مَجْهُوْرَةٌ وَالتَّاءُ مَهْمُوْسَةٌ  نَحْوُ اِتَّصَلَ أَصْلُهُ اِوْتَصَلَ وَ اِتَّسَرَ أَصْلُهُ اِوْتَسَرَ وَ اِتَّغَرَ أَصْلُهُ اِثْتَغَرَ. (مُهِمَةٌ) وَإنْ كَانَتْ ثَاءً يَجُوْزُ قُلْبُ تَاءِ اِفْتَعَلَ ثَاءً ِلاتِّحَادِهِمَا فِي الْمَهْمُوْسِيَّةِ نَحْوُ اِثَّغَرَ أَصْلُهُ اِثْتَغَرَ.Bilamana Fa’ Fi’il wazanاِفْتَعَلَ berupa huruf wau, atau Ya’, atau Tsa’, maka huruf Fa’ Fi’ilnya tersebut harus diganti Ta’ karena sukarnya mengucapkah huruf “Layn” (لَيْن) sukun dengan huruf yang diantara keduanya termasuk berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf “layin” (و – ي) bersifat Jahr sedangkan huruf Ta’ bersifat Hams. Contoh: اِتَّصَلَ asalnya اِوْتَصَلَ dan اِتَّسَرَ asalnya اِوْتَسَرَ dan اِتَّغَرَ asalnya اِثْتَغَرَ. (penting) dan apabila Fa’ Fi’il-nya tsb berupa huruf Tsa’, boleh mengganti Ta’nya wazanاِفْتَعَلَdengan Tsa’, karena keduanya sama-sama bersifatHams. contoh: اِثَّغَرَasalnya اِثْتَغَرَ.Praktek I’lal:اِتَّصَلَاِتَّصَلَ asalnya اِوْتَصَلَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Wau diganti Ta’ untuk mudahnya mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf Layn bersifat Jahr dan huruf Ta’ bersifat Hams, maka menjadi اِتْتَصَلَ kemudian Ta’ pertama di-idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّصَلَ.اِتَّسَرَاِتَّسَرَ asalnya اِوْتَسَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Wau diganti Ta’ untuk mudahnya mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang berdekatan Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf Layn bersifat Jahr dan huruf Ta’ bersifat Hams, maka menjadi اِتْتَسَرَ kemudian Ta’ pertama di-idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّسَرَ.اِتَّغَرَاِتَّغَرَ asalnya اِثْتَغَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ huruf Tsa’ diganti Ta’ karena sama-sama bersifat Hams, maka menjadi اِتْتَغَرَ kemudian Ta’ pertama di-idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّغَرَDan boleh juga dibaca Tsa’ اِثَّّّّّغَرَ dengan Praktek I’lal sbb:اِثَّّّّّغَرَ asalnya اِثْتَغَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ huruf Ta’ diganti Tsa’ karena sama-sama bersifat Hams, maka menjadi اِثْثَغَرَ kemudian Tsa’ pertama di-idghamkan pada Tsa’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّغَرَPenting untuk diketahui:اِتَّخَذَاِتَّخَذَ asalnya اِئْتَخَذَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ huruf Hamzah yang kedua diganti Ya’ karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf berharkah kasrah, makamenjadi اِيْتَخَذَ kemudian huruf Ya’ diganti Ta’ (tanpa mengikuti kias*) maka menjadi اِتَّخَذَ.* Pergantian Ya’ dengan Ta’ tidak mengikuti Qias yakni termasuk dari perihal Syadz.KAIDAH KE 19إذَا كَانَ فَاءُ تَفَعَّلَ وَتَفَاعَلَ تَاءً أَوْ ثَاءً أوْ دَالاً أوْ ذَالاَ أَوْ زَايًا أوْ سِيْنًا أَوْ شِيْنًا أَوْ صَادًا أَوْ ضَادًا أَوْ طَاءً أَوْ ظَاءً يَجُوْزُقَلْبُ تَائِهِمَا بِمَا يُقَارِبُهُ فِِي الْمَخْرَجِ ثُمَّ أُدْغِمَتِ اْلاُوْلَى فِي الثَّانِيَّةِ بَعْدَ جَعْلِ أَوَّلِ الْمُتَقَارِبَيْنِ مِثْلَ الثَّانِيْ لِلْمُجَانَسَةِ مَعَ اجْتِلاَبِ هَمْزَةِ الْوَصْلِ لِيُمْكِنَ اْلاِبْتِدَاءُ بِالسَّاكِنِ نَحْوُ اِتَّرَسِ أّصْلُهُ تَتَرَّسَ وَاِثَّاقَلَ أّصْلُهُ تَثَاقَلَ وَاِدَّثَّرَ أّصْلُهُ تَدَثَّرَ واِذَّكَّرَ أّصْلُهُ تَذَكَّرَ وَاِزَّجَّرَ أّصْلُهُ تَزَجَّرَ وَاِسَّمَّعَ أّصْلُهُ تَسَمَّعَ وَاِشَّقَّقَ أصله تَشَقَّقَ وَ اِصَّدَّقَ أّصْلُهُ تَصَدَّقَ وَاِضَّرَّعَ أّصْلُهُ تَضَرَّعَ وَاِظَّهَّرَ أّصْلُهُ تَظَهَّرَ وَاِطَّاهَرَ أّصْلُهُ تَطَاهَرَ.Bilamana Fa’ Fi’il wazanتَفَعَّلَ danتَفَاعَلَberupa hurufت، ث، د، ذ، ز، س, ش, ص، ض, ط, ظ،maka boleh Ta’dari kedua wazan tersebut diganti dengan huruf yang mendekati dalam Makhrajnya, kemudian huruf yang pertama di-idghamkan pada huruf yang kedua, demikian ini setelah huruf yang pertama dari kedua huruf yang berdekatan makhrajnya tersebut, dijadikan serupa dengan huruf yang kedua. berikut memasang Hamzah Washal agar memungkinkan permulaan dengan huruf mati. contoh: اِتَّرَسِ asalnya  تَتَرَّسَdanاِثَّاقَلَasalnyaتَثَاقَلَdanاِدَّثَّرَ asalnyaتَدَثَّرَ danذَّكَّرَ  asalnyaتَذَكَّرَdanاِزَّجَّرَ asalnyaتَزَجَّرَ danاِسَّمَّعَ asalnyaتَسَمَّعَ danاِشَّقَّقَ  asalnyaتَشَقَّقَ danاِصَّدَّقَ asalnyaتَصَدَّقَ danاِضَّرَّعَ asalnyaتَضَرَّعَ  danاِظَّهَّرَ asalnyaتَظَهَّرَ danاِطَّاهَرَ asalnyaتَطَاهَرَ .Praktek I’lal :اِتَّرَسَاِتَّرَسَ  asalnya تَتَرَّسَ mengikuti wazan تَفَعَّلَ hurufTa’ yang pertama disukunkan sebagai sebab syaratidgham maka menjadi تْتَرَّسَ maka Ta’ yang pertama di-idghamkan pada Ta’ yang kedua karenadua huruf sejenis, berikut mendatangkan Hamzah di permulaannya agar memungkinkan permulaan dengan huruf mati. Maka menjadi اِتَّرَسَاِثَّاقَلَاِثَّاقَلَ asalnya تَثَاقَلَ mengikuti wazan تَفَاعَلَ huruf Ta’ diganti Tsa’ karena berdekatan Makhrojnyamaka menjadi ثَثَاقَلَ kemudian huruf Tsa’ yang pertama disukunkan sebagai sebab syarat idgham maka menjadi ثَثَاقَلَ maka Tsa’ yang pertama di-idghamkan pada Tsa’ yang kedua karena dua huruf sejenis, berikut mendatangkan Hamzah di permulaannya agar memungkinkan permulaan dengan huruf mati. Maka menjadi اِثَّاقَلَPerhatian :I’lal dalam Kaidah ke 19 ini cuma bersifat Jaiz atauboleh, bukan suatu ketentuan musti. Sebagai pengalaman bagi kita, karena ini jarang ditemukan.dan yang banyak digunakan adalah berupa bentuk asalnya.ALHAMDULIILAH TAMAT.